1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Rezim Militer Mesir Menoleransi Xenofobia

Matthias Sailer17 Juli 2013

Mesir dibanjiri gelombang xenofobia. Tidak hanya warga Amerika, orang Palestina dan Suriah turut menjadi korban agitasi media terhadap warga asing yang ditoleransi oleh rezim.

https://p.dw.com/p/199OJ
Foto: Reuters

Warga asing saat ini hidup di bawah kecurigaan di Mesir. Tersulut oleh agitasi media yang ditoleransi negara, banyak warga Mesir yang mulai membidik warga asing atau bahkan memperlakukan mereka dengan kebencian.

Amerika Serikat menjadi target cemoohan bipartisan. Baik dalam demonstrasi Islamis maupun sekuler. Pemandangan foto Presiden Barack Obama yang tercoreng sudah tidak asing lagi. Begitu juga dengan foto duta besar Amerika yang dibubuhi tulisan berisi hinaan.

Para pengunjuk rasa anti-Mursi menuding Washington memalingkan muka saat Ikhwanul Muslimin semakin otoriter. Di sisi lain, kaum Islamis membenci Amerika Serikat karena dinilai membiarkan penggulingan Mohammad Mursi. Semakin banyak warga Mesir yang terobsesi dengan teori konspirasi.

"Kita pernah punya demokrasi, tapi militer tidak menginginkannya," pungkas Mohammad Hasan, seorang Islamis, kepada DW. "Eropa dan AS begitu menekan militer untuk menggulingkan Mursi, karena mereka memiliki kepentingan sendiri di Mesir."

Hidup dalam Ketakutan

Namun agitasi terhadap pengungsi Suriah dan Palestina memasuki dimensi yang lebih serius. Sejak bentrok pertama antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan demonstran anti-Mursi, warga Suriah dan Palestina menjadi kambing hitam.

Badan militer dan keamanan Mesir mengklaim Ikhwanul Muslimin membayar pengungsi Suriah untuk menembak tentara dan pengunjuk rasa anti-Mursi. Televisi pemerintah dan swasta turut menyebarkan rumor ini, mendorong kampanye kebencian terhadap orang Palestina dan Suriah.

Mostafa El-Gindi, seorang mantan anggota parlemen, dalam siaran televisi swasta ONTV menganjurkan penutupan jalan di dekat perbatasan. Dengan cara ini "para non-Mesir" dapat teridentifikasi, tambahnya. Warga Suriah dan Palestina yang tertangkap di pos pemeriksaan harus dieksekusi, tegas El-Gindi.

Demonstran para pendukung presiden yang digulingkan, Mursi
Demonstran para pendukung presiden yang digulingkan, MursiFoto: Marwan Naamani/AFP/Getty Images)

Perubahan persyaratan visa

Sepanjang kekuasaan Presiden Mursi, warga Suriah dapat masuk Mesir tanpa visa. Namun situasinya berubah drastis sejak kudeta. Pemerintahan yang kini didukung militer mengharuskan warga Suriah memiliki visa sebelum masuk Mesir.

"Pihak berwenang mesir melarang masuk dua pesawat dua pekan lalu," ungkap Ahmed (27), seorang warga Suriah di Mesir. "Satu pesawat datang dari Beirut dan satu lagi dari Damaskus. Pesawat harus terbang kembali ke negara asal dengan seluruh penumpang."

Para penumpang dalam pesawat tidak mengetahui mengenai peraturan visa yang baru, yang diberlakukan dalam semalam.

Warga Palestina yang sudah berada di Mesir juga tidak merasa nyaman karena dicurigai mempunyai hubungan dengan Hamas, yang berakar pada Ikhwanul Muslimin.

Hamas disalahkan atas banyak kekerasan yang terjadi di Mesir. Mantan presiden yang kini ditahan, Mohammad Mursi, dituding kabur dari penjara dengan bantuan Hamas pada revolusi melawan Hosni Mubarak tahun 2011 lalu.

Rezim Mesir yang kini didukung militer diuntungkan oleh xenofobia di Mesir. Istilahnya membunuh dua burung dengan sebuah batu. Di satu sisi, militer dapat berperan sebagai penyelamat negeri melawan konspirator asing. Pada sisi lain, militer dapat 'cuci tangan' atas penindasan yang mereka lancarkan, yang terakhir menewaskan 50 pengunjuk rasa Islamis, dan menaruh kesalahan pada Palestina dan Suriah. Dalam prosesnya, kaum Islamis semakin didiskreditkan.