1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pelatihan Militer Israel Mengundang Kritik

31 Desember 2013

Militer Israel dihujani kritik baik dari kalangan domestik maupun internasional akibat pelatihan yang mencakup penangkapan pura-pura dan penyergapan buatan di sebuah pusat komunitas Palestina.

https://p.dw.com/p/1Aibt
Foto: Yesh Din

Ahmad Amro dan teman-temannya baru saja buka puasa di bulan Ramadhan saat sekelompok tentara mendekati pusat komunitas Hebron.

"Sekitar 12 tentara muncul dari tiga arah yang berbeda," kisahnya. "Lalu jumlahnya bertambah. Mereka datang dan menutup pintu-pintu rumah warga, mulai berlarian kemana-mana, dari satu ruangan ke ruangan yang lain, ke lantai atas rumah, seolah-olah ada salah satu dari mereka yang terluka dan membawanya di atas tanda. Kami tidak tahu apa yang terjadi, atau kenapa mereka melakukan semua itu."

Ahmad kemudian mengetahui para tentara tadi sedang berlatih dan bukan sebuah penyergapan sebenarnya. Mereka setelah itu langsung kembali ke markas tanpa menangkap siapa-siapa. Tidak ada yang datang setelahnya untuk minta maaf atau menjelaskan apa yang telah terjadi.

Insiden ini adalah satu dari 40 lebih yang telah diabadikan oleh sejumlah kelompok pembela hak asasi manusia di Israel, yang bekerjasama untuk menentang pelatihan, yang mereka anggap tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan tugas Angkatan Bersenjata Israel (IDF) dalam melindungi warga sipil. Salah satu kelompok HAM, Yesh Din, telah mengimbau Mahkamah Agung untuk memutuskan kesahan pelatihan semacam ini.

Pelatihan IDF yang dianggap mengganggu dan mengintimidasi telah ramai didokumentasikan
Pelatihan IDF yang dianggap mengganggu dan mengintimidasi telah ramai didokumentasikanFoto: Yesh Din

Pengacara Yesh Din, Emily Schaeffer, memberi contoh pelatihan seperti simulasi penyergapan, penangkapan pura-pura dan bahkan menyembunyikan bahan peledak di mobil-mobil pada titik pemeriksaan sehingga para tentara dapat melatih anjing-anjing mereka untuk melacak - yang kerap berujung pada kerusakan bagian dalam mobil.

Namun Schaeffer berdalih, warga Palestina sama sekali tidak tahu bahwa itu bagian dari pelatihan: "Bagi mereka benar-benar seperti penangkapan dan penyergapan yang dilancarkan di rumah-rumah, sebuah razia desa - bahwa desa itu berada dalam serangan. Sehingga menimbulkan kepanikan, kekacauan dan pada beberapa kasus, bahkan mengundang respon warga Palestina yang merasa keselamatan mereka terancam dan ingin merespon untuk membela diri."

Angkat bicara

Itulah mengapa sejumlah tentara yang ikut serta dalam pelatihan semacam ini sudah mulai angkat bicara. Banyak yang telah memberi kesaksian bagi Breaking the Silence, sebuah organisasi yang mewakili mantan tentara yang kritis terhadap IDF. Mereka juga merasa sebagai korban selayaknya warga Palestina. Mereka juga menceritakan bahwa ada banyak fasilitas yang sengaja dibuat di Israel agar para tentara dapat mensimulasikan situasi sebagai bagian dari pelatihan, menggunakan aktor dan desa buatan apabila perlu.

Tentara cadangan Amit Gvaryah pernah turut serta dalam penangkapan pura-pura di sebuah desa dekat Bethlehem tahun 2009.

"Kami ditaruh dalam situasi yang berbahaya tanpa alasan yang jelas," katanya. "Pasti ada cara-cara lain, yang lebih baik, untuk melatih tentara ketimbang membawa mereka ke dalam situasi yang tidak hanya memungkinkan mereka untuk membunuh orang, namun juga terbunuh."

Ada kalangan yang menyebut pelatihan dimaksudkan untuk mengingatkan pendudukan
Ada kalangan yang menyebut pelatihan dimaksudkan untuk mengingatkan pendudukanFoto: picture-alliance/dpa

Amit mengklaim tujuan pelatihan semacam ini sama sekali bukan untuk melatih, namun bagian dari sebuah strategi IDF untuk mengingatkan warga Palestina bahwa mereka berada di bawah pendudukan.

"Kalau IDF ingin menakut-nakuti warga Palestina, ini jelas berhasil," lanjutnya. "Apakah ini baik bagi IDF dalam jangka panjang? Saya ragu. Apakah baik bagi warga Palestina? Saya yakin tidak. Orang yang ketakutan umumnya melakukan hal-hal yang tolol."

Dalam sebuah surat untuk Yesh Din, badan konsultan hukum IDF membela pelatihan sebagai keharusan "dalam mempertahankan kompetensi pasukan IDF" meski mengakui bahwa dalam sedikitnya satu insiden, salah satu tujuannya adalah untuk "mendemonstrasikan kehadiran IDF."

Emily Schaeffer mengatakan: "Yesh Din yakin kebijakan ini merupakan pelanggaran norma-norma dasar hukum kemanusiaan internasional, dan kami tidak melihat cara lain bahwa praktek ini dapat dilanjutkan tanpa melanggar norma-norma tersebut."