1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080910 Satelliten Cholera

15 September 2010

Penelitian yang dilakukan Dr. Rita Colwell menemukan hal baru berkaitan sifat bakteri kolera, penyebarannya, kemungkinan munculnya wabah, sistem peringatan dini serta teknik sederhana yang murah untuk pencegahannya.

https://p.dw.com/p/PCir
Bakteri kolera vibrio cholerae

Penyakit kolera tetap merupakan ancaman utama di negara-negara berkembang yang kekurangan infrastruktur penyediaan air bersih. Organisasi Kesehatan Dunia WHO melaporkan, jumlah kasus kolera dan fatalitasnya dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Setiap tahunnya rata-rata tercatat antara tiga sampai lima juta kasus kolera dan diperkirakan lebih dari 120.000 orang meninggal akibat penyakit ini. Namun diperkirakan jumlah kasus yang tidak dilaporkan juga cukup tinggi.

Berkaitan dengan pekan air yang digelar awal bulan September ini di Stockholm, Swedia, penyediaan air bersih serta penyebaran penyakit lewat sirkulasi air menjadi tema utama bahasan dari 2.500 delegasi yang hadir dalam acara ini. Penghargaan pekan air Stockholm tahun 2010 dianugerahkan kepada ilmuwan AS, Dr. Rita Colwell yang melakukan penelitian penyebaran kolera dan upaya pencegahannya.

Pengamatan Organisme Air

Stockholm International Water Institute Rita Colwell
Rita Colwell spricht auf dem Eröffnungsplenum der KonferenzFoto: SIWI

Peneliti asal AS Dr.Rita Colwell melakukan riset mengenai pengaruh lingkungan, iklim dan musim terhadap penyebaran penyakit yang disebarkan lewat air seperti kolera. Dengan mengamati berbagai parameter itu dan juga pergerakan arus laut lewat satelit, perkembang biakan ganggang dan plankton, Colwell dapat mengembangkan sistem peringatan dini untuk mengantisipasi munculnya wabah penyakit kolera.

Sejauh ini terdapat dogma yang sulit dipatahkan mengenai penyebaran penyakit kolera yang terutama terjadi melalui penularan dari orang ke orang. Dari pengamatannya, Colwell menarik kesimpulan, bahwa bibit penyakit kolera juga menyebar lewat organisme air yang menjadi inangnya seperti misalnya plankton. Bakteri kolera kini juga diketahui dapat bertahan hidup dengan cara menurunkan metabolismenya hingga mencapai tahapan seperti tidur hibernasi.

Memantau Perkembangbiakan Lewat Satelit

Dalam penelitiannya, Dr.Colwell menemukan bahwa organisme inang bakteri kolera seperti misalnya plankton, biasanya berkembang biak dengan cepat seiring dengan bertambahnya intensitas cahaya dan temperatur pada awal tahun. Lewat satelit dapat diamati perkembang biakan dengan cepat ganggang laut atau plankton yang setiap tahunnya muncul di kawasan pesisir India dan Bangladesh.

Fenomena tersebut merupakan indikasi dari kemungkinan meningkatnya ancaman wabah penyakit kholera di kawasan bersangkutan. Dengan melakukan perhitungan cermat, dapat dirancang sistem peringatan dini akan merebaknya wabah kolera di kawasan perkembang biakan inangnya itu.

Teknik Sederhana Mencegah Wabah

Dr. Colwell juga menyadari, hasil penelitian yang canggih serta sistem peringatan dini saja tidak mencukupi untuk mencegah merebaknya wabah. Ia merasa perlu melakukan penelitian lanjutan, untuk mencari teknologi tepat guna bagi pencegahan wabah penyakit kolera di kawasan endemik yang warganya tergolong miskin. Salah satu caranya adalah dengan menyaring air yang digunakan warga menggunakan kain yang biasa dipakai sehari-hari.

Dr.Rita Colwell memaparkan lebih lanjut, “Inang bakterinya adalah plankton, yang memiliki ukuran cukup besar yang dapat difilter dari air. Kami mengujicoba berbagai jenis kain yang digunakan warga di Bangladesh. Terbukti kain sari yang dilipat empat atau lima lapis merupakan filter yang bagus, yang dapat menyaring plankton dan banyak partikel berbahaya.“

Dr.Rita Colwell dan stafnya melanjutkan penelitian selama tiga tahun dan mengembangkan teknologi sederhana pencegahan penyebaran kolera. Ia kemudian memberikan penyuluhan teknik penyaringan air secara sederhana itu kepada kaum perempuan di Bangladesh, yang biasanya bertanggung jawab sebagai pencari air bersih bagi keluarganya. Dalam kurun waktu penelitiannya itu terbukti jumlah kasus kolera di wilayah riset turun hingga separuhnya.

Sebuah perkembangan yang amat bagus dan patut dipuji, kata Clarisa Brocklehurst dari organisasi bantuan anak-anak PBB-UNICEF.

Bibit Penyakit Masih Ada

Clarisa Brocklehurst tahu persis situasi di kawasan Afrika Barat dan Afrika Selatan serta Pakistan, yang setiap tahunnya harus berjuang melawan penyakit kolera seusai banjir musiman yang melanda kawasan tersebut. Namun Brocklehurst yang memimpin bagian air dan sarana sanitasi UNICEF mengingatkan, jangan sampai warga memiliki perasaan aman yang keliru akibat metode penyaringan air menggunakan busana sehari-hari itu.

Simbabwe Cholera Epidemie
Seorang anak yang terkena kolera dalam perjalanan ke sebuah klinik. Wabah kolera yang melada Zimbabwe tahun 2008 telah merenggut korban jiwa lebih dari 700 orangFoto: picture-alliance/ dpa

Dalam teknik sederhana yang dikembangkan Dr. Rita Colwell yang dibasmi bukan bibit penyakitnya melainkan inangnya. Clarissa Brocklehurst menyebutkan, teknik penyaringan air menggunakan kain sebenarnya tidak baru. UNICEF menerapkan metode yang serupa di Afrika untuk mengurangi penyakit infeksi Dracontiasis yang dipicu oleh sejenis cacing. Namun dengan mengembangkan sistem peringatan dini sekaligus teknologi sederhana untuk mencegah wabah kolera, yang terbukti efektif, Dr. Rita Colwell amat layak mendapat anugerah dari Institut Air di Stockholm.

Dengan sistem peringatan dininya, kini warga di kawasan endemik wabah kholera dapat semakin waspada. Juga dengan riset tersebut, tema penyakit kolera yang kelihatannya cukup lama dilupakan, kini kembali menjadi tema hangat dikaitkan dengan sasaran pembangunan millenium, yakni akses air bersih bagi semua warga. Juga Dr.Rita Colwell merasa bahagia, bahwa dengan sistem yang dikembangkannya kemungkinan munculnya wabah kolera dapat diramalkan lebih akurat. Dan dengan begitu, juga langkah antisipasinya bisa lebih efektif.

Agnes Bührig/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid