1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pasukan Paramiliter Lindungi Perusahaan IT India

29 Oktober 2009

Infosys Technologies, perusahaan informasi teknologi nomor dua yang paling terkemuka di India mempekerjakan pasukan paramiliter untuk melindungi markas besarnya di Bangalore dari serangan teroris.

https://p.dw.com/p/KIgS
Bangalore, IT-Park WhitefieldFoto: picture-alliance/dpa

Lebih dari 80 perusahaan swasta lainnya, seperti Wipro dan Reliance Industries tercantum dalam daftar pemerintah yang dapat menerima perlindungan dari pasukan khusus Central Industrial Securitiy Forces.

Dalam upaya menghadapi serangan teror seperti yang terjadi bulan November tahun lalu di Mumbai, perusahaan-perusahaan teknologi informasi sektor alih daya India di Bangalore yang bernilai sekitar 41 milyar Euro mengambil langkah preventif untuk melindungi dirinya. Pasalnya perusahaan IT merupakan bagian penting dari sektor layanan India yang mengkontribusi sekitar 57 persen dari Produk Domestik Bruto negara di Asia selatan itu. Narendra Sisodia, direktur lembaga studi dan analisa bidang pertahanan, Institute for Defence Studies dan Analysis yang berbasis di New Delhi mengutarakan: "Sektor IT tentu saja menjadi sasaran karena merupakan penggerak pertumbuhan modern yang paling penting di India. Perusahaan-perusahaan melambangkan pengetahuan ekonomi dan bertanggung jawab untuk ekspor dalam jumlah yang cukup besar dan bahkan bagi globalisasi perekonomian India."

Sejak tahun 2000, serangan teroris di India semakin meningkat. Kelompok pelakunya bermacam-macam, termasuk kelompok militan Maois dan Islam berhaluan keras, demikian ujar Sisodia: "Sejumlah kelompok teroris ini menyatakan punya rencana untuk mengubah India menjadi negara Islam atau menghapus setiap aspek politik, sosial dan ekonomi negara India. Jadi langkah pengamanan oleh sektor swasta dan pemerintah itu dapat dimengerti ."

Pasukan Pengamanan Industri Terpusat atau The Centralised Security Force CISF adalah pasukan keamanan utama India yang bertugas mengamankan aset terpenting India, termasuk badan-badan pemerintah, instalasi nuklir, ruang angkasa, industri, bandara dan lahan-lahan bersejarah.

Namun upaya pengamanan itu tidak murah. Infosys misalnya, membayar sekitar 1.000 Euro per hari bagi pasukan CISF yang beranggotakan 100 personel. Sebuah perusahaan keamanan swasta biasanya memasang tarif lebih murah, yaitu sekitar separo dari harga CISF. Namun Sisodia mengatakan, harga itu wajar bagi layanan yang diberikan: "Para teroris akan mencoba melakukan serangan seratus kali dan tak seorang pun mengetahui kegagalannya. Tetapi kalau Infosys diserang sekali saja, ini akan membawa dampak berat bagi investasi asing. Jadi langkah preventif itu adalah investasi yang sangat berguna."

Serangan di Mumbai tahun lalu memperlihatkan ketidaksiapan kepolisian India pada umumnya untuk melawan terorisme, dan perusahaan IT tidak begitu mempercayai kemampuan polisi negaranya. Mantan kepala staf angkatan udara Marsekal A.Y. Tipnis mengatakan, kepolisian harus mendapatkan perlengkapan dan pelatihan yang lebih baik. Dana yang begitu banyak dikeluarkan bagi angkatan bersenjata dan pasukan paramiliter juga harus diberikan kepada kepolisian.

Para pakar berpendapat bahwa langkah preventif lebih baik ketimbang harus menangani sebuah akibat. Mereka mendesak pemerintah untuk mengembangkan sistem pengamanan yang lebih baik bagi kepolisian pada tatanan yang paling bawah.

Debarati Mukherjee/Christa Saloh

Editor: Ayu Purwaningsih