1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perkembangan di Korea Utara Diawasi Negara Tetangga

28 September 2010

Perkembangan politik di Korea Utara diamati dengan seksama oleh negara-negara kawasan Asia Timur, termasuk Korea Selatan, Cina dan Jepang.

https://p.dw.com/p/POuP
Foto pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il yang dikeluarkan kantor berita Cina Xinhua, 30 Maret 2010Foto: AP

Selasa (28/09), Presiden Korea Utara Kim Jong-Il mengangkat putra bungsunya Kim Jong-un sebagai jendral berbintang empat. Menurut para pakar, ini merupakan isyarat jelas bahwa Kim Jong-un dipersiapkan untuk menggantikan ayahnya sebagai pemimpin tertinggi Korea Utara.

"Tidak diragukan lagi bahwa pemberian status sebagai jendral bintang empat kepada Kim Jong-Un menunjukkan niat yang sangat jelas," demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Jepang Seiji Maehara. Ia menambahkan bahwa Jepang akan mengamati dengan seksama jika ada perubahan dalam struktur kekuasaan Korea Utara. Jepang berkepentingan mengikuti perkembangan di Korea Utara, mengingat Jepang sejak semula sangat kritis terhadap program atom Korea Utara. Hal lain yang mengeruhkan hubungan kedua negara adalah penculikan warga Jepang oleh Korea Utara di tahun 70an dan 80an untuk dilatih menjadi mata-mata.

Tahun 2005, Korea Utara setuju untuk menghentikan program nuklirnya. Sebagai gantinya, Korea Utara menerima barang bantuan dan jaminan keamanan. Tapi kesepakatan ini dibatalkan karena tahun 2009 lalu Korea Utara meninggalkan meja perundingan dan melanjutkan tes nuklirnya.

Menteri Luar Negeri Jepang Maehara mengatakan, perubahan di tampuk kekuasaan Pyongyang tidak berarti bahwa ini membawa terobosan dalam perundingan dengan Korea Utara yang mandeg.

Sementara pakar Korea Selatan berpendapat bahwa putra bungsu Kim Jong-il masih terlalu muda dan kurang berpengalaman. Sampai saat ini, identitas dan keberadaan Kim Jong-un masih diselimuti rahasia. Ia diperkirakan berusia 27 atau 28 tahun, mengecap pendidikan di Swiss dan akademi militer Korea Utara. Menurut Andrei Lankov dari Universitas Kookmin, pengangkatan Kim Jong-un mengikuti proses suksesi 30 tahun lalu, saat Kim Jong-il ditetapkan sebagai pengganti ayahnya. Bedanya kali ini, demikian para pakar, proses penunjukkan pemimpin baru Korea Utara kali ini tampak tergesa-gesa.

Para pakar menduga, alasannya adalah kondisi kesehatan Kim Jong-il yang makin memburuk. Pemimpin Korea Utara yang berusia 68 tahun ini menderita stroke tahun 2008. Kekuatiran terbesar di negara tetangga Korea Utara adalah bahwa terjadi vakum kekuasaan jika Kim Jong-il tiba-tiba mangkat. Ketidakjelasan politik dapat memicu gelombang pengungsi besar-besaran atau bahkan perang intern untuk memperebutkan kekuasaan di Korea Utara. Dan ini berimbas langsung pada ekonomi Cina, Korea Selatan dan Jepang.

Untuk mengantisipasi kemungkinan suksesi yang cepat, Kim Jong-il mengupayakan agar sejumlah anggota keluarganya menduduki posisi militer, antara lain saudara perempuannya dan iparnya Jang Song-Thaek. Merekalah yang nantinya dapat bertindak sebagai pendamping Kim Jong-un dan memperlancar proses suksesi.

Kongres Partai Korea Utara diduga hanya berlangsung sehari, mengingat kondisi kesehatan Kim Jong-il. Kongres terbesar dalam tiga dasawarsa ini digelar di tengah-tengah spekulasi negara kawasan itu bahwa Korea Utara siap untuk kembali ke meja perundingan terkait program atomnya. Sebelumnya, Korea Utara berjanji menghentikan riset dan program atomnya yang ditukar dengan bantuan ekonomi.

Situasi ekonomi Korea Utara makin mengenaskan. Karena itu kunjungan Kim Jong-il ke Cina diperkirakan merupakan upaya untuk memperoleh dukungan ekonomi dari satu-satunya sekutu Korea Utara di kawasan Asia ini. Cina merupakan tuan rumah perundingan enam pihak yang membahas program nuklir Korea Utara. Selain Cina dan kedua Korea, perundingan ini diikuti oleh Jepang, Rusia dan Amerika Serikat.

afp/ap/rtr/ZER/YF