1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ramai-ramai Berebut Kursi Panas KPK

7 Juli 2015

Seleksi calon pimpinan KPK memasuki tahap kedua. Proses penjaringan sempat diwarnai isu saling berebut pengaruh antara lembaga besar, termasuk di antaranya kejaksaan, TNI dan Polri. DPR mengkhawatirkan praktik adu domba.

https://p.dw.com/p/1Ftuy
KPK Zentrale Jakarta
Foto: Gacad/AFP/Getty Images

Gonjang-ganjing soal calon titipan banyak beredar menjelang pemilihan pimpinan KPK.

Saat ini sebanyak 194 calon pimpinan KPK yang telah lolos seleksi administrasi bakal menghadapi uji tahap kedua Rabu (8/7) ini di Jakarta. Kebanyakan adalah advokat dan jaksa. Sisanya berasal dari KPK sendiri, swasta dan akademisi, lalu TNI dan kepolisian.

Dari nama-nama yang beredar terdapat selusin yang paling mencolok. Di antaranya adalah bekas komandan kepolisian militer, Mayjen (Purn) Hendardji Soepandji.

Calon Titipan Lembaga Besar
Nama Hendrardji mencuat lewat pernyataan Panglima TNI, Moeldoko yang merekomendasikan adik mantan Jaksa Agung Hendarman Soepandji itu. Menurutnya, Hendrardji adalah sosok yang "berintegritas baik, disipilin dan tanggung jawab tinggi," karena kelihaiannya menguak kasus korupsi di tubuh TNI.

Kepolisian tidak tinggal diam. “Kami akan mencalonkan dua polisi aktif dan satu yang purnawirawan,” kata Kepala Polri Jendral Badrodin Haiti beberapa waktu lalu. Dua yang dimaksud adalah Irjen Syahrul Mamma yang kini bekerja di Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan serta Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende.

Isu calon titipan juga menerpa Kejaksaan Agung, lembaga yang selama ini banyak menyumbangkan penyidik KPK. Lima nama berasal dari Gedung Bundar. Mereka "bukan calon titipan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo. "Mereka ikut dengan sungguh-sungguh apa-apa yang dilaksanakan dan disyaratkan pansel."

Sejak konflik seputar pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri awal tahun silam, lembaga antirasuah itu banyak mendapat sorotan. Kekhawatiran menguat akan adanya calon titipan buat mengendalikan KPK dan menjaga kepentingan kelompok tertentu.

Adu Domba TNI vs Polri
Indonesian Police Watch misalnya menyebut pencalonan jendral aktif dari kepolisian sebagai langkah mundur. “Sebab, lahirnya KPK adalah akibat ketidakmampuan Polri dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi,” ujar Ketua Presidium Netta S. Pane.

Namun pandangan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah justru bertolak belakang. Menurut politis Partai Keadilan Sejahtera itu, KPK harus bersinergi dengan penegak hukum. "Dari awal KPK memang memerlukan integrasi polisi," ujarnya kepada Harian Terbit.

Fahri juga mewanti-wanti terhadap adanya upaya untuk mengadu domba antara TNI dan Polri lewat bursa pencalonan KPK.

Panitia Seleksi sendiri berupaya menepis isu yang beredar. "tidak ada titipan-titipan, pokoknya sesuai dengan syarat yang ada. Kita sudah lakukan prosedur yang dilakukan pansel-pansel lain. Makanya kita punya penilaian rekam jejak," kata salah seorang anggota pansel, Yenti Genarsih seperti dikutip Okezone.

rzn/vlz (berbagai sumber)