1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Ultimatum Grab Car dan Uber

24 Maret 2016

Kementerian Perhubungan minta Uber dan Grab Car memenuhi semua persyaratan sebagai sarana transportasi menurut Undang-Undang LLAJ. Jika tidak dipenuhi, aplikasi Uber dan Grab akan diblokir.

https://p.dw.com/p/1IJUu
Indonesien Streik der Taxi Fahrer in Jakarta
Foto: Reuters/Beawiharta

Syarat-syarat yang harus dipenuhi Grab Car dan Uber untuk mendapat izin sebagai sarana transportasi tercantum dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, antara lain harus berbadan hukum, terdaftar di dinas perhubungan daerah setempat, dan memiliki izin sebagai sarana transportasi.

Aplikasi Grab Car dan Uber dan para pengemudinya sekarang tetap diizinkan beroperasi. Tapi kedua perusahaan komersial berbasis aplikasi itu diberi waktu sampai 31 Mei 2016 untuk memenuhi berbagai persyaratan. Selama masa transisi itu, Grab Car dan Uber tidak diperbolehkan menambah mitra dengan perusahaan rental atau perorangan.

Selain memiliki opsi untuk membuat badan hukum, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan Grab Car dan Uber bisa bekerja sama dengan badan hukum di bidang transportasi.

Jika sudah berbentuk badan hukum, Grab Car dan Uber bisa bekerja sama dengan badan hukum lain di bidang transportasi, kata Menteri Perhubungan. "Mereka boleh bekerja sama dengan badan usaha bentuk apapun yang memiliki izin perusahaan transportasi. BUMN, BUMD seperti Transjakarta dan sebagainya, tidak masalah," kata Ignasius Jonan.

Indonesien Streik der Taxi Fahrer in Jakarta
Foto: Reuters/G. Lotulung

Para pengemudi Grab Car dan Uber juga wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum untuk digunakan sebagai pengemudi kendaraan umum.

Jika berbagai persyaratan itu tidak dipenuhi dalam dua bulan ini, pemerintah mengancam akan memblokir aplikasi layanan transportasi kedua perusahaan itu. "Targetnya dua bulan, nanti kalau misalnya tidak memenuhi persyaratan, kita tutup," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, setelah rapat di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, hari Kamis (24/03).

Munculnya pelayanan transportasi berbasis aplikasi memicu aksi prrotes di berbagai kota besar dunia sering memicu aksi protes dari pegawai perusahaan taxi konvensional.

Aksi para sopir Taxi konvensional di Jakarta juga diwarnai aksi kekerasan dan saling serang. Para pengemudi taxi konvensional mengeluh, pendapatan mereka turun setelah munculnya layanan aplikasi yang oleh banyak pelanggan dianggap lebih praktis dan lebih murah. "Ini sejalan dengan peraturan pemerintah dari 2009, bahwa semua angkutan umum perlu menjadi badan hukum, mendaftar dan bekerja sama dengan perusahaan taksi," kata juru bicara Kementerian Perhubungan J. A. Barata.

Perusahaan taksi komersial sejak lama mengeritik pelayanan transportasi lewat aplikasi digital. Namun Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama kelihatannya ingin agar pelayanan itu tetap ada, karena dianggap memudahkan warga. Sedangkan Kementerian Perhubungan sudah beberapa kali berniat menghentikan operasi Grab Car dan Uber.

hp/ (afp, rtr)