1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perbedaan Kepentingan Panaskan Konferensi Iklim

9 Desember 2009

Meski pada awalnya optimistis akan kemungkinan tercapainya kesepakatan memperlambat pemanasan global, para negosiator masih bersikukuh atas posisi mereka.

https://p.dw.com/p/KyA3
Aksi demo warnai pula Konferensi IklimFoto: AP

Negara.-negara maju dan negara-negara berkembang memanggul tanggung jawab berbeda, tandas ketua juru runding Cina Su Wei dalam Konferensi Iklim Internasional, yang tengah berlangsung di ibukota Denmark, Kopenhagen. Cina mengritik tajam sasaran perlindungan iklim dari Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang.

Su Wei mengatakan, negara-negara industri seharusnya mengakui tanggung jawab sejarahnya bagi perubahan iklim. Mereka seharusnya menurunkan emisi gas rumah kacanya dalam jumlah besar. Su Wei terutama mengecam emisi gas rumah kaca AS yang terus meningkat, walaupun negara itu sudah tergolong negara industri sepenuhnya. Sementara negara-negara ambang industri seperti Cina, emisi gas rumah kacanya meningkat, karena mula-mula harus meningkatkan terlebih dulu standar kehidupan rakyatnya.

Menjawab sorotan internasional yang mengarah ke negeri Paman Sam itu, Presiden AS Barack Obama sudah terlebih dulu mengambil ancang-ancang agar bisa melaksanakan pembatasan emisi gas tanpa menunggu persetujuan Kongres. Pasalnya, EPA sudah menyatakan bahwa emisi gas berbahaya bagi kesehatan.

Ketua Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang perubahan iklim, UNFCCC, Yvo de Boer merespon: “Ketetapan EPA itu bisa dianggap sebagai jaminan. Bila gagal di Kongres AS, maka kebijakan itu tetap bisa dijalankan. Ini meningkatkan rasa kepercayaan semuanya.”

Harapan itu pula yang ditunggu oleh kalangan aktivis lingkungan. Martin Kaiser dari LSM Greenpeace mengungkapkan: “Kami mengharapkan dari Presiden Obama di Kopenhagen, ia meningkatkan target pengurangan emisinya dan dengan itu baru dimungkinkan tercapainya kesepakatan bersejarah.”

Meski AS yang mendapat sorotan paling tajam, negara-negara maju lainpun tak luput dari desakan.

Di hari kedua konferensi, Selasa (08/12), perbedaan kelompok antara negara maju dan berkembang semakin mengemuka, ketika sebuah naskah berbahasa Denmark dibagikan oleh kantor perdana menteri kepada kalangan terbatas delegasi yang hadir. Antara lain isinya terdapat tenggat waktu kontroversial dari negara berkembang dalam pengurangan emisi serta dukungan finansial yang diprioritaskan pada negara paling miskin dan rentan ketimbang negara berkembang.

Serta merta duta besar Sudan untuk PBB Lumumba Stanislaus Di Aping menuding Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen, yang merupakan tuan rumah pertemuan akbar tersebut, main belakang. Negara-negara berkembang mengecam naskah yang dianggap hanya akan menguntungkan negara maju itu, dengan menyebut bahwa hal ini akan membuat negara-negara miskin terjebak dalam jurang kemiskinan permanen.

Negara-negara berkembang, yang beberapa diantaranya merupakan penyumbang polusi besar, menolak bergerak, kecuali negara-negara kaya memotong emisi mereka 40 persen hingga tahun 2020. Sementara negara-negara kaya kini berada dalam tekanan untuk mengucurkan dana 10 milyar Dollar AS per tahun dari 2010 hingga 2012 untuk mentransfer teknologi anti pemanasan global dan mengirim pakar mereka ke negara miskin.

AP/EK/dpa/afp