1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu 2014, Dinasti Politik Pasang Kuda-kuda

9 Maret 2011

Pemilu masih jauh, tapi para politisi mulai pasang kuda-kuda. Sejumlah nama mulai disebut-sebut sebagai calon presiden 2014.

https://p.dw.com/p/10WLP
Suasana pemilu di IndonesiaFoto: AP

Nama Puan Maharani kembali mencuat saat PDIP diajak bergabung dalam barisan Koalisi pemerintah. Selain masuk dalam bursa menteri, Puan adalah pintu masuk bagi utusan pemerintah dalam melobi PDIP. Perannya semakin penting belakangan ini, karena ia menjadi jembatan perbedaan sikap politik yang kerap terjadi antara ayahnya Taufik Kiemas selaku ketua Dewan Pertimbangan PDIP, dengan sang ibu Megawati.

Adalah Taufiq Kiemas yang secara terbuka menyebut Puan sebagai penentu jadi tidaknya PDIP masuk koalisi. Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto meyakinkan, Puan memang disiapkan sebagai pengganti Megawati yang pada pemilu 2014 nanti sudah berusia 67 tahun: “Jadi PDI Perjuangan itu sebetulnya roh-nya di Bung Karno, turun ke putrinya yaitu Megawati Soekarno Putri. Bu mega kan tidak disiapkan, karena situasi beliau muncul, krisis. Nah mbak Puan ini disiapkan. Kita bisa melihat bagaimana beliau di DPP. Kemudian dia memimpin fraksi. Kemudian ketika ditugaskan sebagai caleg beliau suara terbanyak. Beliau bisa bertahan misalnya soal koalisi dan sebagainya, diujinya di lapangan seperti itu. Hari ini Puan belum running ke publik, tapi saya melihat beliau paling rajin turun ke bawah. Artinya beliau sedang mengkonsolidir mungkin ke dalam.”

Selain Puan, ada nama Ani Yudhoyono. Spekulasi tampilnya ibu negara sebagai capres 2014 itu, antara lain dikuatkan dengan pernyataan politikus Demokrat Ruhut Sitoempol beberapa waktu lalu. Meski kemungkinan itu berulangkali dibantah langsung oleh Yudhoyono, namun publk tak begitu saja mempercayainya.

Salah satu alasanya, adalah karena banyaknya panggung yang disediakan buat putri Sarwo Edhi itu. Salah satunya penerbitan buku biografi “Ani, Kepak Sayap Putri Prajurit” Ani juga rajin tampil di media massa. Tak cuma saat mendampingi Yudhoyono, Ia juga tampil sendiri dalam sejumlah acara sosial dan pemberian bantuan, yang digelar sejumlah kementerian. Posisinya sebagai pembina organisasi istri-istri menteri Kabinet Indonesia Bersatu memudahkan langkahnya.

Perannya juga dianggap sangat penting dalam urusan politik pemerintahan Yudhoyono. Meski dibantah oleh Istana, namun sejumlah laporan menyebut, ia ikut terlibat menentukan calon wakil presiden dan menteri kabinet. Tak heran sejumlah lawan politik Yudhoyono sempat menjulukinya sebagai RI satu setengah. Tetapi lingkaran dalam Yudhoyono, Ahmad Mubarok mengulang kembali bantahan Istana: “Sangat wajar, semua ibu negara begitu. Ibu Tien (Soeharto) membuat taman mini sangat wajar itu. Tak ada yang mengarah kesitu. Rapat keluarga sudah memutuskan, tidak berpikir mengusung istrinya (Yudhoyono) jadi presiden, karena itu tidak etis. Secara realita tidak, secara perencanaan juga tidak. Menurut hitungan juga tidak. Survey yang sekarang (bagus) mungkin mungkin saja, tapi dari problem yang akan dihadapi bangsa nanti, ibu Ani tidak relevan. Ruhut ditegur oleh presiden di depan rapat, maka sekarang saya juga tidak lagi mengatakan itu.”

Nama lain dalam pusaran dinasti politik di Indonesia adalah Yenni Wahid. Cicit Hasyim Asyari, pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia NU ini, dianggap telah lama disiapkan sebagai Capres oleh mendiang ayahnya bekas Presiden Abdurahman Wahid.

Pernah magang politik sebagai staf khusus bidang sosial diawal pemerintahan Yudhoyono, Yeni kini tengah berjuang dengan membentuk PKB tandingan, setelah kalah bertarung dengan Muhaimin Iskandar.

Selain aktif memimpin Lembaga Wahid Institute, bekas wartawan ini juga rajin menulis di sejumlah media massa. Pamanya, Solahudin Wahid, mengakui meski Yeni punya potensi dan ambisi sebagai penerus Gus Dur, namun ia masih perlu waktu untuk mematangkan diri: “Bukan tipe Gus Dur seperti itu. Kalau klan Wahid juga tidak pernah, karena kami juga tidak pernah terlibat langsung membesarkan Yeni. paling ya keluarganya Gus Dur. Dia sudah punya kemampuan kan, tinggal meningkatkan, mematangkan. Dan saya pikir sampai tingkat tertentu sudah berhasil. Setelah ayahnya meninggal dia tambah dewasa. Dia punya prospek, tapi kalaupun dia muncul itu ya nanti pada pemilu 2019. masih perlu diuji dalam pemilu besok, karena dia belum dikenal di bawah, dikenal sebagai anak ayahnya iya, tapi bukan sebagai pribadinya.”

Zaki Amrullah

Editor : Ayu Purwaningsih