1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Menghadapi Propaganda ISIS?

21 Maret 2015

Beberapa video tersebar di Youtube, menunjukkan anak-anak Indonesia berpakaian loreng berlatih dengan senjata untuk jadi relawan ISIS. Pemerintah bingung mencari langkah mengatasi propaganda ISIS.

https://p.dw.com/p/1EuWG
Symbolbild Islamischer Staat
Foto: picture-alliance/AP Photo

Video-video pelatihan perang yang disebut dilakukan oleh ISIS untuk anak-anak Indonesia beredar di portal YouTube hari Selasa (17/03). Video itu antara lain diberi judul "Cahaya Tarbiyah di Bumi Khilafah" dan "Anak-anak Indonesia Berlatih AK-47 dengan ISIS". Bagaimana menghadapi penyebaran propaganda ISIS?

Video itu diproduksi oleh Al Azzam Media, yaitu mengklaim dirinya sebagai Divisi Media Khilafah Islamiyah Berbahasa Melayu. Belasan anak berpakaian ala militer terlhat sedang mengikuti pendidikan keagamaan, bela diri, serta penggunaan senjata jenis AK-47 dan pistol.

Tidak jelas di mana lokasi pembuatan video mengejutkan itu. Anak-anak itu berlatih di sebuah rumah dengan halaman luas. Terlihat juga bendera ISIS terpasang. Anak-anak itu diajarkan tak takut bom dan melawan mereka yang kafir.

"Anak-anak kami adalah yang akan kembali ke negeri kafir untuk menegakkan panji La ilaha illallah," kata seorang pria dengan latar belakang bendera ISIS.

Pemerintah bingung

Presiden Joko Widodo mengaku belum menemukan cara untuk mencegah penyebaran ISIS di Indonesia.

"Ini dalam proses-proses untuk nanti mencari sistem, mencari cara, mencari pendekatan-pendekatan sehingga saya kira bukan hanya menjadi masalah Indonesia, tetapi semua negara ISIS itu," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka hari Kamis (19/06).

Saat ini, ada 16 orang WNI yang ditahan di Turki, karena bermaksud menyebrang ke Suriah dan bergabung dengan ISIS. Jokowi mengatakan, untuk mereka juga masih dicari jalan keluarnya.

"Kemarin sudah rapatkan, belum rampung, karena ada plus minus-plus minus," kata Presiden.

Belum ada koordinasi

Kalangan istana menyebutkan, Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu), untuk menghukum WNI yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kelompok radikal ISIS. Tapi kalangan pengamat menyatakan, langkah itu tidak perlu, sebab sudah ada undang-undangnya. Yang penting adalah pelaksanaan UU itu.

Guru Besar Hukum International Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, pemerintah tak perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).

“Kepolisian atau pemerintah tidak perlu menerbitkan Perppu untuk menjerat WNI yang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ISIS, karena sudah ada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),” kata Hikmahanto di Jakarta.

Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris menyatakan, ada lima daerah diwaspadai Polri sebagai tempat rawan penyebaran paham ISIS. Lima daerah itu adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Irfan selanjutnya menerangkan, bergabungnya WNI ke kelompok radikal ISIS merupakan fenomena lama. Semangat dan militansi kelompok radikal sperti ISIS ini sudah muncul sejak dulu. Kelompok-kelompok itu hanya berganti kulit atau bajunya saja.

hp/vlz (detik, kompas, cnnindonesia)