1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Perubahan Iklim Mengancam Kemakmuran"

Irene Hell12 November 2014

Sekitar 8000 perusahaan beraset total 24 triliun Dolar AS mendesak konferensi iklim menetapkan pajak CO2. Komitmen membayar emisi sendiri itu adalah langkah historis, kata Georg Kell, Direktur UN Global Impact kepada DW

https://p.dw.com/p/1Dll2
Symbolbild Treibhausgase Klimawandel Umweltverschmutzung
Foto: picture alliance/dpa/Patrick Pleul

Amerika Serikat dan Cina mengumumkan kesepakatan bersama untuk mengurangi emisi karbondioksida. Komitmen kedua negara adidaya tersebut bernilai historis dan diyakini akan menggandakan tekanan kepada negara lain buat menetapkan sasaran iklimnya. Saat yang bersamaan sekitar 8000 perusahaan multinasional yang berpayung di bawah UN Global Impact dan mengelola aset senilai 24 triliun Dolar ASr juga berkomitmen untuk memerangi perubahan iklim. Soal dinamika baru ini Deutsche Welle berbincang dengan Georg Kell, Direktur UN Global Compact, lembaga PBB yang berkecimpung di dunia bisnis.

DW: Dunia bisnis pun kini menyatakan perang terhadap pemanasan global. Apakah perkembangan ini berdampak positif pada perlindungan iklim?

Georg Kell: Untuk pertama kali dunia bisnis berkomitmen membayar emisi CO2 yang mereka sebabkan. Ini adalah terobosan historis, karena selama ini aktivitas lobi dari perusahaan mampu mencegah pemerintah di banyak negara maju untuk menetapkan sasaran pengurangan emisi. Kini perusahaan multinasional dan investor mendukung penetapan harga CO2 yang signifikan di seluruh dunia. Ini belum pernah ada sebelumnya. Dan perkembangan ini akan mendorong politisi dan pemerintah di seluruh dunia untuk aktif memerangi pemanasan global.

DW: Perundingan iklim sejauh ini menemui jalan buntu akibat lobi gencar perusahaan multinasional. Apakah sekarang semua itu berubah?

Saat ini ada 73 negara, termasuk Rusia dan Cina, yang sudah menandatangani pernyataan bersama untuk menetapkan sasaran pengurangan emisi CO2. 120 kepala negara, di antaranya Presiden Barack Obama dan Presiden Perancis, Francois Hollande, ikut serta pada konferensi iklim PBB September lalu. Ban Ki Moon memobilisasi 400.000 massa dalam gerak jalan demi iklim.

Tapi yang terpenting adalah bahwa sekarang 1000 perusahaan, di antaranya raksasa bisnis bernilai miliaran Dolar AS, meminta harga untuk emisi CO2 yang mereka harus bayar. Dulu hal ini mustahil.

Georg Kell
Direktur UN Global Impact, Georg Kell.Foto: DW/I. Hell

DW: Apa yang memicu perubahan sikap ini?

Badai, banjir, kekeringan dan kelangkaan air adalah faktor yang mengganggu kegiatan bisnis semua perusahaan. Kini ada semacam kekhawatiran besar. Dan risiko buat mereka kini berlipatganda. Perubahan iklim tidak baik buat bisnis.

DW: Selama berabad-abad industri minyak menjadi musuh paling berpengaruh buat energi terbarukan. Kini sejumlah perusahaan besar, termasuk Royal Dutch Shell, BP dan Statoil mendukung pemberlakuan batas emisi CO2 buat perusahaan. Apakah anda puas?

Ikut menggandeng industri minyak adalah hal yang sangat penting. Sejak hampir sepuluh tahun kita di UN Global Impact bekerjasama dengan organisasi lain untuk meyakinkan perusahaan besar bahwa keberlangsungan dan lingkungan yang mampu menopang hidup kita semua adalah hal yang baik buat dunia bisnis. Banyak perusahaan mengakui, efisiensi energi dan emisi CO2 yang rendah membantu mereka dalam persaingan dagang. Sekarang harga emisi gas rumah kaca akan sangat mahal

DW: Seberapa mahal?

Pemerintah Norwegia menetapkan pajak CO2 buat industri minyak sebesar 75 Dolar AS per ton. Norwegia saat ini menjadi contoh buat negara lain. Helge Lund, direktur perusahaan negara Statoil mengatakan, pajak CO2 dalam skala internasional harus berkisar 100 Dolar AS per ton.

DW: Cina adalah penyumbang emisi karbon terbesar. Apakah Beijing akan bersedia menelurkan komitmen iklim?

Perang demi menyelamatkan iklim bumi menawarkan kesempatan besar untuk kerjasama transnasional yang lebih erat. Cina tahun depan akan menetapkan pajak CO2. Ini akan menjadi pasar emisi dalam negeri paling besar. Terlebih Cina saat ini pun sudah menjadi investor terbesar di dunia di bidang energi terbarukan.