1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Revolusi Industri Musik di Indonesia

1 April 2011

Dimulai sekitar 17 tahun lalu, ketika sejumlah musisi muda tidak mendapat kesempatan mempopulerkan karyanya lebih luas melalui perusahaan rekaman terkemuka.

https://p.dw.com/p/10m8S
Gambar simbol industri musikFoto: AP

Diawali kelompok musik asal Bandung, Pas Band, yang merilis mini albumnya, 4 thru the sap, tahun 1993. Langkah ini diikuti kelompok musik asal Bandung lainnya, seperti Pure Saturday dan Puppen.

Musik para musisi muda itu tidak diterima perusahaan rekaman besar karena dianggap berbeda dari yang digemari masyarakat kala itu. Padahal, berbeda belum tentu tidak laku dijual, belum tentu tidak nyaman didengar. Akhirnya, para musisi muda itu nekad menjual sendiri musiknya. Rekan-rekan seusianya yang berbakat bisnis mengambil kesempatan itu untuk mendirikan perusahaan rekaman kecil-kecilan, menampung dan menjual karya musik musisi muda. Lahirlah gerakan musik independen di Indonesia.

Fenomena itu berlanjut hingga kini. Para musisi muda yang tidak berhasil menembus perusahaan rekaman besar, memilih perusahaan rekaman independen. Atau bahkan sengaja memilih perusahaan rekaman independen dalam menyalurkan musik mereka.

Menariknya, musisi yang diwakili perusahaan rekaman independen cukup terkenal di luar Asia. White Shoes and Couples Company, misalnya, digaet perusahaan rekaman independen Minty Fresh Records, yang menaungi kelompok musik The Cardigans, Ivy atau Veruca Salt.

Kelompok musik yang juga memilih jalur independen, Sore, meraih penghargaan salah satu album terbaik Asia dari majalah berita Amerika Serikat Time.

Bincang-bincang DW bersama kelompok Sorem Soleh Solihun, jurnalis majalah musik Rolling Stones edisi Indonesia, dan Maki dari kelompok Ungu.

Luky Setyarini

Editor: Andy Budiman