1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

040708 Roma Sinti Italien

4 Juli 2008

Pemerintah Italia ingin mendata sidik jari anak-anak Gipsi. Niat ini diprotes keras oleh oposisi, gereja dan kelompok perlindungan anak. Uni Eropa juga melihat langkah itu sebagai pelanggaran.

https://p.dw.com/p/EWaQ
Warga gipsi menjajakan barang di pinggiran pasar Porta Portese, RomaFoto: picture-alliance/ dpa

Menteri Dalam Negeri Italia Roberto Maroni harus menjawab pertanyaan yang tidak menyenangkan hari-hari terakhir ini. Toh politisi Lega Nord atau Liga Utara itu yakin betul akan apa yang ia lakukan. Dukungan terhadap partai politik berhaluan kanan itu naik dalam pemilihan parlemen awal tahun.

Roberto Maroni mengatakan, "Sama sekali tidak ada diskriminasi di sini. Ini menyangkut prinsip keamanan nasional dan legalitas yang harus diperkuat. Siapapun yang tinggal di Italia harus mematuhi peraturan kami. Dan ini menyangkut perlindungan terhadap orang yang masih di bawah umur.“

Mendata sidik jari anak-anak Gipsi di bawah umur sebagai tindakan preventif, mengingatkan dengan segera pada masa paling kelam. Penguasa fasis Italia mengambil alih peraturan rasis yang diciptakan Nazi Jerman, sekalipun konsekuensinya tidak sedramatis seperti era kediktatoran Hitler.

Tapi tak diragukan, langkah itu dipuji pendukung sejati Liga Utara. Juga ketika tak ada seorangpun yang tahu, apa sebetulnya keuntungan dari peraturan itu.

Namun rakyat Italia sudah terbiasa dengan peraturan pemerintah yang sekilas terkesan tidak masuk akal. Contoh terbaru misalnya, bayi-bayi yang baru lahir pun harus menyertakan pas foto untuk memperoleh ijin tinggal terbatas.

Tapi Kementrian Dalam Negeri Italia sudah menyiapkan argumen. Kaum Gipsi yang menetap di Italia pun seringkali tidak bisa menunjukkan identitas diri, kata pemerintah.

Di pemukiman-pemukiman kumuh yang terdapat di pinggiran banyak kota Italia, orang dewasa kadang memaksa anak asuhan mereka untuk mengemis atau seperti yang baru-baru ini dilaporkan, melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak tersebut.

Roberto Maroni, Menteri Dalam Negeri Italia dari partai kanan Liga Utara memanfaatkan kasus-kasus semacam ini, untuk kepentingannya.

Maroni mengatakan, "Apa yang terjadi di Verona, penangkapan 8 orang dewasa yang memaksa anak-anak melakukan pencurian, membuktikan bahwa saya benar adanya. Ini adalah cara yang tepat untuk melindungi anak-anak di bawah umur. Sisanya polemik politik yang berlandaskan pada pengabaian fakta dan prasangka ideologis. Tak ada yang bisa menghalangi tindakan saya.“

Protes keras datang bukan hanya dari kubu oposisi di parlemen di Roma. Brussel juga melihat langkah pemerintah Italia sebagai pelanggaran terhadap peraturan UE.

Sementara organisasi perlindungan anak mengeluhkan minimnya upaya pemerintah untuk memberdayakan anak-anak kaum Gipsi. Walaupun hanya untuk sekedar mengirim mereka ke sekolah misalnya. Kritik pedas terhadap tindakan pemerintah terutama datang dari gereja katolik Italia. (rp)