1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilih Muda Penentu Kemenangan

Ayu Purwaningsih30 Maret 2014

Jumlah pemilih muda dalam pemilu tahun 2014 di Indonesia mencapai 30 persen dari lebih 180 juta orang yang memiliki hak pilih. Jumlah yang sangat besar itu, mendorong partai-partai besar berusaha merebut hati mereka.

https://p.dw.com/p/1BXpP
AyoVote Konferenz
Foto: Pingkan Irwin

Setahun belakangan ini Pingkan Irwin hampir selalu menghabiskan waktunya di pusat-pusat perbelanjaan di Jakarta. Bukan untuk nongkrong dengan kawan-kawannya di kafe atau shopping, melainkan memfasilitasi seminar politik bagi kaum muda. Bersama temannya, Abdul Qowi Bastian, gadis berusia 29 tahun itu membangun gerakan Ayo Vote (arti: Ayo Memilih) tahun lalu. Ayo Vote adalah sebuah gerakan yang mendorong agar anak muda melek politik, termasuk pemilu. Pingkan memaparkan, gerakan ini dilakukan lewat layanan online dan sosial media.

“Untuk menarik anak-anak muda agar mengunjungi website Ayo Vote, kami menggelar diskusi-diskusi politik tentang sistem politik dengan mengundang para pengamat, calon anggota dan anggota DPR. Event ini diadakan di pusat-pusat perbelanjaan, tempat kongkow-nya anak-anak muda. Selain itu kami juga menggelar diskusi di teater modern, kami pergi ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus.”

Kepedulian Pingkan yang berprofesi sebagai digital marketing analis itu berangkat dari kurangnya informasi dan sosialisasi pemilu bagi generasi muda, yang sebenarnya jumlahnya amat signifikan.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan jumlah pemilih pemula sekitar 30 persen dari sekitar 189 juta orang yang mempunyai hak pilih. Jumlah yang sangat besar dan menentukan untuk memenangkan pemilu.

Parpol berlomba merebut hati

Dengan jumlahnya yang sangat besar, kaum muda menjadi sasaran empuk partai-partai politik. Strategi dirancang dengan menggelar berbagai kegiatan yang disukai kalangan muda, seperti konser musik yang menampilkan para artis muda, flash mob, iklan yang funky, maupun kampanye lewat sosial media serta memberi uang saku dan beasiswa.

Pengamat politik yang juga direktur Lingkaran Survei Kebijakan Publik (LSKP) Sunarto Ciptoharjono menjelaskan: „Para pemilih muda belum punya preferensi dalam pemilu sebelumnya. Mereka dianggap belum punya ikatan kuat dengan partai tertentu. Maka partai berusaha membentuk ikatan pertama dengan mereka.“

Regenerasi pemimpin

Sementara itu, peneliti CSIS Phillip Vermonte menyebutkan situasi politik terakhir, diharapkan dapat mengubah cara pandang kaum muda yang selama ini apatis: „Tunas-tunas pemimpin muda bermunculan lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Salah satunya adalah pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden yang diusung partai oposisi PDI Perjuangan.“

Jokowi adalah calon presiden paling populer, tak hanya menjadi media darling di Indonesia, tapi juga luar negeri, termasuk der Spiegel yang menuliskan profilnya sebagai calon presiden Indonesia masa depan. Bahkan majalah Jerman itu menulis bahwa Jokowi sedang tumbuh menjadi sosok penting dalam politik di Asia.

Para pengamat politik di Indonesia menyebut pencalonan Jokowi membuat politik Indonesia menjadi ”lebih bergairah”.

Tantangan korupsi

Meski demikian upaya merebut suara anak muda tidak gampang. Generasi ini sangat kritis terhadap isu korupsi, terutama yang membelit banyak partai politik dan politisi terkenal Indonesia.

Michelle Setiawan, 19 tahun, yang punya kesempatan pertama untuk ikut memilih mengaku malas ikut pemilu: „Tak ada satupun partai yang bebas dari skandal korupsi dan proses ikut pemilu itu rumit.“

Sementara Adam Setyo, 22 tahun mengatakan: „Para anggota dewan kita adalah badut-badut di gedung parlemen yang hanya bisa menghabiskan uang rakyat dan menelurkan kebijakan-kebijakan konyol. Janji kampanye selalu palsu.“

AyoVote Konferenz
Anak muda gerah dengan korupsiFoto: Pingkan Irwin

Survei pendapat publik yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) baru-baru ini menunjukkan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai oleh generasi muda sebagai institusi paling korup, disusul pada peringkat kedua adalah partai politik.

Tapi itu tak membuat para aktivis Ayo Vote putus asa.

“Kami berusaha meyakinkan bahwa masih banyak calon anggota DPR dan DPRD yang cerdas dan kompeten bekerja. Kami menggaris bawahi calon-calon yang bebas korupsi, berpotensi melayani rakyat sepenuh hati dan mau memperbaiki keadaan,” kata Pingkan Irwin.

Indonesia merupakan salah satu negara termuda dalam proses demokrasi di Asia. Kelompok muda Indonesia tercatat dalam sejarah sebagai motor perubahan sosial. Tahun 1998 para pemuda Indonesia-lah yang memotori demonstrasi yang akhirnya menjatuhkan pemerintahan diktator Suharto.