1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sengketa antara Cina dan Filipina

12 Mei 2012

Sengketa seputar Karang Scarborough di Laut Cina Selatan semakin meruncing. Ratusan warga Filipina melakukan protes, sementara Cina tampaknya siap menunjukkan kekuatan militer.

https://p.dw.com/p/14uF8
FILE - In this Thursday, Oct. 13, 2011 file photo, Japan Maritime Self-Defense Force's P-3C Orion surveillance plane flies over the disputed islands in the East China Sea, called the Senkaku in Japan and Diaoyu in China. Tokyo's outspoken governor says the city has decided to buy a group of disputed islands to bolster Japanese claims to the territory, a move that could elevate tensions with China. (Foto:Kyodo News, File/AP/dapd) JAPAN OUT, MANDATORY CREDIT, NO LICENSING IN JAPAN, CHINA, HONG KONG, SOUTH KOREA AND FRANCE
Foto: picture alliance / AP Photo

Sengketa berbulan-bulan antara Cina dan Filipina terkait klaim Laut Cina Selatan meningkat memasuki tatanan baru yang menunjukkan pertanda tindakan balas dendam di bidang ekonomi, bahkan perang.

Cina dan Filipina termasuk dua negara yang bersama dengan Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam mengklaim kepemilikan teritorial kawasan perairan dan kepulauan di Laut Cina Selatan. Kawasan ini ramai dilintasi jalur pelayaran, kaya akan ikan dan kaya potensi sumber daya mineral.

--- DW-Grafik: Peter Steinmetz
Peta Laut Cina SelatanFoto: DW

Sengketa Karang Scarborough

Konflik aktual ini mulai dipicu 8 April saat pihak berwenang Filipina memergoki 8 kapal penangkap ikan Cina di Karang Scarborough. Ketika angkatan laut Filipina akan menangkap para nelayan tersebut, tindakan ini dihalangi aksi kapal Cina lainnya. Kedua negara mengklaim kepemilikan pulau kecil di Laut Cina Selatan itu, yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan lebih dari 1200 kilometer dari Cina.

Beberapa hari lalu travel biro Cina membatalkan tawaran wisatanya ke Filipina. Beijing telah mencabut ijin kunjungan wisata ke Filipina dan melakukan pemeriksaan untuk buah-buahan dari negara itu. Cina adalah satu-satunya pembeli utama pisang Filipina. “Tidak masalah bagaimana besarnya keinginan kami membicarakan masalah itu, pimpinan Filipina saat ini berusaha menekan kami ke sudut dimana tidak ada opsi yang tertinggal selain menggunakan kekuatan,” demikian tulisan harian China Daily.

Cina Andalkan Media, Filipina Gelar Demonstrasi

Gerhard Will, seorang pakar Asia Tenggara dari Pusat Kajian Jerman untuk Masalah Internasional dan Keamanan di Berlin mengatakan, pemerintah di Beijing telah mengisyaratkan tindakan intervensi militer di pers nasional dalam beberapa pekan belakangan, tapi kini menggunakan media berbahasa Inggris “untuk menyebarluaskan pesan ini secara global.”

In this April 10, 2012 released by the Philippine Navy, Filipino naval personnel look at giant clam shells on board a Chinese fishing vessel at the disputed Scarborough Shoal in the Protesters display placards during their rally outside the Chinese Consulate at the financial district of Makati city, east of Manila, Philippines Monday, April 16, 2012, to accuse poaching by Chinese fishermen that led to a military standoff at the disputed Scarborough Shoal in the South China Sea. The Philippine president said Monday his country will continue talks with China to resolve the impasse, which began last Tuesday when two Chinese ships prevented a Philippine warship from arresting several Chinese fishermen. (Foto:Bullit Marquez/AP/dapd)
Demonstrasi di ManillaFoto: dapd

Ratusan warga di Filipina Jumat (11/05) menggelar aksi protes di depan kedutaan besar Cina di Manila. Pemerintah Filipina telah mengajukan protes lewat jalur diplomatik, dengan mengisyaratkan kepada pemerintah asing mengenai pandangannya terkait tekanan Cina dengan kebebasan berlayar atau navigasi, yang merupakan salah satu prinsip hukum kebiasaan internasional. Manila juga telah memperingatkan bahwa ia mempersiapkan mengklaim kembali teritorialnya dengan peralatan militer yang disuplai oleh Amerika Serikat. Kementerian Luar Negeri Cina Kamis (10/05) mengumumkan konflik itu diharapkan diselesaikan dengan bantuan konsultasi diplomatik.

Dyan Kostermans/dpa/afp

Editor: Ayu Purwaningsih