1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perempuan Indonesia dengan Mission Impossible

Andy Budiman8 Februari 2013

Seorang perempuan Indonesia mengemban tugas penting: menegakkan hak asasi manusia di negara muslim dunia. Siti Ruhaini Dzuhayatin adalah perempuan Indonesia yang kini memimpin Komisi HAM Organisasi Konferensi Islam.

https://p.dw.com/p/17anU
Foto: Getty Images

Hak asasi manusia dan Islam adalah tema besar yang menjadi kontroversi dunia hari-hari belakangan ini.

Di Arab Saudi perempuan dibatasi: mereka tidak boleh keluar rumah sendirian. Bahkan negara memfasilitasi pembatasan dengan menyediakan sistem yang secara otomatis akan mengirimkan pesan lewat SMS kepada suami, jika istri mereka bepergian ke luar negeri. Pembatasan lain: mengemudi adalah pelanggaran hukum bagi perempuan di sana.

Di Pakistan, seorang gadis kecil yakni Malala Yousafzai ditembak Taliban karena memperjuangkan hak pendidikan bagi anak perempuan. Di Irak dan banyak tempat lain, kaum Syiah dibunuh. Persekusi atas kaum minoritas seperti Ahmadiyah juga menjadi masalah serius di Indonesia.

Seorang perempuan Indonesia kini diberi tanggungjawab menangani masalah itu. Siti Ruhaini Dzuhayatin, 50 th, ditunjuk menjadi Ketua Komisi Independen Permanen Hak Asasi Manusia yang baru dibentuk Organisasi Konferensi Islam OKI. Dia adalah akademisi asal Yogyakarta yang banyak menggeluti isu Islam dan hak asasi manusia.

Kepada Deutsche Welle Ruhaini menyebut Timur Tengah dan sebagian Afrika masih enggan menerima gagasan bahwa nilai Islam selaras dengan hak asasi manusia. “Indonesia dan Turki paling progresif“ kata dia menggambarkan peta sikap di dalam Komisi HAM OKI.

Deutsche Welle
Apakah anda merasa ini mission impossible?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Awalnya begitu. Saya sangat skeptis, apa betul OKI serius. Mungkin ini bisa dikatakan mission impossible, tapi saya akan mengerjakan apa yang bisa saya lakukan. Apalagi saya lebih punya background HAM dibanding Komisioner lain. Saya ingin membagi pengalaman Indonesia dalam isu hak asasi manusia. Saya ingin Indonesia menjadi contoh bagi negara Muslim lain.

Deutsche Welle
Apakah Indonesia menjadi referensi dalam soal HAM di dunia Islam?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Ya, mereka misalnya menganggap Undang-Undang Perkawinan Indonesia sudah sangat maju. Terutama terkait pembagian hak harta gono-gini bagi perempuan, serta hak perempuan untuk minta cerai, yang di banyak negara muslim lain dianggap tabu. Kepada mereka, saya beri contoh bahkan perempuan bisa menjadi ketua pengadilan agama di Indonesia. Mereka heran, kok bisa?

Deutsche Welle
Bisa anda ceritakan bagaimana suasana di dalam komisi saat membahas isu Islam dan HAM?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Dalam pertemuan awal kami berdebat sangat panjang. Beberapa Komisioner ingin komisi ini bekerja di bawah prinsip dasar Islam. Mereka beralasan tidak semua artikel dalam deklarasi universal hak asasi manusia sesuai dengan ajaran Islam. Awalnya jumlah Komisioner yang ingin agar lembaga ini bekerja di bawah prinsip Islam sama besar dengan Komisioner yang ingin menggunakan dasar deklarasi universal HAM. Ketika pembicaraan mengalami kebuntuan, saya bilang: sebagai anggota Komisi, pertama-tama kita semua harus meyakini bahwa Islam sesuai dengan prinsip HAM. Kalau tidak untuk apa lembaga ini dibentuk? Lalu saya mengajukan jalan tengah bahwa secara prinsip tidak ada pertentangan antara Islam dengan HAM. Hanya implementasinya yang mungkin berbeda.

Deutsche Welle
Maksudnya seperti apa?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Misalnya isu kesetaraan pendidikan. Arab Saudi dan banyak negara Timur Tengah menerapkan segregasi atau pemisahan siswa laki dengan perempuan di dalam kelas. Komisioner Arab Saudi mempertanyakan: haruskah kesetaraan diartikan dengan mencampurkan murid laki-laki dan perempuan? Kami akhirnya mengambil jalan tengah: segregasi bisa diterima, tapi dengan syarat bahwa kesempatan dan akses atas materi pendidikan harus sama, antara murid laki-laki dengan perempuan. Jadi secara substansial tidak ada diskriminasi.

Deutsche Welle
Negara mana yang enggan menerima ide kompatibilitas HAM dengan Islam?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Terutama Timur Tengah dan sebagian Afrika. Tapi saya meyakinkan mereka untuk menerima jalan tengah. Saya bilang kita harus mencapai kesepakatan sebelum bicara ke luar.  Masih ada beberapa Komisioner yang enggan dengan keputusan itu. Perdebatannya memang sangat keras, sampai ada ungkapan: apakah kita (dunia Islam-red) harus menyerah pada definisi-definisi sekuler dan barat tentang hak asasi manusia?

Deutsche Welle
Bagaimana cara anda meyakinkan mereka terkait isu-isu sensitif seperti ini?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Dalam perdebatan saya selalu mempergunakan contoh Indonesia. Kalau Timur Tengah menganggap bahwa dalam pandangan masyarakat mereka itu dianggap bertentangan dengan Islam, maka saya bilang: kok di Indonesia yang juga berpenduduk muslim bisa ya?

Deutsche Welle
Bagaimana dengan soal memukul perempuan, yang di banyak negara anggota OKI masih dibenarkan?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Ini memang masalah serius. Kini kami sedang mengumpulkan tafsir soal itu, karena  tidak semua ulama setuju bahwa memukul adalah cara suami untuk mendidik istri. Arab Saudi dan negara Timur Tengah mengakui bahwa itu banyak terjadi di tempat mereka. Kami berpesan agar mereka lebih memperhatikan isu kekerasan dalam rumah tangga, dan ternyata itu direspon. Tahun ini Arab Saudi akan membuat Pusat Pemberantasan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Deutsche Welle
Bisa anda ceritakan bagaimana pandangan para Komisioner dalam isu HAM?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Indonesia dan Turki sangat progresif. Afghanistan cukup bagus. Malaysia lumayan kecuali dalam isu minoritas. Komisioner Timur Tengah sering merasa lebih mewakili pandangan Islam. Dalam beberapa isu, Asia dan Afrika berkoalisi menghadapi hegemoni Timur Tengah. Sementara Komisioner asal Iran sangat politis karena dia adalah duta besar. Dia sering berdebat dengan Komisioner Arab Saudi. Namun pada umumnya, para Komisioner cukup progresif. Masalahnya mereka harus mewakili masyarakat yang konservatif.

Deutsche Welle
Apakah anda tidak melihat sesuatu yang ganjil: para komisioner yang progresif ini mewakili masyarakat konservatif?

Siti Ruhaini Dzuhayatin
Kadang-kadang saya berpikir: jangan-jangan kami ini hanya pajangan. Tapi kita bisa melihatnya dengan cara lain: Arab Saudi kini terbelah antara yang konservatif dengan yang menginginkan reformasi termasuk Raja Abdullah bin Abdul Aziz. Tapi masalahnya, otoritas ulama (konservatif-red) sebanding dengan otoritas Raja. Bisa jadi komisi OKI ini menjadi harapan bagi (kelompok reformis-red) Arab Saudi untuk mendorong modernisasi di negeri mereka. Karena itu, kami butuh dukungan kelompok reformis di negara-negara anggota OKI.