1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertempuran Sekitar Kota Duma Berlanjut

8 Februari 2012

Pertempuran antara tentara pemerintah Suriah dan Tentara Pembebasan Suriah terus berkobar. Namun rezim di Damaskus berusaha menutupinya.

https://p.dw.com/p/13z6m
Tank militer yang dihancurkan pemberontak.Foto: dapd

Kota Duma, yang terletak hanya sekitar 10 kilometer di barat laut ibukota Damaskus, akhir bulan Januari lalu, untuk sementara berhasil dikuasai milisi Tentara Pembebasan Suriah. Tapi kemudian tentara pemerintah Suriah berhasil merebut kembali ibukota provinsi Riif Dimashq yang berpenduduk 120.000 jiwa itu.

Syrien Demonstration Freie Syrische Armee Soldaten in Khalidieh bei Homs Flagge
Para desertir Tentara Pembebasan Suriah.Foto: dapd

Bekas pertempuran masih tersisa dimana-mana. Juga di rumah sakit milik negara di Duma. Direktur rumah sakit, Dr. Abdullah Assali menerima kunjungan reporter DW dengan ramah dan menegaskan: “Saya tidak berbicara mengenai Tentara Pembebasan Suriah, melainkan kelompok bersenjata“.

Kelompok bersenjata adalah istilah resmi yang digunakan pimpinan rezim di Damaskus. Yang digolongkan kelompok bersenjata antara lain, penjahat biasa, tentara yang desersi dan kelompok ekstrimis religius, yang kebanyakan datang dari luar negeri, seperti dari Libya, Irak, Pakistan atau Afghanistan.

Direkayasa seolah tenang

Direktur rumah sakit Duma, Dr.Assali tetap berpegang pada aturan resmi itu. Kepada para reporter yang menjadi tamunya, ia melaporkan, sejak pecahnya pemberontakan di Suriah, Maret tahun lalu hingga kini, rumah sakitnya hanya menerima 20 korban tewas, warga sipil dan aparat keamanan. Tiga rumah sakit swasta di Duma diperkirakan menerima korban tewas lebih banyak. Assali memperkirakan jumlah seluruhnya 80 korban tewas.

Syrien Unruhen Proteste Präsident Bashar al Assad Plakat Füße
Pemrotes di Duma injak potret president Bashar al Assad.Foto: picture alliance/abaca

Namun ia menambahkan : “Situasi di kota kembali tenang, setelah kelompok bersenjata dapat diusir. Siapa yang menduga lain, itu gara-gara desas-desus dari Al Arabiya atau Al Jazeera. Kedua stasiun penyiaran itu bahkan meyakini, tank-tank ditempatkan di Duma. Tapi sebagai pimpinan rumah sakit milik negara di Duma, saya dapat menjamin, semuanya tenang.“

Memang di jalan raya utama di mana rumah sakit itu berlokasi, semua kelihatan tenang. Juga orang asing jangan harap bisa berdialog dengan warga. Jika berbicara mengenai situasi rusuh, sementara wartawan didampingi petugas kementrian informasi, tiba-tiba semua warga akan menyatakan situasi tenang.

Warga Duma muak

Jika hendak mengetahui situasi sebenarnya di Duma, wartawan harus berbicara dengan warga yang melarikan diri dari ibukota provinsi itu ke Damaskus.

Seorang warga Duma yang melarikan diri Ke Damaskus dan minta identitasnya dirahasiakan menuturkan : “Jumlah korban tewas jauh lebih tinggi. Juga perlawanan terhadap rezim di Damaskus tidak dilakukan oleh pihak luar negeri, kelompok ekstrim religius atau penjahat, itu bohong. Semua orang di Duma sudah muak dengan korupsi dan pengangguran serta sikap abai selama bertahun-tahun dari pemerintah. Satu-satunya solusi adalah rezim harus lengser, setelah mereka melancarkan kekerasan dan semua kebohongan.“

Damaskus juga diserang

Damaskus juga berulangkali menjadi sasaran serangan. Walaupun demikian, di ibukota Suriah itu nyaris tidak terasa kondisi mirip perang saudara, seperti yang terjadi di bagian lain negara itu. Tidak ada yang mengetahui, apakah situasi di Damaskus akan tetap begitu di hari-hari mendatang.

Gewalt in Syrien Damaskus
Serangan juga dilancarkan ke Damaskus.Foto: dapd

Namun betapa gawatnya situasi, terlihat dari pos-pos pemeriksaan militer serta barikade dan tumpukan karung pasir yang dilengkapi senjata berat, di jalanan utama dari Damaskus ke Duma. Tentara pemerintah juga melancarkan patroli rutin. Pimpinan di Damaskus juga ketakutan, perlawanan yang dilancarkan kelompok warga bersenjata, tidak peduli apa julukannya, suatu saat nanti akan berhasil melindas kekuasaan di rezim.

Björn Blaschke/Agus Setiawan

Editor : Edith Koesoemawiria