1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertumbuhan Ekonomi Cina Melonjak Pesat Di Tengah Krisis

16 Juli 2009

Cina, seperti halnya seluruh negara di dunia, terseret ke dalam krisis ekonomi global. Namun Republik Rakyat Cina merupakan satu-satunya negara yang perekonomiannya masih tumbuh.

https://p.dw.com/p/Ir1a
Foto: AP

Dinas Statistik Cina mencatat, di kuartal kedua tahun 2009 pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu itu meningkat menjadi 7,9 persen dibandingkan dari tahun sebelumnya. Bila dibandingkan dengan kuartal pertama 2009, terjadi peningkatan 1,8 persen.

Baru-baru ini, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia mengoreksi grafik prognosa pertumbuhan ekonomi 2009 dengan peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Cina diperkirakan akan mencapai hingga delapan persen.

Meski pun demikian, pemimpin Dinas Statistik Cina Li Xiaochao memperkirakan, "Kami melihat, terdapat kebutuhan yang tinggi terhadap lapangan kerja, akibat krisis keuangan. Walau pun perekonomian kami mulai pulih, masih banyak yang harus dikerjakan, sebelum kebutuhan itu dapat terpenuhi. Seperti sebelumnya, kami merasakan tekanan tinggi.“

Situasi di bagian barat Cina hingga kini masih mengalami ketegangan. Lebih dari dua juta buruh perantauan mencari kerja di bagian lain negara itu. Menurut Dinas Statistik Cina, produksi industri meningkat menjadi hampir 11 persen.

Pemerintah di Beijing menyatakan, dibandingkan dengan tahun lalu, sebagian besar bank melipatgandakan pemberian kreditnya di semester pertama tahun 2009. Kepala Dinas Statistik Cina Li menekankan, hampir tidak ada investasi untuk jaringan sosial.

Kekhawatiran terhadap penyakit dan usia lanjut merupakan masalah inti di Cina, demikian diungkapkan ekonomi Shanghai Tom Doctoroff. Katanya, "Reformasi semacam itu sulit dilakukan, Dan jika melihat program rangsangan ekonomi pemerintah Cina, semuanya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur, kereta api dan proyek konstruksi. Tidak ada yang dialirkan untuk jasa layanan dan tidak memudahkan akses perusahaan kecil terhadap modal. Itu merupakan tantangan struktural jangka panjang yang besar bagi Cina bagi perubahan dari investasi dan ekspor menjadi konsumsi.“

Pertanyaannya adalah apakah dalam jangka panjang program rangsangan ekonomi pemerintah Cina dapat menutupi defisit ekspor yang runtuh. Juni lalu, kecepatan penurunan ekspor memang melambat. Di bulan Juni 2008 terdapat defisit ekspor hingga 21 persen. Meski, anggota dari sebagian besar kalangan perusahaan menengah Kamar Dagang Jerman di Shanghai mencatat neraca positif. Perusahaan besar pun bersikap optimis.

Direktur Siemens di Cina Richard Hausmann akhir Mei lalu mengatakan, "Saya cukup puas. Semua yang berhubungan dengan industri ekspor memang saat ini berjalan sulit. Misalnya tidak membangun begitu banyak pabrik. Di sisi lain, teknologi medis berjalan lancar. Saat ini ada isyarat mengenai pembangunan jalur kereta api bawah tanah di Beijing sepanjang 300 km. Kami menyimpulkan, di bidang itu terdapat peluang."

Sementara itu Kamar Dagang Eropa dalam laporan terakhirnya menyatakan bahwa nasionalisme perdagangan di Cina merupakan hal yang patut diperhatikan.

Pemimpin Kamar Dagang Uni Eropa Jörg Wuttke menjelaskan, "Cina lebih berarti bagi Eropa saat ini daripada sebelum krisis. Karena pertumbuhan ekonomi Cina lebih baik daripada Eropa. Yang kedua, kami ingin sekali lebih terlibat, tapi punya kesulitan. Pembicaraan telepon Kanselir Merkel dan Perdana Menteri Wen sangat membantu. Setelahnya, Wen mengeluarkan pernyataan kuat. Investasi Jerman atau Eropa di Cina akan dianggap sebagai produk Cina. Hanya, industri Eropa telah mendengar banyak dan pernyataan ini harus diwujudkan ke dalam tindakan.“

Astrid Freyeisen/Luky Setyarini

Editor: Asril Ridwan