1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertamina Akui Sebabkan Bencana Minyak di Teluk Balikpapan

5 April 2018

Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan diakui berasal dari salah satu pipa minyak milik Pertamina yang terputus. Kini perusahaan pelat merah itu diminta bertanggungjawab atas bencana lingkungan tersebut.

https://p.dw.com/p/2vWBA
Indonesien Ölteppich in Borneo
Foto: Getty Images/AFP/Aridjwana

Setelah sempat membantah, Pertamina akhirnya mengakui tumpahan minyak di Teluk Balikpapan berasal dari pipa yang bocor di salah satu kilang minyaknya. Hal tersebut diungkapkan Manager Unit Pengolahan Minyak RU V Balikpapan, Togar MP.

Pertamina sebelumnya mengklaim telah menguji sampel minyak dan menemukan jenis minyak yang tumpah bukan berasal dari kilang, melainkan bahan bakar kapal laut. "Kami uji sampel dari minyak tumpahan saja. Sebelumnya kami belum mengetahui adanya pipa yang terputus," kata Togar seperti dilansir Kompas.

Togar memastikan minyak yang tumpah bukan bahan bakar kapal. "Iya itu minyak mentah milik Pertamina," ujarnya.

Pipa yang bocor berada di kedalaman 25 meter dan memiliki diameter 20 inchi. Saat ini Pertamina dan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur sedang menyelidiki penyebab kebocoran pipa.

Baca: Siapa yang Bertanggungjawab Atas Tumpahan Minyak Balikpapan?

Sementara itu bencana lingkungan di Teluk Balikpapan kian parah. Sejumlah LSM lingkungan di Kaltim bereaksi dengan membentuk Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak Balikpapan (KMPTN). "Kami akan membuat laporan atau gugatan dengan skema class action atau legal standing atas dugaan kejahatan pencemaran lingkungan,” kata Hamsuri dari Forum Peduli Teluk Balikpapan (FPTB) kepada Mongabay.

Saat ini tumpahan minyak Pertamina telah mencemari area seluas 7.000 hektar. Selain menewaskan lima orang, bencana itu juga merusak kawasan hutan mangrove dan mengancam biota laut.

Tim gabungan yang bertugas membersihkan tumpahan minyak menyebutkan ekosistem mangrove yang terkena dampak pencemaran mencapai 34 hektar di Kelurahan Kariangau, berupa sekitar 8.000 pohon dan bibit mangrove. Warga di kawasan pesisir juga mengeluhkan mual dan sakit kepala akibat bau minyak yang menyengat.

rzn/hp (kompas, mongabay)