1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Para Aktivis Berbalik Lawan Militer

22 Februari 2014

Kampanye mereka menentang Mohamed Mursi telah membantu militer menjatuhkan presiden Islamis tersebut, namun kini sejumlah pemimpin gerakan Tamarud terpecah, mengatakan militer mengancam demokrasi.

https://p.dw.com/p/1BDM9
Foto: Reuters

Perpecahan dalam kelompok Tamarud -- yang artinya Pemberontakan -- adalah sebuah tanda berkembangnya kemarahan masyarakat atas pemerintahan yang dibentuk militer setelah komandan angkatan bersenjata Jenderal Abdel Fattah al-Sisi menjungkalkan Mursi Juli lalu, menyusul kemunculan petisi yang diorganisir Tamarud yang disusul aksi jutaan orang turun ke jalan.

Kelompok hak asasi manusia mengkritik tindakan keras tangan besi atas pendukung Mursi di Ikhwanul Muslimin, yang mereka katakan dilakukan antara lain lewat penangkapan massal dan penyiksaan, tuduhan yang dibantah pemerintah.

“Kami ingin angkatan bersenjata menolong kami menjatuhkan Mursi, bukan mengambilalih kekuasaan untuk diri sendiri,“ kata Mohamed Fawzi, pemimpin gerakan yang memisahkan diri dan menamakan kelompok mereka “Tamarud 2 untuk Pembebasan”. ”Peran militer adalah untuk melindungi dan menjaga negara, bukan untuk berkuasa.”

Sisi, yang membuat banyak orang Mesir senang karena menghancurkan Ikhwanul, kini diperkirakan bakal maju sebagai calon presiden dan menghidupkan kembali tradisi panjang tokoh militer untuk memimpin negeri berpenduduk terbesar di Arab tersebut.

Panglima militer, yang secara luas dianggap sebagai orang paling berkuasa di Mesir, digambarkan oleh para pengikutnya sebagai penyelamat bangsa. Gambar-gambar Sisi muncul di mana-mana, dalam poster, kaos dan coklat.

Tapi gelombang penangkapan dan pembunuhan atas para demonstran telah memicu para pemimpin Tamarud untuk berbalik menentang dia dan pasukan keamanan, membuat situasi semakin kompleks.

Ditanam aparat keamanan

“Kami melihat kembalinya ‘negara polisi‘, tapi dengan wajah yang lain,“ kata Fawzi, merujuk kepada pasukan keamanan yang ditakuti pada masa Husni Mubarak, yang kini menemukan jalan mereka kembali ke kekuasaan setelah pemberontakan rakyat yang menjatuhkan diktatur tersebut pada 2011.

Satu alasan yang memunculkan ketidakpuasan dan membuat perpecahan di kalangan Tamarud adalah apa yang mereka katakan sebagai hubungan antara para pendiri kelompok itu dengan para agen pasukan keamanan yang mempengaruhi dan membimbing mereka.

“Pada awalnya kami tidak ragu terhadap mereka, tapi kemudian setelah memeriksa latar belakang dan mengumpulkan informasi lebih, kami menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang direkrut pasukan keamanan pemerintah dan mendapat pelatihan khusus,“ kata pemimpin Tamarud 2, Ahmed Hassan.

Para pejabat polisi dan pasukan keamanan tahun lalu pernah mengaku kepada kantor berita Reuters bahwa Kementerian Dalam Negeri mendukung kampanye Tamarud.

Para pemimpin Tamarud membantah polisi menginfiltrasi kelompoknya, tapi beberapa anggota secara pribadi mengakui bahwa sejumlah pendiri mereka, adalah orang-orang yang “ditanam“ oleh pasukan keamanan pemerintah.

Khalid al-Kadi, pemimpin Tamarud, menolak tuduhan Tamarud 2 dan menyebutnya ”tak berdasar dan salah”, sambil mengatakan: ”Kami tidak mengakui kampanye yang dilakukan Tamarud 2.“

Pengumuman Tamarud bahwa mereka mendukung Sisi untuk maju sebagai calon presiden memicu perpecahan yang disusul pekelahian jalanan bulan ini. Dua pendiri Tamarud yakni Hassan Shahin dan Mohamed Abdel Aziz, telah menyatakan bahwa mereka mendukung kandidat presiden dari kelompok kiri Hamdeen Sabahy.

Petisi tolak militer

Tamarud 2 telah mulai mengedarkan petisi yang meminta rakyat Mesir untuk menentang kekuasaan militer, sambil mengatakan bahwa mereka telah mengumpulkan dua juta tanda tangan, sebagian besar melalui internet, sejauh ini. Klaim yang sulit untuk diverifikasi secara independen.

Tamarud 2 dibentuk oleh kekecewaan anggota Tamarud yang mengatakan bahwa mereka telah mengubah posisi politik sesaat setelah Mursi jatuh dan para aktivis pro demokrasi independen lainnya mengambil sikap permusuhan terhadap kekuasaan tentara.

“Gerakan baru ini bisa menjadi sebuah kekuatan nyata bagi perubahan politik jika bisa menawarkan pelayanan sosial dan solusi praktis bagi problem ekonomi dan politik rakyat,“ kata analis politik Mustapha Al-Sayid.

ab/hp (afp,ap,rtr)