1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sengketa Ikan Bisa Picu Krisis di Laut Cina Selatan

8 April 2016

Rivalitas di Laut Cina Selatan mulai bergeser dari klaim teritorial, menuju sengketa berebut sumber daya alam. Uniknya bukan minyak dan gas yang menjadi pangkal perkara, melainkan ikan dan hasil laut lainnya.

https://p.dw.com/p/1IRke
Sonnenaufgang am Südchinesischen Meer
Foto: picture alliance/DUMONT Bildarchiv/M. Sasse

Bukan minyak dan gas yang bakal memicu krisis di Laut Cina Selatan, tetapi ulah para nelayan. "Mereka berpotensi besar menyebabkan eskalasi yang tidak diinginkan oleh siapapun," ujar Gregory Poling, pakar maritim di Center for Strategic and International Studies kepada jurnal Foreign Policy.

Uc apan Poling bukan sekedar ramalan. Tapi realita. Baru-baru ini kantor berita Associated Press menurunkan kisah seorang nelayan Filipina bernama Renato Etac yang pernah ditodong senjata oleh aparat penjaga pantai Cina.

"Mereka bilang, keluar, keluar dari Scarborough!" tuturnya merujuk pada karang Scarborough di kepulauan Spratly yang diklaim Cina dan Filipina. Etac lalu berteriak balik, "Dimana dokumen yang membuktikan Scarborough adalah milik Cina?"

Saling damprat dan jari tengah

Indonesia Tetap Tegas Perangi Illegal Fishing

Etac yang selalu menangkap ikan di sekitar karang tersebut mengaku sering bermain kucing-kucingan dengan pasukan penjaga pantai Cina. "Ini seperti sebuah permainan," katanya. "Saling damprat. Mengacungkan jari tengah, sebagai hinaan, semuanya ada."

Kisah Etac bukan satu-satunya. Baru-baru ini media pelat merah Vietnam melaporkan pasukan penjaga pantai negara ini mengusir lebih dari 100 kapal nelayan Cina dalam dua kurun waktu minggu. Vietnam juga menangkap sebuah kapal Cina yang membawa 100.000 ton minyak diesel untuk dijual kepada kapal nelayan yang mencari ikan di Laut Cina Selatan.

Bahkan Indonesia pun ikut mengecap sengketa, ketika kapal pengawas perikanan berusaha menangkap kapal nelayan Cina di perairan Natuna, namun upaya tersebut kandas lantaran kehadiran kapal penjaga pantai Cina. Ini membuat menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti berang dan melontarkan tekad Indonesia perangi illegal fishing.

Nelayan Cina Terorganisir

Beberapa pakar meyakini Cina sedang menggunakan armada kapal nelayannya yang besar dan kian agresif sebagai senjata geopolitis buat mengintimidasi negara lain di kawasan.

Tahun 2013 silam Presiden Xi Jinping yang baru dilantik mengadakan kunjungan dadakan ke pelabuhan nelayan Cina di Tanmen yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Di sana ia mendorong para nelayan untuk mempertahankan wilayah leluhurnya di sekitar kepualaun Spratly.

Belum lama ini harian Singapura, the Straits Times, melaporkan pemilik kapal nelayan Cina mendapat bonus sebesar 30.000 Dollar AS dari pemerintah setiap kali mereka berlabuh di wilayah sengketa.

Nelayan Cina kini menikmati dukungan penuh negara untuk menjelajah Laut Cina Selatan. "Mereka dikawal kapal pasukan penjaga pantai Cina, kata Poling, pakar maritim di CSIS. "Mereka mengorganisir armada ikan yang besar dan berlayar bersama selama beberapa pekan. Penangkapan ikan semacam itu semakin terorganisir dan semakin sering. Skalanya sudah berubah."

rzn/as (ap,fp,rtr)