1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan PersTimur Tengah

Pembunuhan Wartawan Meningkat Selama 2020

22 Desember 2020

Angka pembunuhan terhadap wartawan meningkat dua kali lipat di seluruh dunia selama 2020, lapor Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ). Kelompok kriminal tercatat sebagai ancaman terbesar, disusul oleh aktor negara.

https://p.dw.com/p/3n2ah
Kebebasan pers terancam
Simbol kebebasan persFoto: Getty Images/C. McGrath

Senin (21/12) sore, Rahmatullah Nekzad berjalan kaki ke arah masjid di kampung halamannya di kota Ghazni, Afganistan, ketika sekelompok orang bersenjata menghujamkan peluru ke tubuhnya. Dia tewas seketika, tutur Ahmad Khan Serat, juru bicara kepolisian provinsi.

Nasib serupa menimpa pewarta perempuan, Malala Maiwand, awal Desember silam. Dia ditembak mati oleh dua jihadis Islamic State (ISIS) di depan kediamannya di Provinsi Nangarhar, di timur Afganistan. 

Adapun selama November setidaknya dua jurnalis Afganistan tewas dalam dua ledakan berbeda. Sepanjang tahun ini sudah tujuh wartawan meninggal dunia saat bertugas, menurut Komite Keamanan Wartawan.

Afganistan termasuk negara paling berbahaya bagi insan pers, klaim Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) dalam laporan tahunannya yang dirilis Selasa (22/12). 

Di seluruh dunia, kelompok kriminal tercatat yang paling sering menjadi tersangka pembunuhan, disusul oleh aktor negara. Meksiko, yang mencatat setidaknya lima kasus kematian wartawan, adalah negara lain yang disebut-sebut paling berbahaya bagi awak pers, selain Filipina.

Jumlah korban meningkat

Secara global, sebanyak 30 wartawan tewas dibunuh selama bertugas pada 2020. Angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Sebanyak 21 kasus pembunuhan tercatat sebagai tindakan balas dendam. Sebaliknya kasus kematian wartawan di medan perang menyusut ke angka terendah sejak 20 tahun terakhir.

"Sangat mengejutkan bahwa angka pembunuhan jurnalis meningkat dua kali lipat,” kata Direktur Eksekutif CPJ, Joel Simon. "Eskalasi kekerasan ini menjelaskan kegagalan dunia internasional mengakhiri praktik impunitas,” imbuhnya dalam keterangan pers.

Wartawan sebagai target pembunuhan

Jurnalis Afganistan, Nekzad, tercatat berulangkali mendapat ancaman pembunuhan. Sejak 2007 dia rutin mengirimkan kabar untuk kantor berita Associated Press dan pernah bekerja untuk Al-Jazeera. 

Indeks Kebebasan Pers 2019 menurut organisasi Reporters without Borders (RSF).
Indeks Kebebasan Pers 2019 menurut organisasi Reporters without Borders (RSF).

Sepanjang karirnya, dia pernah ditahan oleh pasukan AS, pemerintah Afganistan atau dijadikan sandera oleh Taliban. Kepada rekannya, Nikzad mengaku berhasil lolos karena tidak pernah memihak dalam laporannya.

"Misi krusial Rahmatullah Nikzad mendokumentasikan konflik di Afganistan harus berakhir secara tragis,” kata Aliya Iftikhar, peneliti senior di Komite Perlindungan Jurnalis. "Lonjakan angka pembunuhan wartawan di Afganistan belakangan ini tidak bisa diterima,” imbuhnya.

Bahkan Taliban ikut mengecam pembunuhan tersebut. Menurut kelompok yang sedang merundingkan damai dengan pemerintah Afganistan itu aksi penembakan terhadap Nikzad merupakan tindakan pengecut.

"Kami menganggap kematiannya sebagai sebuah kehilangan bagi negara,” kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid. 

Kendati resminya berada di bawah kekuasaan Taliban, sebagian besar wilayah Provinsi Ghazni merupakan medan pertempuran antara pemerintah dan pemberontak. Sebab itu pula kawasan timur Afganistan yang berbatasan dengan Pakistan menjadi ladang subur bagi kelompok teror seperti Islamic State (ISIS).

rzn/ (afp, cpj, rtr)