1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pancaran Kosmis Pengaruhi Iklim Global

1 Desember 2011

Aktivitas di permukaan matahari, pancaran kosmis dan uap air lebih berpengaruh pada perubahan iklim global ketimbang emisi karbon dioksida dari pembakaran fossil hidrokarbon.

https://p.dw.com/p/13JqI
Badai Kosmis di luar angkasa.Foto: AP

Peranan karbon dioksida dalam perubahan iklim global, dinilai terlalu dibesar-besarkan oleh dewan iklim PBB. Demikian pendapat para ilmuwan yang kritis pada konferensi iklim dan energi di München akhir November 2011.

Penelitian selama ini menunjukkan, model bencana iklim akibat pemanasan global, dengan menekankan peranan pembakaran hidrokarbon fossil tidaklah tepat. Peranan aktivitas matahari dan pancaran kosmis dari bintang yang meledak di galaksi, jauh lebih besar dalam mempengaruhi iklim di Bumi.

Para ilmuwan yang bersidang di München itu menyatakan, mereka meragukan asumsi, bahwa naiknya kadar karbon dioksida di atmosfir, sebagai penyebab utama pemanasan global. Disebutkan kaitan sebab akibat pemanasan global, jauh lebih rumit dari model karbon dioksida.

Efek aktivitas matahari

Sonnensturm
Badai MatahariFoto: picture-alliance/dpa

Matahari diselimuti heliospfer, sebuah medan elektro magnet raksasa yang melindungi Bumi dari pancaran kosmis. Jan Veizer, pakar geokimia dari Universitas Ottawa, Kanada mengungkapkan :“Jika aktivitas matahari kuat, heliospfer membelokkan lebih banyak pancaran kosmis menjauhi Bumi. Tapi jika aktivitas matahari lemah, bukan hanya suhu di Bumi lebih dingin, tapi perlindungan terhadap pancaran kosmis juga turun.“

Pada saat memasuki atmosfir Bumi, pancaran kosmis memproduksi isotop tertentu unsur Karbon dan unsur Beryllium. Para ilmuwan dapat mengukurnya pada inti sedimen atau pada lingkaran pertumbuhan pohon. Dengan cara itu, para ilmuwan dapat mengumpulkan data intensitas aktivitas matahari selama beberapa millenium. Dengan cara serupa, konsentrasi karbon dioksida di atmosfir dapat dilacak pada inti bor dari es di kawasan kutub.

4. Internationalen Energie- und Klimakonferenz in München
Professor Jan VeizerFoto: DW

Pakar geokimia Veizer membandingkan data penelitiannya, dengan perkembangan suhu nyata dalam 10.000 tahun terakhir. Dengan itu, ia dapat lebih tegas menarik kaitan langsung antara aktivitas matahari dengan perubahan iklim. Sebuah kaitan sebab-akibat, antara naik drastisnya konsentrasi karbon dioksida di abad ini, dengan perubahan iklim dramatis, tidak dapat dibuktikan.

Uap air lebih berpengaruh

Justru uap air dan pembentukan awan, jauh lebih penting bagi iklim global dibanding kadar karbon dioksida. Uap air merupakan gas rumah kaca terpenting di atmosfir Bumi, dan lebih kuat mempengaruhi perubahan iklim.

Sebuah kaitan antara pancaran kosmis dengan uap air, dapat dibuktikan oleh para ilmuwan dari pusat penelitian matahari dan iklim di lembaga antariksa Denmark. Pancaran kosmis terbukti berdampak langsung pada pembentukan awan. Diduga dampak ionisasi pancaran kosmis, memberikan impuls yang menentukan, kata pakar fisika Henrik Svensmark.

“Terdapat kaitan antara pancaran kosmis dengan iklim. Setiap kali, jika kami mengamati terjadinya perubahan pancaran kosmis, kami juga melihat sebuah perubahan iklim“, tambahnya.

4. Internationalen Energie- und Klimakonferenz in München
Professor Henrik SvensmarkFoto: DW

Karena itulah Svensmark berusaha memahami proses molekuler yang dapat menjelaskan pengamatannya. Gagasannya adalah, ion yang dipicu pancaran kosmis, memproduksi partikel aerosol di atas samudra yang memperkuat pembentukan awan.

Svensmark menegaskan:“Jika lebih banyak pancaran kosmis yang datang, itu juga memproduksi lebih banyak partikel aerosol, yang menciptakan lebih banyak inti kondensasi awan. Lewat itu, sifat awan juga berubah. Terdapat lebih banyak tetesan awan, dalam arti awannya semakin melebar. Tetesannya juga semakin halus, dan semakin sedikit hujan turun. Dengan itu awannya bertahan lebih lama.”

Eksperimen pancaran gama dan elektron

Svensmark dapat membuktikan tesisnya dalam berbagai ujicoba di laboratorium. Dalam salah satu eksperimennya, ia melakukan ionisasi campuran gas dari atmosfir menggunakan pancaran gamma. Efeknya bahkan dapat diperkuat, jika dalam eksperimen itu ditambahkan pancaran ultra violet.

Teilchenbeschleuniger in Cern: Kollision von Atomkernen
Tabrakan inti atom di pemercepat partikel.Foto: picture alliance/dpa

Juga hal itu berfungsi dalam ujicoba menggunakan pemercepat partikel, dimana campuran gasnya ditembaki elektron, bukan pancaran gamma. “Kesimpulannya, pengaruhnya tidak berbeda, apakah kita menggunakan partikel atau pancaran gamma”, kata Svensmark.

Sebuah penelitian terpisah oleh organisasi Eropa untuk riset nuklir-CERN yang diberi nama CLOUD, menegaskan tesis dari Svensmark. Juga di atmosfir Bumi, proses fisika itu dapat diukur. Svensmark juga membuktikan tesisnya dengan memantau siklus ledakan di permukaan matahari, yang mempengaruhi intensitas pancaran kosmis dan terbukti mempengaruhi pertumbuhan awan di atmosfir.

Fabian Schmidt/Agus Setiawan

Editor : Dyan Kostermans