1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pejuang Libya di Rumah Sakit Jerman

18 Oktober 2011

Menteri ekonomi Jerman Philipp Rösler telah menjanjikan untuk membantu perawatan medis pejuang Libya yang luka parah. Kini, korban luka mulai berdatangan di Hamburg atas inisiatif sebuah organisasi bantuan.

https://p.dw.com/p/12uDy
Pertempuran di LibyaFoto: picture-alliance/dpa

Kelima orang pria tersebut berusia antara 23 dan 30 tahun. Mereka menderita luka berat di tulang punggung atau pembuluh darah dalam peperangan melawan rezim Gaddafi. Menurut Klinik Asklepsios di Hamburg, seorang dari mereka harus ditempatkan di unit gawat darurat. Namun, kini kondisinya sudah stabil. "Kami mendapat permohonan untuk menanganinya pekan lalu", ujar direktur klinik, Wofgang Tigges. Transportasi dan perawatan diorganisir dan dibayar oleh organisasi bantuan "Wounded Evacuation Team Libya" dan tidak oleh pemerintahan Jerman seperti perkiraan semula.

Harian Jerman Bild melaporkan tentang kedatangan rombongan pasien tersebut dan mengkaitkannya dengan inisiatif menteri ekonomi Jerman Philipp Rösler. Rösler mengumumkan dalam kunjungannya ke Tripoli pekan lalu, 150 korban cedera akan dirawat di Jerman. "Kami tahu, bahwa mereka adalah pahlawan rakyat Libya", demikian Rösler. Hari Senin (17/10), perhatian media setempat sangat besar. Mereka mendatangi klinik di Hamburg tersebut. Disana, perwakilan klinik menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi. Menurut kementrian luar negeri Jerman, korban luka pertama yang akan diterbangkan ke Jerman atas inisiatif pemerintah baru akan tiba beberapa hari lagi.

Tawaran Bantuan dari Seluruh Dunia

Pertempuran masih berkobar di Libya. Dunia internasional sejak berminggu-minggu bernegosiasi dengan perwakilan dewan transisi akan kemungkinan kerjasama. Berbagai tawaran bantuan mulai mengalir. Pemerintah Jerman mendukung penguasa baru serta proyek pembersihan ranjau dan kini juga mengenai perawatan korban cedera. "Tujuannya adalah menunjukkan eksistensi", ujar Marco Overhaus, pakar hubungan luar negeri Uni Eropa dari yayasan ilmu pengetahuan dan politik (SWP), yang memberikan konsultasi bagi pemerintah Jerman. "Ini juga usaha pemerintah Jerman menanamkan lebih banyak pengaruh di Libya pasca Gaddafi."

Perwakilan dewan transisi berulang kali mengungkapkan kekecewaan mereka, bahwa Jerman tidak terlibat dalam misi NATO melawan rezim Gaddafi. "Kami menyambut keterlibatan Jerman. Tetapi dukungan bagi revolusi datang terlambat. Namun, kami selalu memiliki hubungan baik dan berharap bisa melanjutkannya", demikian misalnya pendapat menteri keuangan Ali al Tarhuni pekan lalu. Menurut perkiraan yayasan SWP, tawaran dari Berlin untuk merawat korban luka parah memiliki karakter simbolis. "Saya heran, bahwa tawaran ini datang dari menteri ekonomi dan bukan dari menteri luar negeri", lanjut pakar luar negeri Marco Overhaus. "Politik luar negeri Jerman tidak dianggap penting di Libya. Politik luar negeri lebih penting dari sekedar politik ekonomi luar negeri."

Juli lalu, Jerman membuka kantor penghubung di Tripoli. Menteri luar negeri, menteri pembangunan, dan menteri ekonomi telah berkunjung kesana. Ketika itu, menteri ekonomi Jerman Philipp Rösler selain menawarkan bantuan bagi korban cedera juga mengumumkan rencana 10 poin bagi pembangunan kembali. "Fokus kami adalah tema ekonomi kesehatan, energi terbaharukan, efisiensi energi, dan program pameran luar negeri."

Calon Investor Sudah Antri

Kontrak kesepakatan belum ada yang ditandatangani. Memang terlalu dini. Dewan transisi, baru akan menggelar pemilu reguler tahun depan, sebelum mengambil keputusan tentang kerjasama di bidang ekonomi. "Peraturan baru sektor minyak bumi misalnya juga diundur. Peraturan ini hanya bisa diputuskan oleh pemerintah terpilih", jelas Marco Overhaus dari SWP. Dengan begitu para kepala negara dan pemerintahan anggota NATO tidak punya pilihan lain, selain menyenangkan penguasa baru dengan menggelar konferensi internasional atau kunjungan ke Tripoli, atau mengoperasi pejuang yang terluka di klinik khusus.

Friederike Schulz/Vidi Legowo-Zipperer
Editor: Agus Setiawan