1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sehat dan Sedap di Kantin Sekolah

Dorothee von Canstein9 November 2012

Di sekolah Luisengymnasium di kota München, secara bergantian para siswa dan siswi setiap hari menyiapkan makan siangnya sendiri.

https://p.dw.com/p/16gBf
Foto: Privat

Di dapur Sekolah Menengah Luisen, Luisengymnasium di München, lima remaja mengerubungi sebuah panci besar dan membentuk knödel, semacam bakso kentang yang sedikit lebih besar dari bola pingpong.

Satu siswa menyendokkan porsi adonan, kemudian ada yang mengulinnya, membentuknya dan mencemplungkannya ke dalam air. Di sebelahnya seorang siswa lain mengiris jamur.

Tawaran menu makan siang ini adalah „Knödel“ dengan semacam opor jamur bernama „Rahmschwammerl“, atau pasta dengan sayur asinan kol dan sosis goreng.

Pädagogisches Kochen am Luisengymnasium in München
Foto: Privat

Aydin meletakkan talenannya di pojok meja, kemudian berjalan sambil mengayun-ayunkan pisau. Koki Dita Rummel secepat kilat berada disampingnya dan memberikan saran praktis: "Kamu tidak bisa bekerja seperti itu. Kalau membawa pisau, ujungnya harus diarahkan ke bawah dan bagian yang tajam ke arah dalam.“

Sukses Tingkatkan Kepercayaan Diri

Pelajaran memasak sudah berlangsung satu tahun di Luisengymnasium. Sejak itu, secara bergantian para siswa dan siswi setiap hari menyiapkan makan siangnya sendiri. Setiap dua minggu secara bergilir, ada kelas lain yang mengambil tanggung jawab itu. Kali ini, murid-murid kelas 10.

Sambil membersihkan jamur, Clara bercerita betapa menantang kegiatan bersama dengan teman-teman sekelasnya. Di pihak lain, ia juga merasa diuntungkan oleh proyek ini: "Dulu saya pikir memasak itu sulit sekali, tapi sekarang saya tahu semua orang bisa belajar masak.“

Pädagogisches Kochen am Luisengymnasium in München
Foto: Privat

Koki Top dengan Tugas Baru

Guru pelajaran memasak adalah Stephan Jäger, penyelenggara kantin yang sebelumnya koki papan atas di hotel-hotel bintang lima internasional. Awalnya sejumlah orangtua menolak proyek ini, karena mengira anak-anak mereka akan disalah gunakan dan menjadi pembantu gratis di dapur sang koki. Kenyataannya, Jäger justru butuh dua orang tambahan dalam timnya agar bisa membimbing para siswa dengan baik.

Ide dibalik proyek ini sangat mudah, ungkapnya, "Banyak anak-anak, terutama yang sekolah sepanjang hari, tidak mengenali bahan-bahan pokok pangan. Sesampainya di rumah sore hari, ada saja penganan siap saji yang tinggal dipanaskan."

Menurut dia, anak-anak perlu belajar menghargai bahan pangan, tahu cara mengolahnya, berapa harganya dan kapan saja macam-macam sayur-mayur itu biasanya dipanen. "Anak-anak jaman sekarang sudah tak punya kesadaran mengenai itu“. Lanjut Jäger, “Mereka masih tahu apa itu wortel dan kembang kol, tapi seringnya lebih dari itu tidak“

Ketika Jäger mengambil alih kantin sekolah Luisengymnasium, ia menjual sekitar 120 hingga 150 porsi makanan per harinya. Kini penjualan melonjak hingga 500 porsi sehari, karena makanan siap saji yang setiap hari disiapkan bersama itu, begitu diminati.

Pädagogisches Kochen am Luisengymnasium in München
Foto: Privat

Makin sedikit siswa-siswi sekolah menengah Luisen yang menandangi restoran "fast food" di sekitar sekolah. Apalagi di kantin sekolah, setiap anak boleh terus menambah porsi makanannya sampai mereka betul-betul kenyang. Stephan Jäger ingin agar anak-anak ini puas dengan hidangan yang mereka persiapkan.

"Hanya kepuasan yang bisa memotivasi orang untuk tetap memasak sendiri,“ ungkap Jäger.

Belajar Untuk Kehidupan

Bagaimana bisa siswa sekolah menengah Jerman yang menghadapi tekanan belajar besar, tetap memiliki kemewahan untuk belajar memasak?

Kepala Sekolah Peter Kemmer meyakini, program ini bagus karena dengan memasak para siswa mendapatkan banyak masukan lain: "Mereka melihat bagaimana memproduksi sesuatu, mereka bisa mencobanya sendiri, mereka harus mempersiapkannya, harus mengawasi kassa, menyiapkan meja dan harus mencuci piring dan peralatan yang kotor.“Anak-anak belajar untuk bekerja dalam tim dan bertanggung jawab. Mereka tidak hanya belajar teori, tapi langsung praktek.

Sekitar pukul 12 siang semua hidangan sudah harus beres. Para koki muda tampak letih berdiri di depan kantin, namun dengan senang melihat antrian. "Menyenangkan", komentar Bobby sedikit lelah: "Saya banyak membuat kesalahan hari ini, apa boleh buat… kan bukan koki profi. Kami kan di sini untuk belajar."

Pädagogisches Kochen am Luisengymnasium in München
Foto: Privat

Apakah kini, siswa-siswi Luisengymnasium hanya ingin makanan sehat? "Tidak juga“, ujar seorang siswa. "Itu terlalu repot“, tambahnya.

Dari proyek belajar masak itu ada kelompok lain yang juga mendapatkan keuntungan. Makanan yang berlebih disumbangkan kepada para tunawisma di München.