1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pidato Obama Diharapkan Bahas Pengangguran, Imigran dan Senjata

Max Zander12 Februari 2013

Presiden AS Barack Obama Selasa malam (12/02) akan menyampaikan pidato tentang agenda politik untuk masa jabatannya yang kedua. Bagaimana harapan warga Amerika pada umumnya?

https://p.dw.com/p/17cjC
President Barack Obama delivers his State of the Union address on Capitol Hill in Washington, Tuesday, Jan. 24, 2012.
Obama berpidato di Washington, Januari 2012Foto: dapd

”Pertengahan 2009 krisis ekonomi menghantam kami begitu keras, setelah itu kami hanya bisa bertahan dengan susah payah,” kata Sam Burger. Dia adalah Wakil Direktur Lexmark Carpet Inc., satu dari 150 pabrik karpet dan permadani di kota Dalton, Georgia. Kota berpenduduk 33.000 orang ini menyebut dirinya sebagai ibukota karpet dunia. Dengan bangga Sam Burger memperlihatkan pabriknya. Produksi dilaksanakan dalam dua bangunan tinggi.

”Baru-baru ini kami memperluas gedung produksi dan menambah 3000 meter persegi bangunan”, kata Burger. Hanya sedikit perusahaan di Dalton yang dalam beberapa bulan terakhir bisa melakukan perluasan.

Pusat industri karpet Dalton di Georgia
Pusat industri karpet Dalton di GeorgiaFoto: DW

Tingkat pengangguran rata-rata di negara bagian Georgia mencapai 11 persen, masih di atas tingkat pengangguran nasional yang mencapai 7,9 persen. Untuk ukuran Amerika Serikat, angka tersebut tergolong terlalu tinggi.

Inilah salah satu masalah yang dihadapi Obama. Pemerintahannya menggelar berbagai program demi membangkitkan perekonomian. Bank Sentral Amerika Serikat menyatakan akan mempertahankan suku bunga rendah, sampai tingkat pengangguran turun di bawah 6,5 persen.

Pendatang Ilegal Bantu Produksi

Sekitar 250 pria dan wanita bekerja di pabrik Lexmark. Mereka bekerja dalam 2 shift, masing-masing 12 jam. Para pekerja berbicara satu sama lain dalam bahasa Spanyol. Sebagian besar pekerja tidak punya ijin tinggal. Mereka datang ke Dalton sepuluh tahun lalu, ketika perekonomian masih berkembang pesat.

Pabrik karpet Lexmark di Dalton
Pabrik karpet Lexmark di DaltonFoto: DW

Situasi di Dalton, ibaratnya cermin kondisi nasional. Saat ini ada lebih dari 11 juta pendatang ilegal di Amerika Serikat. Mereka mengerjakan pekerjaan yang jarang mau dilakukan oleh warga Amerika Serikat. Perekonomian Amerika perlu para pekerja ilegal. Tapi mereka tidak punya asuransi dan tidak punya jaminan pensiun.

Amerika sebenarnya harus mereformasi undang-undang imigrasinya. Tapi upaya ini gagal karena ditentang keras oleh kubu Republik. Tapi kelompok pendatang dari Amerika Selatan, yang disebut Latinos, makin lama makin besar dan berpengaruh. Kemenangan Obama mengandalkan suara dari kalangan Latinos.

Karena itu, kubu Republik sekarang mulai berubah pandangan. Senator Republik Marco Rubio akan menjawab pidato Obama dengan pidato dalam bahasa Inggris dan Spanyol.

Anak Pendatang Ilegal Antara Dua Dunia

Perubahan datang perlahan-lahan. Anak-anak di sekolah menengah di Dalton mungkin menjadi generasi pertama yang menarik keuntungan dari perubahan ini. Dua pertiga murid di sekolah ini berasal dari keluarga Latinos.

Andres, bukan nama sebenarnya, berusia 13 tahun dan duduk di kelas delapan. Orang tuanya berasal dari Meksiko dan datang ke Amerika Serikat sebelum dia lahir. Karena lahir di Amerika Serikat, Andres otomatis menjadi warganegara.

Tapi ayahnya adalah pendatang ilegal. Ia bekerja di pabrik karpet di Dalton, seperti pendatang lainnya dari Meksiko. Andres tidak merahasiakan status orang tuanya. Sambil duduk sedikit gelisah, ia berbicara terbuka tentang situasi keluarganya. ”Saya merasa seperti orang Meksiko, saya bebicara bahasanya, dan orang tua saya berasal dari sana.”

Dia tidak merasa sebagai warga Amerika Serikat. Tapi dia tahu, Amerika Serikat menawarkan peluang masa depan yang lebih baik. Andres ingin menjadi meteorolog. Ia ingin bekerja di San Fransisco, karena gaji di sana cukup baik.

Walikota Dalton, David Pennington, mengetahui masalah yang dihadapi anak-anak migran. Dia kecewa dengan politik yang dilaksanakan di Washington.

”Kami punya dua Disney-Worlds di Amerika Serikat. Yang satu ada di Orlando, yang lain ada di Washington”, kata Pennington menyindir. Baginya, tidak penting partai mana yang memerintah.

”Mereka semua percaya pada aparat pemerintah yang begitu besar”, tukasnya, ”Demokrat menghamburkan uang pajak kami, dan Republik ingin menyelesaikan semua masalah dengan hutang”.

Obama juga berulangkali mengeluh tentang kebuntuan di Washington. Sampai sekarang, ia tidak berhasil membawa Demokrat dan Republik ke satu meja untuk berunding. Tapi ada peristiwa aktual yang mungkin bisa memecah kebekuan antara kedua kubu politik itu: penembakan amuk di Newtown akhir Desember lalu, yang menewaskan 27 orang, diataranya 20 anak-anak.

Perubahan UU Kepemilikan Senjata

Beberapa kilometer di utara Dalton, antara padang rumput sabana dan rumah-rumah kayu berwarna putih, terletak lapangan menembak Camp Shooters Inc. Lokasinya dikelilingi oleh sebuah hutan kecil. Para penggemar senjata dan keluarganya bertemu secara rutin rutin di tempat ini.

Nicolas Lama, 12 tahun, sedang latihan menembak
Nicolas Lama, 12 tahun, sedang latihan menembakFoto: DW

Nicolas Lama yang berusia 12 tahun sedang mencoba sebuah pistol. Ia membidik ke sebuah papan target sejauh sepuluh meter dan menembak tepat di tengahnya. Ia sudah memegang senjata sejak berusia empat tahun. Kakeknya, Eddie Painter menepuk puncak sang cucu: ”baik sekali”.

Berbicara tentang masalah kepemilikan senjata, Painter menunjuk pada konstitusi AS: ”Untuk setiap hak, apakah itu hak mengeluarkan pendapat, hak kebebasan beragama dan hak memiliki senjata, semua ada harganya.” Selalu akan ada orang yang menyalahgunakan hak mereka, imbuh Painter.

Setelah penembakan amuk di Newtown, Presiden Obama menerangkan, sudah saatnya mengubah undang-undang kepemilikan senjata. Tapi dalam isu ini, Amerika masih terpecah.

Perekonomian yang belum pulih, masalah imigran dan sengketa hak kepemilikan senjata hanyalah beberapa dari banyak masalah yang harus ditanggapi oleh Presiden Obama. Warga di Dalton kelihatan skeptis, apakah keputusan yang diambil di Washintgon bisa memperbaiki situasi kehidupan mereka.