1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pembunuh Gubernur Punjab Divonis Mati

1 Oktober 2011

Sembilan bulan setelah pembunuhan gubernur Punjab, Salman Taseer, kini sebuah pengadilan khusus memutuskan hukuman mati bagi pembunuhnya, Mumtaz Qadri.

https://p.dw.com/p/12kJZ
A Pakistani greets, third from right, the alleged killer of Punjab's governor Salman Taseer, as he arrives at a court in Islamabad, Pakistan, Wednesday, Jan. 5, 2011. Lawyers showered rose petals over the suspected killer of a prominent Pakistani governor when he arrived at court Wednesday and an influential Muslim scholars group praised the assassination of the outspoken opponent of laws that order death for those who insult Islam. (AP Photo/B.K. Bangash)
Mumtaz Qadri (tengah) dikawal polisi (05/01/2011)Foto: AP

Sebuah pengadilan Pakistan memutuskan hukuman mati bagi Mumtaz Qadri, pembunuh Salman Taseer yang menjadi gubernur provinsi Punjab, Januari lalu. Taseer ketika itu menuntut diadakannyan reformasi atas undang-undang penistaan agama. Mumtaz Qadri adalah pengawal pribadi Taseer.

Salman Taseer, governor of Pakistan's Punjab who was assassinated 4 January 2010 Tuesday. Foto: DW/Tanvir Shahzad
Gubernur Punjab Salman Taseer yang dibunuh 4 Januari 2011Foto: DW

Ia menembak mati majikannya 4 Januari lalu di ibukota Pakistan, Islamabad. Dalam sidang istimewa, Qadri yang berusia 26 tahun dinyatakan terbukti bersalah melakukan teror dan pembunuhan. Karena alasan keamanan, proses persidangan diadakan di kota Rawalpindi.

Taseer terkenal sebagai kritikus undang-undang penistaan agama dan Qadri dianggap sebagai pahlawan oleh banyak orang di negara itu, yang menganggap Taseer sendiri sebagai penghujat agama dengan mengajukan tuntutan tersebut. Qadri menyatakan, ia menjalankan hukum Tuhan dengan membunuh Taseer.

Pembunuhan dan Terorisme

Qadri dijatuhi dua hukuman mati, bagi pembunuhan dan terorisme. Ia kini punya waktu tujuh hari untuk mengajukan banding. Demikian laporan televisi pemerintah. Reporter dan publik tidak diijinkan hadir dalam sidang, dan tidak diketahui apakah Qadri saat itu juga berada di ruang pengadilan.     

A Pakistani mourner reacts during the funeral procession of Punjab Gov. Salman Taseer, in Lahore, Pakistan, Wednesday, Jan. 5, 2011. Thousands of Pakistani police were on high alert in Lahore on Wednesday ahead of the funeral for an outspoken provincial governor shot dead by a bodyguard reportedly enraged by his opposition to laws decreeing death for insulting Islam. Punjab Gov. Salman Taseer, a high-profile, 66-year-old businessman and media tycoon, was a stalwart of the ruling Pakistan People's Party, and his assassination Tuesday sent nuclear-armed Pakistan reeling at a time of great political turmoil.(AP Photo/Muhammed Muheisen)
Upacara penguburuan Taseer dihadiri sejumlah besar orang.Foto: AP

Undang-undang penistaan agama Pakistan mengatur hukuman mati dan sering digunakan di daerah-daerah miskin dan terpencil untuk menyelesaikan sengketa pribadi. Gubernur Salman Taseer mempermasalahkan kasus penjatuhan hukuman mati terhadap seorang perempuan Kristen dengan tuduhan menodai agama, dan menyebabkan perdebatan. Taseer menyatakan, undang-undang tersebut disalahgunakan dan harus direformasi.          

Pembunuhan Salman Taseer memperbesar jurang pemisah antara kelompok konservatif dan liberal Pakistan. Berita tewasnya Taseer ketika itu mengejutkan kelompok liberal, tetapi disambut gembira oleh sejumlah partai Islam. Selama proses pengadilan berjalan, sejumlah simpatisan Mumtaz Qadri juga berkumpul di depan gedung. Setelah keputusan pengadilan diumumkan, mereka turun ke jalan dan menuntut pencabutan vonis itu. Seorang dari mereka menyerukan lewat megafon, hukuman terhadap Mumtaz Qadri, akan menimbulkan ribuan Mumtaz Qadri berikutnya.

Dukungan bagi Qadri

ARCHIV - Der pakistanische Minister für Minderheiten Shahbaz Bhatti spricht am 13.09.2010 in Rom mit Journalisten. Nach dem Todesurteil für eine Christin in Pakistan hat der pakistanische Minister für Minderheiten eine Überprüfung des umstrittenen Blasphemie-Gesetzes gefordert. Der ebenfalls christliche Minister Shahbaz Bhatti sagte der Nachrichtenagentur dpa am Freitag in Islamabad: «Das Blasphemie-Gesetz wird missbraucht.» EPA/MARIO DE RENZIS (zu dpa 4233 vom 12.11.2010) +++(c) dpa - Bildfunk+++
Menteri urusan warga minoritas, Shahbaz Bhatti, yang dibunuh dua bulan setelah Taseer.Foto: picture alliance/dpa

Ratusan pendukung Qadri memblokir jalanan di luar penjara dan menyerukan slogan-slogan. Sebagian mengutip ayat-ayat Al Quran dan beberapa anggota kelompok aliran keras Sunni Tehreek melambaikan bendera partainya. Polisi menjaga daerah sekitar penjara untuk mencegah masuknya demonstran. Setelah keputusan terhadap Qadri dibacakan, hakim keluar lewat pintu belakang.

Di daerah Liaquath Bagh di Rawalpindi, di mana mantan PM Benazir Bhutto dibunuh Desember 2007 lalu, sekitar 1.000 pendukung Qadri memblokir jalanan dengan ban mobil yang dibakar. Mereka menyerukan kecaman terhadap pemerintah dan hakim yang menjatuhkan vonis terhadap Qadri. Toko-toko di daerah itu terpaksa di tutup, dan demonstran juga menyerang kendaraan yang lewat. Seorang pemimpin Sunni Tehreek, Sahibzada Ata-ur-Rehman mengatakan, keputusan pengadilan diambil untuk menyenangkan lobi Yahudi.

"Diracuni Ekstremisme"

U.N. High Commissioner for Human Rights South African Navanethem Pillay gestures during a press conference at the European headquarters of the United Nations in Geneva, Switzerland, Tuesday, Dec. 8, 2009. Libya should release two Swiss businessmen it has sentenced to 16 months in jail for visa infractions in a spat with Switzerland involving leader Moammar Gadhafi's son, the U.N. human rights chief said Tuesday. The businessmen Max Goeldi and Rachid Hamdani were detained in July 2008 on alleged visa violations, days after Swiss police arrested Gadhafi's son Hannibal and his wife for allegedly beating up their servants in a Geneva hotel. (AP Photo/Keystone/Salvatore Di Nolfi)
Kamisaris PBB urusan HAM Navi PillayFoto: AP

Dua bulan setelah pembunuhan Taseer, menteri urusan warga minoritas Shahbaz Bhatti, yang beragama Kristen, dibunuh Taliban tanggal 2 Maret. Bhatti juga menuntut perubahan dalam undang-undang penistaan agama. Setelah pembunuhan Bhatti, Komisaris Tinggi PBB urusan HAM, Navi Pillay menyatakan Pakistan "diracuni ekstremisme".         

Menurut kelompok liberal Pakistan dan sejumlah organisasi HAM, undang-undang itu bersifat mendiskriminasi kelompok minoritas di negara itu. Istilah-istilah dalam undang-undang yang tidak eksplisit juga sering disalahgunakan. Baru-baru ini seorang anak prempuan berusia 13 tahun dan beragama Kristen dituduh melakukan blasfemi karena salah mengeja sebuah kata religius dalam ujian sekolah. Ia kemudian dikeluarkan dari sekolahnya, di kota Havelian di Pakistan barat laut.

rtre/dpa/epd/Marjory Linardy

Editor: Carissa Paramita