1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Setelah Fukushima, Tidak Ada Alasan untuk Bangun PLTN

9 Maret 2012

Bencana nuklir di Fukushima tidak mengendurkan niat banyak negara untuk mempertahankan energi nuklir. Namun Fukushima mungkin dapat menjadi sebuah titik balik.

https://p.dw.com/p/14I2h

Gedung reaktor yang meledak, para insinyur yang tak berdaya, kota-kota yang ditinggalkan: melihat gambar-gambar yang dramtis dari Fukushima, kini semuanya tidak sama seperti dahulu. “Bahkan negara yang memiliki teknologi tinggi seperti Jepang tidak mampu mencegah munculnya risiko energi nuklir,“ dikatakan Kanselir Jerman Angela Merkel, yang merupakan sarjana fisika. Kebijakan mengejutkan dikeluarkan: sampai tahun 2022 Jerman meninggalkan energi nuklir.

Keputusan ini bisa dianggap salah atau benar, tergantung pendapat masing-masing mengenai energi nuklir. Sampai sekarang, Jerman merupakan satu-satunya negara yang telah mengambil keputusan ini, keputusan yang tidak dimengerti banyak negara lain. Terutama di negara-negara Asia, yang tengah menikmati booming ekonomi, dibangun reaktor-reaktor baru. Juga Amerika Serikat mengizinkan pembangunan satu PLTN baru, 25 tahun setelah kecelakaan nuklir hebat di Harrisburg. Sekilas, sepertinya dunia tidak mengalami perubahan akibat bencana Fukushima.

Risiko Tetap Ada

Walaupun demikian, bencana yang terjadi di Fukushima merupakan satu titik balik, karena setelah Fukushima tidak ada lagi alasan untuk tetap mempertahankan energi nuklir. Berbeda dengan Chernobyl, bencana Fukushima bukan karena pelanggaran peraturan keselamatan. Bencana Fukushima menunjukkan bahwa, bahkan negara dengan perekonomian terbesar ke-tiga di dunia tidak mampu mencegah terjadinya bencana – meskipun memiliki kekayaan, pengetahuan dan ketelitian luar biasa. Memang kita memiliki kendali atas energi nuklir, seperti kita mengendalikan api sejak ribuan tahun. Tapi hanya sampai titik tertentu. Risiko masih tetap ada.

Jepang sedikit terlalu naif untuk mempercayai para politisi dan pelobi nuklir, yang mengatakan mampu mengendalikan energi nuklir. Fukushima telah mengguncang rasa percaya diri terdalam yang dimiliki Jepang. Teknologi tinggi yang dimiliki Jepang dianggap dapat mengatasi bencana gempa bumi dan tsunami. Namun yang terjadi, Jepang dan dunia menyaksikan hal yang sebelumnya tidak terbayangkan; ketidakberdayaan dan upaya menenangkan situasi yang memalukan. Bahkan tidak dibuat rencana evakuasi bagi 35 juta penduduk, seandainya angin meniupkan unsur radioaktif menuju Tokyo dan wilayah sekitarnya.

Tidak Ada Perubahan di Jepang

Memang skenario-skenario mengerikan yang timbul akibat bencana Fukushima tidak menjadi kenyataan. Tidak terdapat apokalypse nuklir, 'hanya' ada wilayah yang terkontaminasi untuk waktu yang sangat lama. Ancaman para pelobi nuklir juga tidak terbukti, bahwa Jepang akan kembali ke Zaman Batu, walaupun sebagaian besar PLTN di Jepang ditutup untuk pemeriksaan. Namun tampaknya Jepang tidak akan benar-benar mengubah kebijakan energinya, dengan alasan ekonomi, strategi dan lingkungan.

Alexander Freund Deutsche Welle
Alexander FreundFoto: DW

Energi nuklir masih terus mengundang perdebatan. Namun bukanlah mengenai prinsip-prinsip umum antara kemajuan ekonomi dan kemakmuran yang berkesinambungan, karena tanpa energi nuklir, kedua hal ini juga bisa diwujudkan. Sejak Fukushima kita harus memutuskan, risiko apa yang saat ini kita bisa tanggung dan apa yang kita ingin bebankan pada kita sendiri dan generasi mendatang. Betapa sulitnya keputusan ini menunjukkan bahwa bahkan setelah puluhan tahun penggunaan energi nuklir, sampai sekarang belum ditemukan tempat pembuangan akhir sampah nuklir.

Alexander Freund

Editor: Yuniman Farid