1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Pemerintah Ajak Bekas Teroris Minta Maaf Pada Korban

26 Februari 2018

Pertemuan tertutup selama tiga hari itu diniatkan sebagai langkah pertama rekonsiliasi. Namun banyak eks militan dan penyintas serangan teror yang menolak ikut serta.

https://p.dw.com/p/2tL3x
Keluarga korban menggelar peringatan 10 tahun bom Bali
Keluarga korban menggelar peringatan 10 tahun bom BaliFoto: Getty Images

Dengan tubuh yang nyaris separuhnya menderita luka bakar, Febby Firmansyah Isran belajar mengekang amarah yang membunuhnya secara perlahan. Ia adalah korban serangan bom hotel J.W. Marriot di Jakarta 2003 silam. Kini pemerintah mengajaknya bertemu dan berekonsiliasi dengan sosok yang justru membawa petaka terhadap hidupnya itu.

"Saya sudah memaafkan mereka dan sikap ini mempercepat penyembuhan dan membuat saya lebih tenang," katanya. Setelah tragedi Marriot, ia membentuk  lembaga bantuan untuk korban bom. Kini organisasi bentukannya memiliki 570 anggota, 60 diantaranya menderita kelumpuhan total akibat serangan teror.

Bersama isterinya, Isran mendatangi pertemuan yang digelar pemerintah untuk mempertemukan penyintas serangan teror dengan para pelaku. Sebanyak 120 terpidana teroris diundang bertemu dengan belasan korban teror, termasuk korban teror bom Bali 2002 dan bom di Kedutaan Besar Australia 2004.

Pertemuan selama tiga hari sejak Senin (26/2) itu berlangsung tertutup di sebuah hotel di Jakarta. "Banyak terpidana militan sudah bertaubat dan menggunakan pengalamannya untuk mencegah orang lain menggunakan cara-cara kekerasan," kata Irfan Idris, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Fakta inilah yang menginspirasi kami untuk membuat rekonsiliasi antara para terpidana dengan korban-korbannya."

Meski banyak mendulang pujian internasional, program deradikalisasi Indonesia sempat tertohok oleh kabar bagaimana terpidana jihadis malah menggunakan penjara sebagai ruang dakwah ideologi radikal dan mengajak narapidana lain untuk berjihad. Setidaknya 18 bekas terpidana teroris terlibat dalam berbagai serangan teror sejak 2010, termasuk serangan di Jakarta yang menewaskan delapan orang 2016 silam.

Namun banyak korban yang menolak mengikuti pertemuan tersebut. Sebagian mengaku belum bisa memaafkan para pelaku, yang lain masih trauma atau takut bertemu dengan eks-jihadis. "Kita tidak bisa memaksa korban datang ke sini seperti juga ada militan yang menolak untuk datang," kata Isran.

Termasuk di antara pelaku yang memberanikan diri untuk datang adalah Masykur Abdul Kadir yang divonis 15 tahun penjara lantaran keterlibatannya dalam Bom Bali 2003. Kadir membantu melakukan pengintaian dan menjadi pemandu bagi jihadis yang datang untuk melakukan serangan. "Kami bisa mendengar penderitaan mereka dan melihat secara langsung dampak perbuatan kami terhadap orang-orang tidak berdosa ini," ujarnya.

"Saya benar-benar berharap permemintaan maaf secara langsung kepada korban bisa mengurangi rasa bersalah yang membebani hidup saya selama bertahun-tahun," imbuh ayah lima anak ini. "Mudah-mudahan pertemuan ini bisa meyakinkan ex-militan untuk menolak tindak kekerasan."

rzn/yf (ap)