1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Polisi Sufi Jerman

Thomas Hasel18 Januari 2014

Ia adalah seorang calon polisi kriminal di Jerman. Latar belakangnya sebagai seorang muslim sufi yang menjadi polisi membuatnya jadi istimewa.

https://p.dw.com/p/1Ass1
Foto: picture-alliance/dpa

Arman Kuru adalah seorang warga Berlin, usianya 26 tahun. Orang tuanya berasal dari Turki, sedangkan ia besar dan dilahirkan di Jerman. Agama tidak mempunyai pengaruh besar dalam keluarganya. Meski demikian, berkat dirinya sendiri, ia berhasil menemukan jalan menuju Islam.

Saat ini ia adalah anggota kelompok sufi Berlin. Kelompok ini terbuka bagi semua agama. Kuru berpendapat, tujuan tertinggi sufi adalah berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Awalnya ia datang ke sini diajak oleh seorang teman. Waktu itu usianya masih 16 tahun.

Sangat tertarik dengan sufi

Saat datang ke pertemuan itu, ia duduk di dekat orang yang ia kira muslim. Ia lalu mengucap “Salam Aleikum“, orang itu menjawab “´Shalom aleich“. Itulah percakapan pertama, yang ia lakukan di sana, akhirnya ia kemudian tahu bahwa orang yang ia beri salam adalah seorang Yahudi.

“Selanjutnya, ceramah-ceramah yang diadakan disana- nilai-nilai kebijaksanaan yang bisa saya peroleh, membuat saya sangat tertarik. Saya merasa bisa memperoleh sesuatu disana“, kata Kuru.

Arman Kuru Derwisch-Tänzer
Arman KuruFoto: DW/T. Hasel

Karena bergabung dengan kelompok sufi ini, Kuru merasa lebih bisa mengerti dan menempatkan diri dalam situasi yang dihadapi orang lain. Ia juga merasa, bisa lebih tahu apa yang dialami orang di hadapannya. Menurut Kuru, kemampuan semacam ini akan sangat berguna bagi pekerjaannya di masa depan sebagai polisi kriminal.

Alasan menjadi polisi

Sejak lama Kuru ingin mejadi polisi. Ia merasa pekerjaan sebagai polisi sangat menantang dan tak membosankan. Selain itu, motivasi utama Kuru menjadi polisi adalah untuk menolong sesama dan melakukan pekerjaan yang bisa membuat ia bangga.

Warga Jerman yang punya asal-usul dari Türki sangat disenangi di kepolisian Jerman. ia tak mendapat tudingan miring, bahkan disini kemampuan khususnya sangat dihargai. “Orang bertanya kepada saya, dari mana orang tua saya berasal . Lalu saya jawab, orang tua saya dari Turki, saya dilahirkan dan dibesarkan disini. Dan sebagian besar dari mereka merasa senang“, kata Kuru. Ia bercerita, ia banyak berhubungan dengan saksi mata dan korban yang berasal dari Turki, karena itu, baginya adalah sesuatu hal yang lebih jika bisa berbahasa Turki.

Kuru mempunyai hobi lain, yakni menjadi penari Darwish yang sudah ia lakukan sejak tiga tahun. Kali ini, ia melakukan pertunjukan di sebuah gereja. Tarian Darwish adalah sebuah tarian yang dianggap sebagai bentuk doa aktif, dimana dalam keadaan suka cita, seseorang bisa begitu dekat dengan Tuhan.

“Tarian Darwish buat saya punya arti seperti melakukan meditasi, dimana saya bisa lepas dari dunia dan bersama Tuhan di dalam hati. Dan semua yang ada di dunia, di sekeliling saya serta apa yang bisa saya lihat jadi luntur”, kata Kuru.

Tarian `Darwish` bisa dilakukan dimana saja- di gereja, kuil dan sinagoge. Kuru menari dimana saja, dan ia merasa senang jika ia bisa membuat orang dari agama manapun bahagia.