1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanJerman

Revolusi Damai Jerman dalam Sebuah Pameran

Marcel Fürstenau
25 Maret 2024

Sejarah revolusi damai Eropa dan penyatuan kembali Jerman disampaikan secara menarik dan interaktif lewat pameran yang bisa dipesan oleh pihak sekolah.

https://p.dw.com/p/4e0jD
Para pemuda berkumpul di Tembok Berlin di Gerbang Brandenburg, musim dingin 1989
Para pemuda berkumpul di Tembok Berlin di Gerbang Brandenburg pada musim dingin tahun 1989Foto: dpa/picture alliance

Pameran "Revolusi Damai dan Penyatuan Jerman" adalah sebuah gambaran ringkas tentang era di mana sebuah negara dan seluruh benua terpecah. Timur dan Barat menjadi sinonim perjuangan sistemik antara komunisme dan kapitalisme. Ini adalah masa ketika batasan yang seolah tidak dapat diatasi membelah pusat Jerman dan Eropa.

Batasan ini akhirnya dapat diruntuhkan ketika jutaan orang yang berani secara damai memperjuangkan kebebasan dan demokrasi di bekas Jerman Timur, Polandia, Hungaria dan banyak negara lain pada tahun 1989/90.

Pameran ini dirancang oleh Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur (Yayasan Federal Pengelolaan Sejarah Msa Diktatur SED) yang banyak menggali tema kediktatoran SED (Sozialistische Einheitpartei Deutschlands - Partai Persatuan Sosialis Jerman) yang dulu berkuasa sebagai partai hegemoni di Jerman Timur.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Kelompok terpenting yang ditargetkan oleh pameran ini: kaum muda. Itu sebabnya presentasi berlangsung di sebuah sekolah menengah di Berlin. Hari itu, para remaja dari Heinrich-Hertz-Gymnasium menenggelamkan diri dalam sejarah tentang masa yang dialami oleh orang tua atau kakek-nenek mereka. Generasi inilah yang mengalami akhir dari era yang dikenal sebagai Perang Dingin ini.

Peristiwa sejarah itu terpampang pada enam poster besar berupa foto, halaman kalender, teks pendek, dan kode QR untuk bisa melihat video lebih lanjut. Selain itu, yang dipampang di sana termasuk peristiwa tanggal 9 November 1989, ketika Tembok Berlin runtuh.

Ada juga kejadian tanggal 5 Februari di tahun yang sama. Hari itu, pemuda bernama Chris Gueffroy ditembak mati oleh penjaga perbatasan ketika mencoba melarikan diri dari Berlin Timur ke Barat. Pria berusia 20 tahun itu adalah korban terakhir dari perintah penembakan oleh pemerintah Jerman Timur bagi siapa pun yang mencoba melintasi Tembok Berlin.

Generasi muda, generasi baru

Jön Zenner dari Heinrich-Hertz-Gymnasium berusia 17 tahun mengatakan baru benar-benar memahami pembagian Jerman lewat kelas sejarah. "Saya jarang membicarakan topik ini dengan keluarga,” ujar Jön. Bersama Marla Böhme teman satu sekolahnya, di kelas politik Jön secara khusus berfokus pada topik pameran: Kehidupan Pemuda Setelah Penyatuan Jerman. 

Pameran "Revolusi Damai dan Persatuan Jerman" di Berlin
Jön Zenner (kiri) dan Marla Böhme memandang Timur dan Barat sebagai satu kesatuan, bukannya oposisi.Foto: Marcel Fürstenau/DW

Sebuah studi tentang pemuda yang dilakukan oleh produsen energi Shell pada 2019 menunjukkan bahwa: "Perbedaan antara generasi muda di Timur dan Barat, antara generasi muda laki-laki dan perempuan, serta antara generasi muda dengan dan tanpa latar belakang migrasi, semakin mengecil."

Marla, 16, menegaskan temuan tersebut lewat sudut pandangnya. "Saya merasa bahwa di generasi kita tidak ada lagi perbedaan besar antara generasi muda Jerman timur dan barat. Dan poster itu kembali menegaskannya."

Ia sependapat dengan Jön bahwa pameran ini sangat cocok untuk pelajaran sekolah. "Saya pikir ini lebih masuk akal daripada menunjukkannya di ponsel, misalnya," kata Marla. Menurutnya, rentang perhatian pada ponsel hanya berlangsung singkat. "Ketika masalah ini dipampang, orang bisa lebih berfokus pada hal itu." 

Pameran "Revolusi Damai dan Persatuan Jerman"
Guru sejarah Alexander Buchholtz (kiri), Anna Kaminsky (6 dari kiri), dan kelas politik di Heinrich-Hertz-Gymnasium mempersembahkan pameran "Revolusi Damai dan Persatuan Jerman".Foto: Uli Mählert/Bundesstiftung Aufarbeitung

Pameran juga bangkitkan antusiasme guru

Alexander Buchholtz yang mengajar para murid tersebut mengaku sangat terkesan dengan minat siswanya. "Mereka mendapatkan poster-poster ini dan harus menelitinya lalu mempresentasikannya di sini," pria berusia 42 tahun itu menjelaskan tugas yang diberikan kepadanya. "Mereka punya ide-ide hebat," kata Buchholtz, yang mengajar sejarah, politik, dan olahraga.

Ia mencontohkan sebuah poster yang membandingkan generasi muda di Timur dan Barat. Menurutnya, para pelajar akan lebih tertarik lagi jika ada contoh lain selain studi dari Shell. "Jika ingin menelusuri suatu perkembangan, akan masuk akal jika Anda membandingkan studi remaja yang berbeda. Dari sini, pertanyaan-pertanyaan seperti ‘mungkinkah tahun 2019 berbeda dengan tahun 2009‘ dapat dijawab." 

Harapan dan ketakutan generasi terdahulu

Bundesstiftung zur Aufarbeitung der SED-Diktatur sebagai pihak penyelenggara merasa senang dengan tanggapan positif atas metode pendidikan terbaru yang mereka tawarkan. Tentu saja, topik seperti ini sangat berjarak dengan generasi pelajar saat ini, kata Anna Kaminsky, direktur yayasan tersebut.

"Tetapi itulah yang diingat orang tua mereka ketika mereka masih muda." Para orang tua akan memberi tahu harapan dan ketakutan apa yang ada di benak orang-orang pada saat itu. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat di negara lain yang berjuang untuk mencapai kebebasan pada tahun 1980-an.

Upaya lindungi demokrasi lewat pameran

Pameran "Revolusi Damai dan Persatuan Jerman" juga dapat membuat Anda berpikir: Bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang bisa dilakukan untuk membela dan melindungi demokrasi dari hal-hal yang merongrong?

Untungnya, ada minat yang besar terhadap pameran ini. Sejauh ini telah lebih dari 500 sekolah, perpustakaan, dan arsip memesan satu set poster kompak yang berisi enam poster. Ada juga permintaan dari negara lain seperti Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Papan teks tersedia dalam bahasa Jerman, Inggris, dan Prancis.

ae/hp