1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kubu Konservatif PM Theresa May Kehilangan Mayoritas Mutlak

9 Juni 2017

Pemilu Inggris berakhir tanpa menghasilkan mayoritas mutlak di parlemen. Kubu konservatif tetap menjadi fraksi terkuat, namun makin banyak suara menuntut PM Theresa May mundur.

https://p.dw.com/p/2eMud
Großbritannien Wahlen 2017 May
Foto: Reuters/T. Melville

Kubu Konservatif mengalami kekalahan menyakitkan dalam pemilu parlemen Inggris yang dilaksanakan Kamis (8/6) kemarin. Setelah hasil perhitungan 630 dari seluruhnya 650 daerah pemilihan selesai, Konservatif (Torries) diperkirakan memenangkan 316 kursi, Partai Buruh (Labour) 265 kursi dan Partai Nasionalis Skotlandia SNP 34 Kursi. Mayoritas mutlak tercapai jika sebuah partai berhasil mengumpulkan 326 kursi.

Dengan perkiraan perolehan suara itu, berarti Partai Buruh berhasil menambah 33 kursi, sementara Konservatif kehilangan 15 kursi. SNP kehilangan 22 kursi. Dalam persentase, Konservatif diperkirakan memenangkan 44% suara, Partai Buruh 41%, Liberal Demokrat (Lib Dems) 8%, UKIP 2% dan Partai Hijau (Greens) 2%.

Hasil ini adalah pukulan berat bagi Perdana Menteri Theresa May, yang justru memutuskan pemilu yang dipercepat untuk mendapatkan mandat lebih kuat di parlemen.

Infografik UK Wahlen 2017 Hochrechnung 07:30 ENG
Hasil prediksi awal pemilu Inggris

Ketika mengambil keputusan itu beberapa bulan lalu, posisi Konservatif dalam jajak pendapat memang masih sangat kuat. Namun dalam beberapa minggu terakhir menjelang pemilu, popularitas May anjlok. Sebaliknya, penampilan kandidat Partai Buruh Jeremy Corbyn yang sebelumnya tidak diperhitungkan para analis politik justru makin cemerlang.

Kampanye pemilu di Inggris sempat diguncang oleh rangkaian serangan teror di Manchester dan London, namun tema utama dalam pemilu adalah perundingan Brexit, prosedur keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang akan dimulai dua minggu depan.

Nilai tukar mata uang Inggris Poundsterling anjlok di bursa-bursa internasional karena ketidakpastian situasi politik di negara itu.

"Saat ini, yang paling dibutuhkan negara ini adalah sebuah periode stabilitas", kata PM Theresa May dengan raut wajah serius, setelah memenangkan distrik pemilihannya di Maidenhead dekat London.

Großbritannien Wahlen 2017 May
PM Theresa May kini berada di bawah tekanan besarFoto: picture-alliance/dpa/A. Grant

"Jika partai konservatif berhasil merebut kursi paling banyak, dan kemungkinan besar mengumpulkan suara terbanyak, maka kita harus menjamin sebuah periode stabilitas.., dan itulah yang akan kita lakukan", tambahnya.

Pimpinan oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn sebaliknya menuntut agar Theresa May mundur dari jabatan Perdana Menteri.

"Mandat yang dia dapatkan adalah hilangnya kursi Konservatif, hilangnya suara, hilangnya dukungan pemilih dan hilangnya kepercayaan", tandas Corbyn setelah memenangkan daerah pemilihannya di London utara.

"Saya pikir, waktu baginya sudah cukup, dan dia sebaiknya membuka jalan untuk pembentukan pemerintahan yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat," sambungnya.

Großbritannien Wahlen 2017 – Wahlausgang -  Jeremy Corbyn
Pimpinan oposisi dari Labour, Jeremy Corbyn, menuntut PM Theresa May letakkan jabatanFoto: picture alliance/AP Photo/F. Augstein

Anggota parlemen Anna Soubry adalah yang pertama dari kubu Konservatif yang melontarkan kritik terhadap Theresa May dan mengimbau PM Inggris itu untuk "memikirkan lagi posisinya".

"Saya khawatir, kita telah melakukan kampanye yang sangat buruk," kata Soubry.

PM Theresa May tujuh minggu lalu secara mengejutkan mengumumkan pemilihan umum yang dipercepat, sekalipun pemilu seharusnya dilangsungkan paling lambat tahun 2020. May tadinya berharap akan mendapat mandat yang lebih kuat di parlemen, karena saat itu jajak pendapat memang memprediksikan keunggulan besar di pihak Konservatif. Perdana Menteri Inggris memang memiliki hak untuk menentukan sendiri, kapan pemilu parlemen dilaksanakan.

hp/vlz (rtr, afp, ap)