1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Quadrocopter, Si Pertolongan Pertama Bencana

Kerstin Schreiber9 Mei 2014

Bencana alam kerapkali merusak infrastruktur komunikasi sehingga mempersulit upaya penyelamatan. Tim riset dari Thüringen mengembangkan sebuah model helikopter, khusus untuk menjawab masalah ini

https://p.dw.com/p/1Bx4T
Foto: picture-alliance/dpa

Filipina luluh lantak dilanda badai Haiyan November 2013. Infrastruktur hancur, saluran listrik terputus, telefon darurat tidak tertangkap.

Quadrocopter karya pakar informatika Tobias Simon bisa memberikan pertolongan pertama dalam situasi darurat semacam itu. Di Universitas Teknik Ilmenau bersama timnya ia merancang model helikopter yang bisa mereparasi transmisi komunikasi dengan cepat. Quadrocopter secara mandiri melacak lokasi kerusakan dan membangun pembantu akses teknik. Simon menjelaskan: "Di kawasan bencana bis digunakan beragam terapan dari sistem kami. Misalnya melacak transmisi jejaring, menutup celah dan membangun serta mereparasi jejaring"

Teknik pioner ponsel

Quadrocopter dilengkapi teknik pemancar radio untuk jejaring WLAN, yang merupakan teknik pionir bagi jaringan ponsel. Dengan diprogram khusus, copter bisa mengetahui, kapan harus terbang dan mereparasi jejaring komunikasi yang rusak.

Tobias Simon memaparkan: "Yang istimewa dari Quadrocopter adalah, system sepenuhnya berbasis Linux, baik untuk stabilisasi, navigasi dan koordinasi antar masing-masing copter. Komunikasinya dikendalikan secara terpusat."

Bagaimana Copter memulihkan kembali transmisi radio ditunjukan dalam uji coba. Empat Netbook membuat simulasi jejaring yang berfungsi. Setiap Netbook berfungsi sebagai simpul pengatur lalu lintas transmisi. Jika salah satu Netbook tidak berfungsi, stasiun basis melapor adanya kesalahan dalam jejaring. Copter menerima informasi ini, dan secara otomatis mengaktifkan program reparasi. Helikopter mini terbang zig-zag mencari sumber kesalahan itu.

"Jika lokalisasi tuntas, Copter akan menganalisa, di mana posisi bolong dalam jejaring. Copter akan mendarat di sana, dan menghidupkan kembali modus ad-hoc," ujar Simon.

Dengan itu Copter mengambil alih fungsi simpul jejaring. Dengan bantuan Teknik-WLAN copter menjalin hubungan jejaring internet dengan simpul terdekat, agar bolong dalam jejaring ditambal dan bisa kembali berfungsi."

Durasi terbang masih pendek

Para peneliti juga sedang mengembangkan kemungkinan mereparasi jaringan komunikasi telefon seluler. Simon mameparkan: "Kita sekarang sudah bisa membuat Voice-over-IP, yang tidak berbeda dengan informasi pembicaraan lewat jejaring WLAN darurat. Teknologinya tidak beda jauh. Bedanya adalah perangkat keras yang harus dibawa, serta hitungan algoritma dari udara. Jauh lebih sulit mengoperasikan stasiun basis GSM dari udara, dibanding operasi simpul akses WLAN."

Kelemahan Copter saat ini adalah durasi terbang yang masih terlalu pendek. Sebuah model paling ringan, hanya bisa terbang selama 20 menit. Artinya : misi reparasi jejaring ponsel di kawasan bencana, sejauh ini belum bisa dipraktikkan. Tobias Simon menjelaskan trik untuk memperpanjang durasi operasi: "Kita bisa mendaratkan di atap atau posisi paling tinggi, mematikan seluruh baling-baling, dan hanya mengaktifkan sistem kalkulasi yang mengoperasikan teknik komunikasi. Dengan cara itu durasi operasi bisa diperpanjang hingga beberapa hari."

Ilmuwan dari Pakistan,India dan Ukraina saat ini bekerja sama dengan Tobias Simon untuk optimalisasi Quadrocopter. Dalam waktu dekat, armada copter cerdas akan bisa bekersajasama mandiri, dengan kontak lewat antena. Tahun depan, diharapkan Copter sudah mampu mereparasi jejaring ponsel yang terputus di kawasan bencana.