1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perdebatan Masalah Target Iklim Uni Eropa

1 April 2010

Kekecewaan akan hasil KTT Iklim di Kopenhagen Desember lalu masih terasa. Terutama negara-negara industri diharapkan mencanangkan penurunan emisi CO 2 yang ambisius. Juga di Uni Eropa hal ini menyulut perdebatan baru.

https://p.dw.com/p/Ml3Q
Kepala Sekretariat Iklim PBB Yvo de Boer saat memberikan konferensi pers di New DelhiFoto: AP

20, 20,20 itulah rumus perlindungan iklim Uni Eropa yang berlaku. Penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 20 persen dibanding tahun 1990. Pemakain 20 persen energi dari energi terbarukan. Dan 20 persen penghematan energi melalui efisiensi energi. Semua ini harus tercapai hingga tahun 2020. Tapi sasaran ambisius pada kertas pionir politik iklim Uni Eropa itu, pada prakteknya jauh dari kenyataan. Ketua Sekretariat Iklim PBB yang mengundurkan diri Yvo de Boer mengatakan

"Sasaran reduksi 20 persen tidak begitu berambisi. Mengapa begitu? Karena Komisi Eropa sendiri mengatakan, bahwa mengurangi emisi gas rumah kaca minus 20 persen, dapat dicapai tanpa upaya besar. Saya pikir sasaran mengurangi emisi sebesar 30 persen adalah sasaran politik yang berambisi. Dan saya harap Uni Eropa dapat segera menjabarkan sasaran ini. Tepatnya bagaimana mereka akan mencapainya."

Sejauh ini banyak kepala negara dan pemerintahan ke-27 negara Uni Eropa memprotesnya. Reduksi emisi sebanyak 30 persen hanya akan dicanangkan bila Amerika Serikat, Cina dan negara ambang industri lainnya menyodorkan pula sasaran yang ambisius. Demikian pendapat mayoritas yang terutama terdengar keras dari Jerman dan negara anggota dari Eropa Timur.

Tapi Cina menolak dan bersikeras bahwa Uni Eropa harus mendahului dengan sasaran perlindungan iklim yang ambisius. Sasaran reduksi pelepasan emisi 20 persen terlalu rendah. Jika Uni Eropa mempertahankannya, berarti mengambil risiko gagalnya perundingan iklim PBB berikutnya. Demikian pendapat mediator iklim Cina.

Persiapan perundingan iklim PBB berikutnya akan digelar di Bonn, 9 hingga11 April mendatang. 42 negara industri sudah mengirimkan rencana penghematan CO 2 kepada sekretariat iklim PBB. Demikian pula 32 negara berkembang. Tapi belum ada tanda-tanda kompromi dan pembiayaan rencana aksi penghematan negara berkembang masih belum jelas. Oleh sebab itu sejumlah negara Uni Eropa mengusulkan agar proses perundingan iklim PBB sebagian dilakukan paralel dalam perundingan kelompok G-20. Sebelum konferensi Kopenhagen, langkah itu dianggap tabu.

Masalah lainnya, hutang negara anggota Uni Eropa akibat krisis keuangan dapat menghalangi bantuan yang disalurkan untuk pembangunan energi angin dan matahari, pemanasan geotermal, dan biomassa. Di Brussel, Komisaris Energi Eropa yang baru Günther Oettinger memang tetap ingin menanamkan investasi di bidang teknologi masa depan dan infrastruktur energi, sebagai strategi perkembangan baru Uni Eropa 2020. Tapi rencana ini diragukan ke-27 menteri keuangan Uni Eropa. Tambahan pengeluaran di bidang penelitian kurang menguntungkan.

Meski demikian paling tidak sampai tahun 2020, rencana energi terbarukan Uni Eropa masih tetap berjalan. Negara-negara seperti Jerman dan Spanyol bahkan dapat melebihi target. Italia, Belgia dan Luksemburg sebaliknya telah mengumumkan harus membeli tambahan listrik yang ramah lingkungan. Tapi jika biaya penelitian sekarang macet, pengembangan setelah tahun 2020 juga akan terhenti.

Juga sasaran ketiga yakni upaya meningkatkan efisiensi energi di negara anggota Uni Eropa, sampai tahun 2020 sebesar 20 persen mengalami kesulitan. Yang bisa dicapai mungkin hanya 50 persen dari yang ditargetkan.

Richard Fuchs / Dyan Kostermans

Editor Hendra Pasuhuk