1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sang Playboy Diekstradisi ke Libya

Agus Setiawan6 Maret 2014

Pemerintah Niger, Kamis (6/3) mengekstradisi putra Muammar Gadhafi, yakni al-Saadi, yang melarikan diri ketika kekuasaan ayahnya tumbang pada 2011. Saadi yang dikenal sebagai playboy didakwa kasus pembunuhan.

https://p.dw.com/p/1BL5O
Foto: Chris Jackson/Getty Images

Pihak pemerintah Niger mengatakan al-Saadi – salah seorang putra dari delapan anak bekas diktator Libya itu – akan diperlakukan “sesuai dengan hukum internasional.”

Seorang pejabat Libya, yang tidak bersedia disebut namanya, mengatakan bahwa al-Saadi tiba Kamis dinihari di bandara Tripoli dan langsung dipindahkan ke sebuah penjara di ibukota negara tersebut.

Sesaat setelah berita ini muncul, berbagai foto langsung beredar di media sosial, memperlihatkan al-Saadi yang berpakaian penjara warna biru sedang dicukur rambut dan janggutnya oleh para penjaga keamanan Libya.

Al-Saadi dikenal karena kecintaannya kepada sepakbola dan gaya hidupnya yang playboy. Karir singkatnya di liga sepakbola Italia berakhir setelah ia gagal lulus tes obat-obatan. Ia sempat memimpin Federasi Sepakbola Libya dan menjadi bekas komandan pasukan khusus.

Playboy

Sebagaimana para loyalis dan bekas pejabat rezim Gadhafi, al-Saadi diburu karena perannya dalam pembunuhan dan kekerasan atas para demonstran yang menentang kekuasaan ayahnya.

Tapi tidak seperti saudara laki-lakinya, Seif al-Islam, yang dipersiapkan untuk menjadi penerus Gadhafi, al-Saadi tidak diburu oleh Pengadilan Kejahatan Internasional. Seif al-Islam kini ditahan oleh sebuah kelompok milisi di kota Zintan, bagian barat Libya, yang menolak menyerahkannya kepada pemerintah pusat untuk diadili.

Dengan ekstradisi ini, maka hanya dua anak Gadhafi yakni al-Saadi dan Seif al-Islam yang kini berada di Libya. Setidaknya tiga anak laki-laki Gadhafi lainnya terbunuh dalam revolusi, sementara yang lainnya mencari suaka ke negara tetangga Aljazair, bersama istri Gadhafi yang juga ibu al-Saadi yakni Safiya. Sang ibu, seorang saudara perempuan dan dua saudara laki-lakinya, mendapat suaka di Oman pada 2012 dan pindah ke sana dari Aljazair.

Milisi berkuasa

Penegakan hukum hingga kini masih lemah di Libya. Pengadilan lumpuh dan masalah keamanan masih lemah, sementara kelompok milisi terus bertambah jumlahnya.

Negara, bagaimanapun kini bergantung kepada para milisi untuk berfungsi sebagai pasukan keamanan karena pasukan kepolisian dan militer masih berantakan.

Pemerintahan sementara terlalu lemah, baik untuk menjaga keamana penjara bagi Seif al-Islam, atau meminta milisi Zintan agar menyerahkannya kepada pemerintah pusat.

Pengadilan Kejahatan Internasional telah mendakwa Seif al-Islam dengan tuduhan pembunuhan dan penganiayaan atas warga sipil selama hari-hari awal pemberontakan di Libya. Jika terbukti bersalah di pengadilan, ia terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup.

Pertengahan tahun lalu, pengadilan internasional menyatakan Libya tidak bisa menyediakan pengadilan yang adil dan karena itu meminta pemerintah Libya agar menyerahkan Seif al-Islam ke pengadilan internasional di Den Haag.

ab/rn (afp,ap,rtr)