1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Prostitusi Paksa di Rusia

16 Maret 2009

Kemajuan ekonomi selama hampir satu dasawarsa telah memperkaya Moskow, termasuk mereka yang memperdagangkan perempuan.

https://p.dw.com/p/HDOv
Razia prostitusi di sebuah apartemen di MoskowFoto: dpa - Bildarchiv

Dengan boom ekonomi-nya, Moskow telah menarik banyak orang untuk datang mengadu nasib di ibukota Rusia itu. Tetapi yang terutama memperoleh keuntungan adalah berbagai géng kriminal. Mereka menyelundupkan manusia ke Moskow dan memaksa mereka untuk bekerja. Kalau kaum prianya dipekerjakan secara ilegal di sektor bangunan, kaum perempuannya dipaksa menjadi pekerja seks. Jumlah mereka melebihi seratus ribu. Mayoritas korban berasal dari bekas republik-republik Sovyet dulu, seperti misalnya Belarusia.

Sebuah apartemen di antara sedemikian banyak gedung perumahan bertingkat tinggi di Minsk, ibukota Belarusia. Irina Alchovska menunjukkan ruangan-ruangan di apartemen yang disediakan oleh organisasi yang dipimpinnya, 'La Strada'. Satu kamar tidur, satu ruang tamu, dapur, kamar mandi. Siapa yang dapat tinggal di situ berarti dia telah menghubungi 'La Strada' untuk minta bantuan. Biasanya karena dia sebelumnya dipaksa bekerja di rumah-rumah bordil di Moskow. Di bawah naungan 'La Strada' para korban tengkulak manusia itu dapat kembali ke kehidupan yang normal.

Menurut Irina Alchovska: "Para perempuan itu biasanya ingin tetap tinggal di Moskow dan takut kembali ke Belarusia karena berbagai alasan. Takut tidak dapat hidup lagi di sini, karena situasi mereka memburuk. Dulu mereka juga miskin, tetapi sekarang mereka punya masalah kesehatan dan menguatirkan pula keamanan diri mereka."

Geng penyelundup manusia itu menggunakan pola kerja yang sama: Mereka menjanjikan pekerjaan sebagai pekerja di restoran atau pembantu rumah tangga di Moskow atau di negara-negara barat lainnya. Untuk pekerjaan itu mereka tidak memerlukan kualifikasi tertentu. Di desa mereka sendiri, mereka sudah putus asa dan tidak tahu lagi bagaimana bertahan hidup. Jadi mereka setuju. Kata Irina Alchovska selanjutnya: "Bukan hanya karena uang. Beberapa di antara mereka punya anak, dan harus membantu pula keuangan orangtua mereka. Mereka butuh uang bukan untuk beli rumah atau mobil mewah, melainkan hal-hal yang primer. Mereka 'kan harus makan, dan anak-anak juga perlu sepatu untuk sekolah. Itu kebutuhan yang biasa saja."

Di dalam kereta api duduk Marina, yang dipancing oleh teman baiknya ke Moskow dengan kata-kata, bahwa seorang kenalan dapat memberikan pekerjaan di toko pakaian. Padahal temannya itu juga seorang pekerja seks. Marina pergi ke Moskow. ketika itu usianya belum lagi 20 tahun dan tidak punya ijazah sekolah.

"Ketika tiba di Moskow kami dibawa ke sebuah apartemen dengan satu kamar. Pada kasur-kasur kotor yang digelar di lantai ada beberapa perempuan yang sedang tidur. Kemudian saya dibawa ke dapur dan mendapat penjelasan, di mana saya sebenarnya terdampar. Bukan untuk menjual pakaian melainkan dijadikan pekerja seks." Marina menceritakan kedatangannya di Moskow.

Paspor Marina diambil oleh mucikari yang menjelaskan pula, bahwa hutang berupa harga karcis kereta api dari Belarusia ke Moskow harus dibayar dari hasil pekerjaannya. Tetapi hutang itu terus membengkak. Baru ketika Marina hamil, dia boleh pergi.

Malam hari di sebuah jalan besar menuju kawasan pinggiran kota Moskow, sejumlah mobil mewah Mercedes, BMW dan Porsche Cayenne ibaratnya melaju secara beriringan. Di balik semak terlihat beberapa perempuan menunggu pelanggan. Siapa yang tidak mau tampil di jalanan harus bekerja di kelab malam atau sauna seperti Marina. Padahal di Rusia ada undang-undang yang melarang seks komersial. Tetapi hampir tidak ada pekerja seks yang berpikir untuk meelarikan diri. Seperti diceritakan Afsona Kadyrova: "Mereka itu sangat takut. Orang-orang yang menyelundupkan mereka mengancam, 'kalau berani bercerita kepada orang lain, kau kami bunuh, atau kami bunuh keluargamu.' Jadi mereka sangat takut."

Afsona Kadyrova bekerja di Moskow untuk organisasi 'Koalisi Malaikat', yang membantu para pekerja seks paksaan itu. Kemajuan ekonomi selama hampir satu dasawarsa telah memperkaya Moskow, termasuk mereka yang memperdagangkan perempuan. Sekarang ini, menurut perhitungan kementrian kesehatan, terdapat lebih dari 13.000 pekerja seks. 90 persen di antaranya adalah pendatang dari bekas republik Soviet dulu. Biasanya mereka dipaksa untuk menjual diri dan polisi kurang peduli, demikian diungkapkan Afsona Kadyrova.

Situasi di Belarusia dapat dikatakan lebih baik. Juga atas desakan 'La Strada' Presiden Alexander Lukashenko telah memperketat pelacakan terhadap geng-geng penyelundup manusia. Sejak saat itu jumlah perempuan yang menjadi korban terus berkurang. Para penjahat itu hanya bisa beroperasi dari negara-negara tetangga Belarusia. Irina Alchovka menyayangkan tidak adanya sarana perlindungan bagi perempuan yang memberikan kesaksian tentang geng penyelundup manusia itu. Dia juga menuntut agar negara-negara Eropa Barat lebih terarah lagi dalam menangani prostitusi paksa. Perempuan-perempuan Eropa Timur yang mengalami penganiayaan sering tidak punya hak apa pun.

Di dapur apartemen rahasia milik organisasinya 'La Strada' di Minsk Alchovka mengadakan pembicaraan penting dengan perempuan yang datang minta perlindungan. Dengan tenang para korban itu dapat mengambil keputusan, apa yang akan mereka kerjakan selanjutnya untuk menjalani kehidupan yang lepas dari ketergantungan pada mucikari mereka. Boleh dikatakan itu merupakan kemewahan tersendiri, karena tempat bernaung itu merupakan satu-satunya di seluruh negara Belarusia. Di Rusia yang jauh lebih luas pun hanya ada satu apartemen, dimana para pekerja seks paksaan itu dapat memperoleh tempat bernaung. (dgl)