1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

PBB Dituntut Bubarkan Tim Penyelidik Kejahatan Perang di Sri Lanka

7 Juli 2010

PBB dituntut membatalkan dan membubarkan tim penyelidik kejahatan perang dalam operasi militer Sri Lanka menumpas pemberontak Macan Tamil tahun 2009. Tim itu diketuai bekas jaksa agung Indonesia, Marzuki Darusman.

https://p.dw.com/p/ODtS
Demonstran membakar patung Ban Ki Moon dalam unjuk rasa yang digelar di depan kantor PBB di ColomboFoto: AP

Hari Selasa (06/07), para pengunjuk rasa bahkan terlibat dalam bentrokan dengan polisi yang bermaksud melindungi para staf dan tamu yang hendak keluar dan masuk kantor Perserikatan bangsa bangsa. Blokade baru dibuka setelah menteri luar negeri Srilanka turun tangan. Juru bicara PBB, Farhan Haq, menyatakan, PBB telah mengirim pernyataan keberatan yang sangat keras terhadap pemerintah Sri Lanka.

Di hari kedua unjuk rasa, Rabu (07/07), Menteri Konstruksi dan Perumahan Srilanka Wimal Weerawansa yang memimpin aksi itu mengancam untuk melakukan aksi mogok makan hingga mati. Katanya, jika hingga hari Kamis (08/07) ini Ban Ki Moon tak juga membubarkan tim penyelidik itu, akan ada anggota parlemen yang akan bergabung pula dalam aksi mogok makan itu. Ia juga menyerukan warga Sri Lanka di seluruh dunia untuk menggelar unjuk rasa.

Pemimpin oposisi Ranil Wickremesinghe mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap para demonstran. Ditegaskannya, berbagai lembaga Srilanka, seperti Kementerian Kesehatan dan Kementeriaan Urusan Anak dan Perempuan, bekerja di lapangan sepenuhnya dengan bantuan PBB. Jika para pekerja PBB dihalang-halangi, katanya, maka rakyat Sri Lanka di pedesaan pun tak mendapat pelayanan kesehatan dan bantuan kemanusiaan.

Pemerintah Sri Lanka sendiri sejak awal menolak tim penyelidik bentukan PBB. Pemerintah pimpinan Presiden Mahindra Rajapaksa bersikap seakan menjaga jarak dari aksi itu. Mereka menyebut, pembentukan tim itu melanggar prinsip kedaulatan negara. Di sisi lain, menurut pemerintah Sri Lanka, pembentukan itu menunjukkan standar ganda PBB, karena membiarkan negara-negara Barat melancarkan perang melawan teror di negara lain.

Untuk demonstrasi ini, pemerintah berupaya tampak berjarak. Mereka tak menyatakan dukungan, namun juga tak mengutuk demonstrasi ini. Dalam pernyataan resminya, pemerintah menyatakan melindungi kebebasan rakyat berdemonstrasi di satu pihak, di pihak lain harus menjamin keselamatan dan keamanan para staf PBB dalam pekerjaan mereka sehari-hari.

Tetapi bahwa aksi kelompok garis keras Front Kebebasan Nasional ini dipimpin seorang menteri kabinet, memunculkan masalah tersendiri. Para staf PBB mustahil menjalankan tugas mereka, hingga PBB memutuskan untuk menutup kantor mereka.

Ging Ginajar

Editor: Ziphora Robina