1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Philippinen Gewalt Regierung

5 September 2008

Perundingan antara pemerintah Filipina dan pemberontak menemui kegagalan. Kekerasan dikuatirkan akan merebak lagi di Mindanao.

https://p.dw.com/p/FC5F
Karte Philippinen mit Mindanao. PHILIPPINES topographic map highlighted, with MINDANAO locator, partial graphic
Foto: DW

Pemerintah di Manila menghentikan perundingan damai yang sudah berlangsung selama 11 tahun dengan pemberontak muslim di selatan Filipina. Presiden Gloria macapagal Arroyo membubarkan komisi perdamaian yang selama ini merundingkan penyelesaian konflik dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).

Pemerintah beralasan, kelompok pemberontak terbesar di wilayah selatan Filipina itu gagal menghentikan dua komandan lapangannya untuk melakukan kekerasan di desa-desa yang didominasi warga Kristen.

Irene Santiago, penasehat pemerintah Filipina dan anggota komisi perdamaian yang dibubarkan, menunjukkan kekecewaan terhadap keputusan itu.

Ia mengatakan, "Saya sangat, sangat sedih dan kecewa. Perundingan adalah satu-satunya jalan menuju kesepakatan damai dengan MILF. Pemerintah meninggalkan meja perundingan dan memaksa MILF kembali pada kekerasan.“

Awal Agustus terjadi pertempuran antara tentara pemerintah dan pemberontak muslim, setelah Mahkamah Agung menyatakan bahwa perjanjian tentang daerah otonomi muslim di wilayah selatan Filipina, negara yang mayoritas penduduknya beragama katolik, bertentangan dengan UUD.

Pemerintah kini menarik perjanjian otonomi tersebut dan menyatakan tidak akan berunding lagi dengan pemberontak, melainkan dengan pemerintah setempat di provinsi yang bersangkutan. Irene Santiago menilai pemerintah salah mengambil langkah.

Ia mengatakan, “Ini tidak benar, masak mereka tidak mau berunding lagi dengan pemberontak setelah 11 tahun lamanya duduk bersama di meja perundingan. Pemerintah mengatakan, mereka tidak mau berunding jika pistol diacungkan ke arah kami. Justru itu kan masalahnya, bagaimana agar senjata diletakkan dan penyelesaian damai dicari. Ini semua salah, ini tidak akan membawa kita pada perdamaian, kekerasan akan meningkat. Kalau saya bertemu presiden saya akan katakan, ini akan membuat kekerasan meluas ke seluruh negeri.“

Sejak tahun 1978, Front Pembebasan Islam Moro memperjuangkan otonomi lebih luas bagi provinsi-provinsi di selatan Filipina, yang mayoritas penduduknya warga muslim.

Bangsa Moro, demikian warga muslim di Filipina Selatan menyebut diri mereka, menginginkan pemerintahan sendiri dan pembagian yang adil dari sumber daya alam. Selama berpuluh tahun, hasil kekayaan alam dari kawasan ini mengalir hampir seluruhnya ke kantong pemerintah pusat di Manila.

Konflik puluhan tahun antara MILF dan pemerintah mengakibatkan 120 ribu orang tewas dan 2 juta lainnya kehilangan tempat tinggal. (rp)