1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

240111 Reax Palestinian Papers

25 Januari 2011

Stasiun televisi Al Jazeera mempublikasikan dokumen kontroversial dalam negosiasi Timur Tengah tahun 2008. Dokumen itu menunjukkan tawaran pihak Palestina dengan konsesi yang jauh lebih besar dari yang diketahui publik.

https://p.dw.com/p/102UM
Kepala juru runding Palestina Saeb ErekatFoto: picture alliance/dpa

Menanggapi dokumen dokumen perjanjian damai yang dipublikasikan siaran televisi Arab Al Jazeera, seorangg anggota dewan pemimpin otonomi Palestina mengatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut merupakan seikat kebohongan yang hanya separuhnya benar. Ia mengatakan, sebagian dari dokumen tersebut merupakan hasil rekayasa.

Kepala juru runding Palestina Saeb Erekat mengatakan tujuan dipublikasikannya dokumen-dokumen tersebut tak lain adalah untuk menghasut rakyat Palestina melawan otoritas Palestina. Erekat membela diri dari tudingan Al Jazeera bahwa ia mengabaikan kepentingan nasional Palestina ketika mengajukan usulan kompromi dalam pembagian wilayah untuk pertukaran lahan di Israel.

Erakat menerangkan, "Pertukaran tanah itu telah dibahas di Camp David semasa Yasser Arafat menjabat presiden. Tidak ada yang rahasia. Seluruh kawasan pemukiman, termasuk di Yerusalem merupakan 1,2% dari wilayah yang diduduki. Perdana menteri Israel ketika itu, Ehud Olmert, telah menunjukkan sebuah peta di mana 6,5% dari wilayah yang diduduki terdiri dari pemukiman, diantaranya 5.8%, berada di wilayah Israel. Disamping itu 0,7% merupakan rute aman antara Jalur Gaza dan Tepi Barat yang akan diberikan pada kami. Jadi, 100 persen wilayah di Tepi Barat , Yerusalem dan Gaza akan dikembalikan pada kami. Kamii menyodorkan sebuah peta dengan 1.9% wilayah sebagai proposal terakhir."

Erekat membantah, bahwa pada tahun 2008 selama perundingan dengan pemerintahan Olmert, hampir semua pemukiman Yahudi di Yerusalem Timur akan diberikan pada Israel. Dari dokumen yang diterbitkan sebelumnya, jelas bahwa otoritas PAlestina bersedia mengakui Israel sebagai negara bangsa Yahudi.

Dokumen-dokumen tersebut menyebabkan pemerintah otonomi yang didominasi oleh Fatah berada di bawah tekanan politik dalam negeri. Terutama sejak Hamas, yang menguasai jalur Gaza, mengkritik terus menerus politik negosiasi Mahmoud Abbas.

Pemimpin Hamas di Libanon, Osama Hamdan, mengatakan pada Al Jazeera dalam siaran televisi, "Para juru runding tidak menegosiasikan hak-hak Palestina. Mereka memang telah bernegosiasi tentang apa yang bisa diterima oleh Israel dan apa yang didukung Amerika tetapi bukan harapan warga Palestina. Saya yakin itu intinya dan mengapa mereka mengkhianati rakyatnya sendiri."

Dokumen yang dipublikasi oleh Al Jazeera terdiri dari sekitar 1.700 dokumen rahasia, termasuk catatan, surat elektronik, peta, hasil pertemuan tidak resmi, antara pihak Israel dan Palestina dari tahun 1999 dan 2010. Semua itu merupakan cerminan keputusaasaan yang tumbuh dalam otorita Palestina akibat tidak adanya hasil dari perundingan dengan Israel.

Dalam siaran radio Israel, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Liberman menilai dipublikasikannya dokumen tersebut merupakan bukti bahwa perjanjian damai dengan Palestina tidak mungkin terjadi. "Saya pikir, dokumen-dokumen tersebut membuktikan, bahwa pemerintahan di bawah Olmert dan Zippi Livni tidak berhasil dalam mencapai kesepakatan dengan Palestina. Maka ini berarti, akhirnya kita sampai pada kesimpulan bahwa satu-satunya jalan adalah solusi sementara untuk waktu jangka panjang."

Seorang penasehat mantan Perdana Menteri Ehud Olemert mengkonfirmasi pada radio militer Israel bahwa kedua pihak pada September 2008 sebenarnya telah menyepakati tema-tema penting dan siap melakukan perundingan akhir.

Clemens Verenkotte/Miranti Hirschmann

Editor: Yunimana Farid