1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Reaksi Manusia Terhadap Suhu Dingin

Babette Braun22 Februari 2013

Bulu kuduk berdiri, telinga dingin, jari-jari beku. Manusia bereaksi secara berbeda terhadap temperatur dingin. Ada anggapan, mereka yang bertubuh gemuk lebih tahan terhadap dingin. Benarkah hal tersebut?

https://p.dw.com/p/17iqq
Symbolbild Winterkleidung
Foto: fotolia/Uwe Annas

Setiap individu bereaksi dengan cara berbeda terhadap dingin. "Rasa dingin adalah fenomena individual", tegas Joachim Latsch, pakar kesehatan Universitas Olahraga Jerman di Köln.

Setiap orang punya sensor panas pada kulitnya. Sebagian punya lebih banyak sensor di telinga yang bisa mengukur tingkat kedinginan. Sementara yang lainnya punya sensor lebih banyak di bagian tubuh lain.

Jumlah sensornya juga bisa berbeda-beda. "Seperti halnya orang punya ukuran telapak kaki berbeda, sebagian punya sensor lebih banyak dan sebagian lainnya lebih sedikit," kata Latsch kepada DW.

Sistem Peringatan Internal

Sensor tersebut hanya mendeteksi satu varian temperatur, yakni jika suhu terlalu dingin. Sensor tidak bereaksi jika suhu terlalu panas. Suhu tubuh manusia rata-rata, selalu hampir sama. Tidak ada pengaruhnya jika mereka tinggal di gurun pasir atau kutub utara.

"Suhu tubuh manusia konstan sekitar 36,5 derajat Celsius. Perbedaannya pada tiap individu amat kecil," ujar Latsch. "Nyawa manusia bisa terancam jika suhu tubuh melebihi 42 derajat atau kurang dari 30 derajat."

Jika suhu tubuh turun hinmgga di bawah 30 derajat Celsius, akibatnya sejumlah organ penting tubuh dapat berhenti berfungsi. Dampaknya, orang bersangkutan bisa kehilangan kesadaran, mengalami hypothermia atau bahkan kematian. Ini alasan mengapa tubuh manusia segera mengirim sinyal peringatan saat suhu tubuh menurun.

Sisa evolusi

Perubahan suhu, berupa penurunan sedikit pun bisa menyebabkan seseorang merinding dan bulu kuduknya berdiri. Manurut Latsch, ini peninggalan dari jaman purba saat manusia masih berbulu.

"Seluruh rambut pada tubuh punya otot kecil pada bagian yang menembus ke kulit. Saat merasakan dingin, otot berkontraksi dan menarik rambut tersebut."

Pada mamalia yang berbulu, kondisi ini menciptakan lapisan udara yang hangat dan terisolasi. Sementara manusia jaman sekarang yang tidak lagi berbulu, jadi merasakan bulu kuduk yang berdiri.

Ada lagi mekanisme tubuh melawan dingin, kata Latsch. "Jika tubuh mendeteksi perlu menaikkan suhu, maka otot akan mulai bergetar."

Rahang bagian bawah akan mulai bergemeretak secara cepat, karena rahang terhubung secara longgar dengan kepala melalui dua tulang sendi. Jika otot bergetar, sirkulasi darah bertambah cepat dan tubuh akan menghangat.

Berat Badan Tidak Berpengaruh

Bagi perempuan pentingnya suhu tubuh konstan, punya komponen tambahan. Tubuh perempuan dirancang untuk menjaga organ di dalam tubuh, termasuk bayi dalam kandungan, tetap dalam keadaan hangat.

Tapi massa otot juga memainkan peranan. Tubuh perempuan rata-rata terdiri dari 25 persen otot, sementara kontribusi otot pada pria sekitar 40 persen. Manusia yang memiliki lebih banyak massa otot akan lebih sedikit merasakan dingin.

Lemak tubuh juga tidak menghangatkan. Orang bertubuh gemuk mungkin hanya merasa lebih hangat satu hingga dua derajat dibandingkan yang bertubuh kurus. Tapi tidak lebih dari itu, tegas Latsch.

Tips dari Latsch untuk mengatasi rasa dingin: "Bukan dengan menambah berat badan, tapi bergerak lebih banyak!"