1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Partai AKP Menangkan Pemilu Di Turki

13 Juni 2011

Partai PM Recep Tayyip Erdogan, AKP, meraih suara lebih dari 50 persen, namun gagal mencapai target dua pertiga mayoritas di parlemen.

https://p.dw.com/p/11ZXQ
Pemang pemilihan parlemen Turki, PM Recep Tayyip ErdoganFoto: picture alliance/dpa

Hasil pemilihan Turki menjadi sorotan sejumlah media internasional dalam tajuknya. Harian Perancis Libération menulis:

"Turki di bawah pimpinan Perdana Menteri Reccep Tayyip Erdogan tetap mengalami defisit dalam upaya menegakkan demokrasi. Kampanye pemilu berlangsung cukup alot dan polisi sering kali menggunakan kekerasan untuk meredakan situasi. Sejumlah wartawan ditahan di penjara. Ini semua merupakan reaksi yang menunjukkan bahwa pemerintah Turki sesungguhnya tidak yakin. Berbeda dengan ekonomi Turki yang berhasil mengurangi jumlah pengangguran atau politik luar negeri partai AKP yang melepaskan diri dari kungkungan jenderal serta sekutu NATO. Mengapa Turki masih saja dipandang sebagai hantu karena dinilai terlalu Islam untuk dijadikan bagian dari Eropa, seperti yang sering dilontarkan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy? Di zaman, dimana negara-negara di sekitar Laut Tengah berusaha keras melakukan hal terbaik dan membela serta menegakkan nilai-nilai yang identik dengan norma Eropa, bukankah seharusnya mengupayakan segala cara agar Turki diterima sebagai anggota Uni Eropa? Ini akan membantu dalam menjembatani negara-negara Islam Arab."

Kemudian harian Spanyol El Periódico de Catalunya yang terbit di Barcelona menulis:

"Kemenangan partai Islam moderat AKP menunjukkan bahwa PM Recep Tayyip Erdogan, yang memodernisasi Turki, didukung oleh masyarakat mayoritas. Namun Erdogan tidak berhasil meraih kemenangan mutlak seperti yang diharapkannya. Ia tidak dapat mengubah sendiri konstitusi Turki dengan suara yang diperoleh partainya dalam pemilu. Tidak perlu dikuatirkan bahwa PM Erdogan akan mengislamisasi masyarakat Turki. Akan tetapi, yang perlu dikuatirkan adalah pembentukan rezim otoriter. Perlu disayangkan, jika Turki, yang menginspirasi gerakan protes Arab, berubah menjadi sebuah demokrasi semu."

Berikut komentar harian Austria Kurier menulis:

"Ke arah manakah Erdogan akan membawa Turki? Dari segi politik dalam negeri, kemenangan Erdogan memenuhi segala tuntutannya sebagai pemimpin dengan cemerlang. Tetapi, apakah Erdogan dapat menjamin ketertiban demokrasi dan menciptakan negara hukum? Dan sebaliknya, apakah Uni Eropa dapat menerima Turki sebagai anggota baru, dari segi politik dan keuangan, dan tidak merusak ideologi UE? Pertanyaan semua ini patut dilontarkan. Erdogan memainkan peranan penting dalam masalah-masalah tersebut. Sekarang belum dapat dipastikan apakah persyaratan untuk dapat menjalin hubungan baik dengan UE adalah keanggotan semata? Masalah militer sudah pasti merupakan persyaratan penting untuk bisa masuk ke NATO dan Turki sudah menjadi anggota pakta militer itu sejak 1949. Dari segi ekonomi, kemitraan Turki dengan negara UE sangat baik dan keuntungan yang diperoleh pihak-pihak yang bersangkutan terus meningkat. Dari segi politik masih ada beberapa alternatif untuk bisa menjadi anggota. Namun yang terpenting adalah isi dari kemitraan dengan Turki."

Dan harian liberal Italia La Stampa menulis:

"Setelah kampanye pemilu di Turki diwarnai skandal, dari awal hasilnya memang sudah nampak. Semakin banyak warga Turki ragu terhadap partai Islam konservatif AKP dan pemimpinnya yang absolut itu, Recep Tayyip Erdogan. Seharusnya Eropa tidak perlu kuatir, Turki akan mengubah haluannya dan menjadi negara Islam. Yang perlu ditakutkan adalah sistem demokrasinya yang ringkih itu. Pemimpin oposisi Kema Kilicdaroglu dari Partai Republik Rakyat CHP benar, ketika mengatakan, Arab takjub dengan sistem demokrasi Turki. Tetapi, pemerintah ini hendak mengubah Turki menjadi seperti negara Arab, tambahnya."

AN/LS/dpa