1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Presiden Baru Iran Ebrahim Raisi Hadapi Ujian Dini

3 Agustus 2021

Presiden terpilih Iran, Ebrahim Raisi, dijadwalkan menjalani pelantikan oleh Ayatollah Ali Khamenei, Selasa (03/08). Raisi dilimpahi tugas berat menanggulangi pandemi, krisis ekonomi, dan ketegangan dengan negara barat.

https://p.dw.com/p/3yStJ
Ayatollah Ali Khamenei melantik Ebrahim Raisi
Ayatollah Ali Khamenei (kiri) melantik Ebrahim Raisi (kanan) sebagai Presiden Iran, Selasa (03/08)Foto: FARARU

Suasana genting memenuhi jalan-jalan kota Teheran pada Selasa (03/08), ketika otoritas menutup lalu lintas jalan raya dan memberlakukan zona larangan terbang selama dua jam di langit ibu kota, berkaitan dengan pelantikan presiden baru. 

Mulai hari ini Ebrahim Raisi secara resmi menggantikan Presiden Hassan Rouhani. Tokoh konservatif itu bakal memangku jabatan barunya selama empat tahun, usai memenangkan pemilihan umum kepresidenan pada Mei silam.

Seratus hari pertamanya, Raisi harus menghadapi sejumlah isu pelik dan berat. Terutama kelanjutan perundingan nuklir dengan negara-negara barat menjadi tuntutan prioritas. Terlebih, ketika insiden serangan terhadap kapal tanker milik Israel di Teluk Persia baru-baru ini memicu kisruh baru dengan AS dan Inggris.

Menurut jadwal, upacara pengangkatan dilaksanakan di kantor pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamanei di Teheran. Raisi juga akan dilantik di parlemen pada Kamis (05/08) mendatang, di mana dia mengumumkan susunan anggota kabinet pemerintahannya.

Dalam sebuah surat pernyataan yang dirilis 27 Juli lalu, Raisi mengajak parlemen "bekerjasama” selama ia meniti masa jabatannya. "Saya menyimpan harapan besar bagi masa depan negara ini dan yakin, bahwa kita mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan berbagai pembatasan,” tulisnya.

Lompatan karir Raisi diwarnai kontroversi. Jelang pemilu, Dewan Wali Iran menggugurkan nominasi sejumlah tokoh moderat. Akibatnya sebagian pemilih memboikot pencoblosan, yang ditandai dengan tingkat keikutsertaan pemilu terendah dalam sejarah, dengan hanya sebesar 48,8 persen. 

Tugas menumpuk

Menyudahi krisis ekonomi yang diperparah oleh sanksi AS akan menjadi prioritas bagi Raisi, menurut Clement Therme, peneliti Iran di European University Institute di Italia. "Target utamanya adalah memperbaiki situasi ekonomi yang terpuruk, dengan memperkuat kerjasama dan ikatan bisnis dengan negara-negara jiran,” serta Rusia dan Cina, kata dia kepada AFP.

Sanksi yang kembali diberlakukan AS sejak era Presiden Donald Trump, terbukti mencekik perekonomian Iran. Akibat ditutupnya pintu ekspor minyak, ekonomi Iran anjlok sebanyak enam persen pada 2018 dan 2019.

SItuasi semakin runyam ketika pada 2020, Iran termasuk negara yang paling parah terdampak pandemi virus corona. Sejauh ini hampir empat juta penduduk tercatat pernah terinfeksi, sementara 90.000 warga meninggal dunia akibat COVID-19.

Adapun di luar negeri, ketegangan mulai meruak setelah Amerika Serikat dan Inggris mengikuti Israel menuduh Iran bertanggungjawab atas serangan terhadap kapal tanker milik negeri Yahudi itu, Kamis (29/07) lalu. 

Washington mengancam "balasan yang setimpal,” ketka Iran membantah dan balik memperingatkan bakal menjawab setiap bentuk "avonturisme” oleh barat.

Terkait perjanjian nuklir, Raisi sudah mewanti-wanti pihaknya tidak akan mengorbankan "kepentingan nasional” untuk menyelamatkan perundingan. Selama masa jabatan Rouhani, Iran sudah menjalani enam putaran negosiasi yang berakhir pada 20 Juni lalu. 

Hingga kini belum ada kesepakatan baru untuk melanjutkan perundingan tersebut.

rzn/as (afp, dpa)