1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perebutan Kekuasaan di Kongo Semakin Meruncing

20 Desember 2011

Perseteruan Presiden Joseph Kabila dan pimpinan oposisi Etienne Tshisekedi setelah pemilihan presiden semakin memanas. Tshisekedi menganggap hasil pemilu sebagai tidak sah dan akan mengangkat dirinya sebagai presiden.

https://p.dw.com/p/13W6g
Etienne Tshisekedi dan Joseph KabilaFoto: picture alliance/dpa/DW-Fotomontage

Bentrokan yang dikhawatirkan tidak terjadi. Tapi atmosfir di Kongo semakin panas. Hari Minggu (18/12), pimpinan oposisi Etienne Tshisekedi mengumumkan, ia adalah presiden yang dipilih rakyat dan akan diambil sumpahnya Jumat mendatang (23/12) di Kinshasa. Dalam konferensi pers pertamanya setelah pengumuman hasil pemilu oleh Pengadilan Tertinggi, ia menuntut militer untuk mematuhi perintahnya. "Tentara militer Kongo, kalian semua mengikuti jalannya pemilu 28 November dan kalian tahu keinginan rakyat yang independen. Saya meminta agar kalian mengikuti otoritas legitim yang dipilih oleh rakyat."

Tshisekedi juga menawarkan hadiah uang bagi penangkapan Joseph Kabila. Situasi yang tegang memicu kemungkinan terjadinya bentrokan keras antara kedua kubu. Sejak kampanye pemilu dimulai, setidaknya 23 orang tewas dalan berbagai insiden yang berbeda. Walau Tshisekedi meminta pendukungnya untuk tenang, partainya 'Serikat bagi Demokrasi dan Kemajuan Sosial' merencanakan demonstrasi besar-besaran pekan ini.

Sementara itu, Aubin Minaku, sekjen koalisi beberapa partai yang mendukung pemilihan kembali Kabila, berkomentar secara kritis tentang rencana Tshisekedi. "Tshisekedi mengikuti logika seorang penjahat. Logika seseorang yang tidak mengikuti norma yang ada. Di seluruh dunia, jika ada yang menghasut kejahatan internasional, maka negara dan mahkamah kejahatan internasional, wajib bereaksi dengan keras. Walaupun yang bersangkutan adalah seorang kandidat presiden."

Persiapan pemilu yang kacau dan kecurangan yang terjadi, tidak memicu reaksi dari dunia internasional. Dennis Tull dari SWB, yayasan ilmu pengetahuan dan politik di Berlin, meyakini bahwa dunia tidak mendapat informasi yang mencukupi tentang kecurangan pemilu di Kongo. "Ditambah lagi, Tshisekedi dianggap banyak diplomat barat bukan sebagai alternatif yang atraktif untuk menggantikan Kabila. Sikapnya aneh, dan banyak pernyataannya yang tidak bisa digunakan untuk menarik simpati para negara donor. Walau Kabila tentu juga tidak populer di dunia internasional."

Tshisekedi kini berusia 79 tahun dan dianggap sebagai simbol tokoh perlawanan diktator Mobutu yang selama berpuluh-puluh tahun berkuasa di Kongo. Ia khususnya dicintai oleh kalangan miskin warga Kongo. Menurut hasil perhitungan resmi, Tshisekedi memperoleh 32 persen suara dari 19 juta warga yang turut memilih. Pemilu bulan November lalu, adalah pemilihan demokratis kedua di Kongo. Pemilu pertama diorganisir oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mendapat perhatian besar dunia internasional.

Lina Hoffmann / Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Agus Setiawan