1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Santoso: Berjuang Melawan Banjir Jakarta

Andy Budiman18 Januari 2013

Menyelamatkan Jakarta dari banjir harus dimulai dengan menyelamatkan kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dari kehancuran ekologis. Deutsche Welle mewawancarai pejuang lingkungan yang bekerja menyelamatkan kawasan itu.

https://p.dw.com/p/17Mxl
Foto: DW

Banjir yang menyapu ibukota berkali-kali menyisakan kemarahan. Jika banjir tiba, Twitter dan Facebook dipenuhi kejengkelan warga.

Santoso termasuk orang yang percaya bahwa “Daripada terus menerus mengutuk kegelapan, lebih baik kita mulai menyalakan lilin,“ Dia ingin orang Jakarta mulai berbuat sesuatu.

Umweltexperte Santoso in Jakarta
Santoso mengajak warga Jakarta menyelamatkan hutan Sarongge di Gunung Gede untuk menghentikan banjir ibukota.Foto: DW/E. Daneiko

Enam tahun terakhir, Santoso berjuang di jalan sunyi: jauh dari hiruk pikuk, akhir pekan blusukan ke rumah para petani wilayah Sarongge, Gunung Gede, membujuk mereka untuk berhenti merusak hutan. Tak hanya itu, lewat Green Radio yang dia pimpin, Santoso mengajak warga Jakarta menanam atau mengadopsi pohon untuk memperbaiki hutan.

Dia juga menulis sebuah novel berjudul “Sarongge“. Santoso memperoleh penghargaan sebagai pahlawan lingkungan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas perjuangannya mengajak masyarakat menanam pohon dan menyelamatkan Sarongge. Inilah percakapan Deutsche Welle dengan Santoso.

Deutsche Welle:

Apa kaitannya, mengajak orang menanam pohon di Sarongge dengan banjir di Jakarta?

Santoso:

Kaitannya erat sekali. Banjir di Jakarta hari-hari ini terjadi karena kerusakan parah di wilayah Bogor-Cianjur yang merupakan hulu daerah aliran sungai Ciliwung. Dalam 15 tahun terakhir kemampuan menyerap air di sana berkurang 50 persen. Hujan yang dulu bisa diserap tanah, sekarang menggelontor langsung ke Jakarta. Jadi kalau Jakarta tidak ingin ada banjir, maka perlu merawat daerah hulu.

Deutsche Welle:

Apa yang menyebabkan kerusakan di wilayah hulu Ciliwung?

Santoso:

Pertama adalah karena kebiasaan orang Jakarta membangun villa di kawasan Bogor-Puncak Cianjur. Jumlahnya meningkat luar biasa. Padahal mestinya itu menjadi kawasan hutan lindung. Jadi yang pertama merusak itu orang Jakarta sendiri. Penyebab kedua, karena penduduk sekitar yang tidak punya lahan masuk ke wilayah hutan dan merambahnya untuk dijadikan perkebunan sayur.

Deutsche Welle:

Lalu apa yang anda lakukan di Sarongge?

Santoso:

Sarongge adalah daerah aliran sungai yang airnya mengalir ke Jakarta. Menurut tata ruang, itu seharusnya menjadi kawasan Taman Nasional. Tapi karena petani tak punya kebun maka mereka masuk ke Taman Nasional dan mengubah hutan menjadi kebun wortel dan bawang. Akibatnya, kemampuan tanah untuk meresap air menjadi sangat rendah dan akibatnya air langsung menggelontor ke bawah yang akhirnya masuk sampai ke Jakarta.

Deutsche Welle:

Apa yang menggerakkan anda untuk mengajak orang menyelamatkan Sarongge?

Santoso:

Banjir besar 2007 menggerakkan saya membuat konsep radio lingkungan Green Radio, selain itu saya mulai berpikir: kalau tidak ingin banjir, maka orang Jakarta harus membantu orang-orang di wilayah hulu termasuk Sarongge. Sejak itu kami membuat program adopsi pohon dan mencari cara agar petani bisa mendapat penghasilan tanpa menebang hutan atau menanami tebing dengan sayur. Buat para petani sederhana: ini semua soal dapur. Kalau ada penghasilan yang lebih besar, mereka akan berhenti merambah hutan. Karena itu kami mengajak mereka beternak kambing, kelinci, lebah madu dll. yang bisa menghasilkan uang tanpa menebang hutan.

Deutsche Welle:

Berapa total kawasan hulu sungai Ciliwung yang rusak?

Santoso:

Wilayah Sarongge yang kami kelola luasnya 38 hektar. Tidak ada artinya dibandingkan 1.500 hektar yang rusak di kawasan Taman Nasional. Walaupun kini Sarongge membaik, tapi tidak punya dampak signifikan karena wilayah yang rusak jauh lebih luas. Di luar itu ada lebih dari 15 ribu hektar kawasan yang rusak akibat pembangunan villa dan hutan yang disulap menjadi kebun sayur oleh warga.

Deutsche Welle:

Lalu, bagaimana dengan villa yang sudah terlanjur dibangun. Apa yang anda ingin katakan kepada orang Jakarta yang punya villa di Puncak?

Santoso:

Saya mau bilang kepada mereka: ya anda sendiri yang membikin banjir di Jakarta.