1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Senator Pengkritik Duterte Ditangkap

24 Februari 2017

Pengkritik tindakan brutal Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap hari Jumat (24/02). Ia dituduh terlibat perdagangan obat bius. Dia bersumpah terus melawan aksi Duterte yang disebutnya "pembunuh berantai sosiopat".

https://p.dw.com/p/2YAy0
Leila de Lima
Foto: picture alliance/AP Photo/B. Marquez

Berbicara kepada wartawan beberapa menit sebelum polisi bersenjata lengkap dengan jaket anti peluru menahannya, Senator Leila de Lima bersikeras bahwa dia tidak bersalah. Ia menepis tuduhan yang diarahkan padanya, bahwa ia terlibat perdagangan narkoba.

"Suatu kehormatan bagi saya untuk dipenjara atas hal-hal yang saya perjuangkan. Doakan saya," kata perempuan berusia 57 tahun itu di luar kantor Senat, di mana dia berlindung semalaman, setelah surat perintah penangkapan dikeluarkan pada hari Kamis (23/02).

"Mereka tidak akan mampu membungkam saya dan menghentikan saya yang berjuang untuk kebenaran dan keadilan serta melawan aksi pembunuhan yang dilakukan oleh rezim Duterte setiap hari."

Meski ditahan, Leila de Lima  bersumpah untuk terus melawan aksi Duterte yang disebutnya  "pembunuh berantai sosiopat".
Meski ditahan, Leila de Lima bersumpah untuk terus melawan aksi Duterte yang disebutnya "pembunuh berantai sosiopat".Foto: picture alliance/AP Photo/B. Marquez

De Lima juga merekam video sebelum penangkapan, saat ia menyerukan warga Filipina untuk menunjukkan keberanian dan menentang perang narkoba Duterte, yang menyebabkan lebih dari 6.500 orang tewas, sejak ia menjabat sebagai presiden delapan bulan yang lalu. "Tidak ada keraguan bahwa presiden kita adalah seorang pembunuh, bahkan pembunuh berantai sosiopat," katanya dalam video 10 menit yang diposting di halaman Facebook-nya.

De Lima, mantan komisaris HAM, juga mengatakan penangkapannya adalah tindakan balas dendam atas upaya panjang untuk mengekspos Duterte sebagai pemimpin regu kematian, selama waktu Duterte menjabat sebagai walikota Davao selatan.

Bersumpah menghancurkannya

Pada bulan Agustus lalu, Duterte pertama kalinya mengangkat tuduhan bahwa Leila de Lima telah menjalankan  perdagangan narkoba dengan penjahat dalam penjara terbesar di negara itu, ketika ia menjabat sekretaris lembaga peradilan dalam pemerintahan sebelumnya.

"Saya akan menghancurkannya di depan umum," kata Duterte kemudian ia mulai berkampanye merusak reputasinya, termasuk dengan membuat tuduhan tidak berdasar tentang kehidupan seksnya. "Leila de Lima tidak hanya meniduri sopirnya, dia juga meniduri bangsanya." Pekan lalu Leila de Lima didakwa dengan tiga dakwaan perdagangan narkoba.

Leila de Lima dan para pendukungnya bersikeras bahwa Duterte bukan hanya ingin menghancurkan oposisi, tapi juga untuk mengintimidasi orang yang mungkin ingin menentang presiden atau kebijakannya atas perang narkoba.

"Orang-orang takut," ujar Pastor Robert Reyes, seorang imam aktivis yang bersama pendukung lainnya, menemani De Lima. "Jika pemerintah bisa menangkap orang yang kuat seperti dia, apa lagi orang-orang kecil? Itu adalah pesan tersirat dari penangkapannya."

Wakil Presiden Leni Robredo, yang merupakan anggota Partai Liberal dari kubu oposisi De Lima dan dipilih secara terpisah dari Duterte, menggambarkan penangkapan itu sebagai "pelecehan politik".

Kritik Amnesty International

Amnesty International mengatakan hari Kamis (24/02) bahwa mereka menganggap De Lima sebagai tahanan politik. "Penangkapan De Lima adalah upaya terang-terangan pemerintah Filipina untuk membungkam kritik terhadap Presiden Duterte dan mengalihkan perhatian dari pelanggaran hak asasi manusia serius dalam 'perang melawan narkoba," demikian dinyatakan Amnesty.

Asisten Duterte bersikeras mereka memiliki tuduhan kuat terhadap De Lima dan mengatakan penangkapannya menunjukkan bahkan orang yang paling kuat pun akan dibawa ke meja hijau, jika mereka melanggar hukum. "Perang terhadap obat-obatan terlarang ditargetkan pada semua yang terlibat. Penangkapan seorang senator menunjukkan tekad kuat presiden untuk melawan penjaja dan pelindung perdagangan obat bius," kata juru bicara kepresidenan, Ernesto Abella.

Duterte memenangkan pemilihan presiden tahun lalu, setelah dalam kampanye bersumpah memberantas narkoba di masyarakat dengan membunuh puluhan ribu orang yang terlibat.

Dia meluncurkan tindakan keras segera setelah menjabat presiden pada bulan Juni dan dilaporkan polisi telah membunuh 2.555 tersangka narkoba sejak itu. Sementara sekitar 4.000 orang lainnya dibunuh dalam keadaan yang tidak dapat dijelaskan.

Amnesty telah memperingatkan bahwa tindakan polisi dalam perang narkoba ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Di lain pihak, sebagai presiden Duterte telah berulang kali mendesak polisi untuk membunuh pecandu dan pedagang narkoba. Tapi asisten Duterte bersikeras dia tidak pernah melanggar hukum.

ap/vlz (afp/dpa)