1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sejumlah Pemda Keluarkan Perda Larang Ahmadiyah

2 Maret 2011

Di tengah rencana pemerintah mengevaluasi Surat Keputusan Bersama SKB tiga menteri yang mengatur soal Ahmadiyah, sejumlah daerah berbondong-bondong menerbitkan Peraturan Daerah yang melarang aktivitas Ahmadiyah.

https://p.dw.com/p/10Rsl

Setelah pemerintah daerah Samarinda, Kalimantan dan Pandeglang Banten, peraturan daerah terbaru yang melarang aktivitas Ahmadiyah, datang dari Jawa Timur. Mengenai perda yang diterbitkan awal pekan ini, Gubernur Jatim Soekarwo berdalih, peraturan itu ditujukan untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayahnya. Namun peneliti lembaga Setara Institute Ismail Hasani memandang, Surat Keputusan gubernur ini, justru menjadi benih pemicu kekerasan baru bagi pengikut Ahmadiyah.

“Di Jawa Timur kita menyaksikan, bagaimana kemudian plang- plang mereka (Ahmadiyah) dicopot. Dan ini kemudian akan menjadi landasan hukum mereka bertindak. Perda ini telah menebar kebencian, yang pertama itu. Dan kedua menebar ketakutan artinya kalaupun belum ada tindakan fisik tapi teror ini sudah memberikan efek yang serius”

Lebih jauh Ismail Hasani mengkhawatirkan daerah lain akan meniru menerbitkan Perda melarang Ahmadiyah. Catatan Setara Institute menyebutkan, sejumlah daerah yang kemungkinan menyusul, yaitu Jawa Barat, NTB dan Sulawesi Selatan. Di luar itu ada sejumlah kabupaten yang telah menerbitkan Perda sejenis untuk melarang Ahmadiyah seperti Cianjur dan Sukabumi.

Menurut pandangan Setara Institute, peraturan semacam ini sebetulnya tidak diperlukan karena aturan SKB bersifat mengikat secara nasional. Riset Setara Institute juga menunjukan, bahwa penerbitan peraturan semacam ini di beberapa kota kerap ditunggangi kepentingan politik.

“Produk produk semacam ini, dalam riset kami menunjukan memang melahirkan efek bergulir di tempat lain. Selain berpotensi menyebar juga sebenar nya rentan politisasi. Dari review kita misalnya di Bogor, Garut, Tasikmalaya dan Kuningan lekat sekali, bahwa politisasi dalam kasus - kasus Ahmadiyah menjadi sangat nyata, dimana disitu isu Ahmadiyah menjadi kapital politik baru yang digunakan oleh pemerintah atau aktor politik lokal sebagai alat politik”

Menurut peneliti Setara Institute Ismail Hasani, pemerintah pusat seharusnya melarang Pemda menerbitkan peraturan yang diskriminatif semacam ini, karena meminggirkan kelompok lain. Pemerintah pusat yang selama ini membiarkan hal itu terjadi disebutnya sebagai upaya pelembagaan diskriminasi yang sangat berbahaya. Namun Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi justru mempunyai pandangan berbeda

“Sepanjang itu dalam kerangka SKB dan tidak bertentangan dengan Undang Undang, peraturan yang lebih tinggi, terutama UU no 1 tahun 65 itu tidak masalah. Bahkan kalau memperkuat SKB itu lebih bagus kan. Karena pembinaan dan pengawasan itu adalah pesan SKB. Kalau dalam kerangka SKB itu dikerjakan oleh gubernur justru lebih bagus kan”

Mendagri meyakinkan, Perda tersebut justru bisa membantu pemerintah daerah mencegah terjadinya kekerasan terhadap Ahmadiyah. Meski tidak tertutup kemungkinan, jika peraturan daerah itu berpotensi digunakan sebagai dalih kelompok agama melakukan kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah. Seperti ketika mereka menggunakan dalih Surat Keputusan Bersama tiga menteri untuk menyerang pengikut Ahmadiyah di sejumlah daerah.

Zaki Amrullah

Editor: Dyan Kostermans