1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ribut Kewarganegaraan Ganda, Harapan Bagi Diaspora Indonesia

15 Agustus 2016

Isu kewarganegaraan ganda mendadak jadi besar. Apalagi, Menteri Arcandra Tahar tak segera melakukan klarifikasi secara transparan, malah terkesan menutup-nutupi. Akhirnya dia diberhentikan. Oleh Hendra Pasuhuk.

https://p.dw.com/p/1JiZh
USA Reisepass
Foto: Getty Images/AFP/P.J. Richards

Setelah berhari-hari jadi bulan-bulanan media, akhirnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar harus melepaskan jabatannya. Presiden Joko Widodo memberhentikan dia dari jabatan menteri.

Sebelumnya, Arcandra Tahar memang bersedia mengungkap status dia yang sebenarnya, walaupun terasa tidak "ksatria", karena meminjam mulut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham), Yasonna Laoly.

Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM memang harus berakrobat menemukan trik menyelesaikan permasalahan itu. Menhukham Yasonna kemudian memaparkan solusinya: Karena Kewarganegaraan Arcandra Tahar belum dicabut, sekalipun dia sudah menerima kewarganegaraan Amerika Serikat, maka status WNI Menteri ESDM tinggal perlu "diaktifkan lagi".

"Kehilangan kewarganegaraan itu harus diformalkan melalui keputusan menteri. Saya setiap bulan itu menandatangani SK penghilangan kewarganegaraan Indonesia atau menerima kewarganegaraan asing menjadi Indonesia," tandas Yasonna.

Faktanya sekarang memang lebih jelas. Arcandra memang mendapat kewarganegaraan Amerika Serikat tahun 2012. Tetapi, sebelum itu dia lebih dulu memperpanjang paspor Indonesianya untuk lima tahun. Jadi paspor Arcandra berlaku hingga 2017. Ketika mendapatkan kewarganegaraan AS, Arcandtra tidak mengembalikan paspor Indonesianya, sebagaimana seharusnya. Hal itulah yang sempat menyelamatkannya, sekaligus menyelamatkan muka Presiden Jokowi. Sebab Arcandra sudah mengembalikan paspornya AS-nya, dan ke-WNI-an nya yang dianggap "non aktif" sekarang sudah diaktifkan kembali oleh koleganya, Menhukham Yasonna Laoly.

Deutsche Welle Hendra Pasuhuk
Editor DW Hendra PasuhukFoto: DW/H. Pasuhuk

Saya tidak ingin berspekulasi soal mengapa Arcandra Tahar tidak sejak awal memberi klarifikasi tentang itu, juga kapan tepatnya dia mengembalikan paspor AS-nya. Saya juga tidak ingin berspekulasi soal pernyataan Menhukham bahwa "Kehilangan kewarganegaraan itu harus diformalkan melalui keputusan menteri." Banyak sekali WNI di masa lalu yang kehilangan paspornya, dan saya sangat yakin para menteri tidak mengenal nama-nama mereka.

Arcandra Tahar sekarang diberhentikan. Tapi lepas dari itu, bukan artinya persoalan kewarganegaraan ganda langsung selesai begitu saja, sebab banyak WNI lain yang punya persoalan dengan itu. Sejak tahun 2006 ada peraturan kewarganegaraan ganda terbatas, yang penerapannnya kacau balau, sebagaimana hampir semua aturan hukum di Indonesia.

Ada beberapa catatan "menarik" yang bisa dikemukakan dari kasus mantan Menteri ESDM ini:

- Pemerintahan Jokowi punya "manajemen krisis" yang buruk. Ini bukan pertama kalinya pemerintahan yang belum berusia dua tahun itu jadi bulan-bulanan karena kesalahan administratif yang sepele, namun tidak segera ditangani dengan profesional. Terutama karena Presiden Joko Widodo sendiri lebih senang "menunggu perkembangan", dan tidak aktif meredam situasi sejak awal. Kegaduhan seperti ini pernah kita alami dulu semasa pemerintahan SBY. Hanya saja, banyak orang berharap, pemerintahan saat ini lebih profesional. Nyatanya tidak. Komunikasi politik dan cara menangani "krisis politik" memang hal baru di Indonesia. Semua tampaknya masih dalam proses belajar.

- Kemampuan membaca keinginan publik dan memahami budaya politik di suatu tempat dan pada suatu masa tertentu, adalah modal utama seorang politisi. Bukan pendidikannya, bukan pula kemahirannya berbahasa asing. Seorang wiraswasta terpelajar yang sudah puluhan tahun menggalang bisnis di luar negeri, tidak serta merta akan mampu menghadapi suatu situasi pelik penuh jebakan politik. Untuk itu, diperlukan insting yang kuat dan pengalaman bergaul dengan segala golongan. Politisi harus memenangkan suara mayoritas, atau opini publik. Tidak semua orang punya bakat untuk itu. Jabatan menteri adalah jabatan politik, maka seorang menteri haruslah siap menghadapi segala kemungkinan. Kesalahan Menteri ESDM adalah: Dia tidak sejak awal melakukan klarifikasi dengan cepat dan gamblang, lalu meminta maaf, jika dia telah membuat kelalaian dan kerumitan. Bahwa dia mampu mengelola bidang yang seharusnya dia tangani, tidak ada orang yang meragukannya. Namun bergerak di arena politik, perlu lebih dari itu. Menteri Sri Mulyani Indrawati tentu bisa bercerita banyak tentang itu.

Indonesien Kabinett Minister in Jakarta
Kabinet reshuffle II. Belum seumur jagung, sudah digoyang gonjang-ganjingFoto: Getty Images/AFP/A. Berry

- Kasus kewarganegaraan ganda kini bisa berkembang menjadi "bola liar" bagi imigrasi dan perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri, setelah Menhukham Yasonna Laloly menyatakan dengan gamblang, bahwa "kehilangan kewarganegaraan" hanya bisa diformalkan lewat keputusan menteri. Artinya, ribuan orang yang pernah kehilangan Kewarganegaraan Indonesia karena satu atau lain hal, sekarang bisa menggugat pihak imigrasi dan instansi-instansi terkait, dan menuntut bukti bahwa penghilangan kewarganegaraannya "berdasarkan keputusan menteri". Artinya, pihak yang mencabut atau menghilangkan kewarganegaraan itu harus mampu menunjukkan SK Menterinya. Tanpa SK Menteri itu, mereka semua secara formal masih Warga Negara Indonesia dan punya hak-hak seperti WNI lainnya.