1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sengketa Pembangunan Mesjid di AS Tidak Lazim

17 Agustus 2010

sengketa rencana pembangunan mesjid di Ground Zero New York dan melesatnya Cina ke posisi nomor 2 perekonomian dunia menjadi sorotan pers internasional

https://p.dw.com/p/Opcu
Proyek bangunan di Ground Zero, New YorkFoto: picture alliance / dpa

Mengenai sengketa rencana pembangunan mesjid di Ground Zero New York, harian Austria Die Presse berkomentar

"Diskusi di Amerika Serikat tentang pembangunan sebuah mesjid yang letaknya tidak sampai 200 meter dari tempat para teroris dari dunia Arab meruntuhkan World Trade Center, tanggal 11 September 2001 lalu, menarik perhatian dari beberapa segi. Di satu sisi karena Amerika Serikat selama ini dikenal sebagai tempat toleransi dan keterbukaan. Perdebatan ini tidak cocok untuk negara tersebut. Di sisi lain karena hal itu dapat berisiko bagi Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam pemilihan parlemen tiga bulan mendatang. Bukan karena ia mengijinkan pembangunannya, melainkan karena ia kurang melakukan tindakan yang menentukan.“

Sementara harian Spanyol El Pais menulis

"Presiden Barack Obama sebelumnya mendukung pembangunan mesjid tersebut, tapi atas tekanan kelompok ekstrim kanan ia merelatifkan pernyataannya. Ini adalah kekalahan sebuah negara hukum. Demokrasi yang bersifat laisis tidak boleh menjadi perpanjangan tangan kekristenan. Penanggungjawab serangan 11 September adalah pembunuh yang berada di bawah komando Al Qaida. Kenyataan bahwa kelompok itu mengatasnamakan Islam, membuatnya menjadi jurubicara kepercayaan tersebut. Jika penentang pembangunan mesjid merujuk pada kejadian 11 September, mereka menciptakan kesan, sepertinya Al Qaida yang mewakili Islam. Ini tidak penah berhasil dilakukan jaringan teror dengan metode kriminalnya. Obama berubah sikap karena ia mengalah terhadap tekanan populis, yang menimbulkan kecemasan besar di Amerika Serikat dan Eropa.

Melesatnya Cina ke penguasa ekonomi nomor dua di dunia juga menjadi sorotan harian Inggris The Times

"Perekonomian Cina kini 90 kali lebih besar dibandingkan dengan tahun 1978. Pertumbuhan ini membuat setidaknya 300 juta orang keluar dari kemiskinan. Jepang sebaliknya mandeg. Birokasi telah memompa uang ke proyek-proyek publik, sekaligus memompa hutang publik dua kali lipat lebih tinggi dari produk domestik bruto. Cina berjuang dengan kontradiksi, sebuah negara berkembang dan sekaligus negara nomor dua di dunia di bidang ekonomi. Dalam posisi ini Beijing harus memikirkan serius mengenai perannya di dunia. Dan pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman Jepang adalah, masa reformasi yang terlewatkan akan jauh lebih lama daripada masa kejayaan.“

Dan terakhir komentar harian Jerman Berliner Zeitung

"Tahun 2020 Cina sudah dapat menggantikan posisi nomor satu Amerika Serikat. Kemudian dominasi barat menjadi masa lalu. Haruskah kita merasa khawatir? Jika kita menilai pemerintah Cina dari tindakannya pada ekonomi makro, orang dapat memberikan angka bagus. Terutama atas jasa program konjungtur besar-besaran, yang membuat boom perdagangan dunia. Berbeda dengan Jerman, Jepang dan Jepang, pemerintah di Beijing mengerti, sebuah model ekonomi yang hanya mengandalkan ekspor, dapat gagal sejak awal.“

Dyan Kostermans/dpa/AFP

Editor: Nangoy