1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Tidak Terima Orang Asing, "Tafel" Dihujani Kritik

24 Februari 2018

Organisasi bantuan makanan Tafel di kota Essen, Jerman nyatakan warga berusia lanjut merasa tidak nyaman dengan para pria asing yang datang saat pembagian makanan. Pemimpin Tafel sangkal tuduhan xenofobia.

https://p.dw.com/p/2tGmO
Deutschland Essener Tafel
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch

Dewan pimpinan organisasi bantuan makanan "Tafel" di kota Essen, Jerman dihujani kritik karena menetapkan peraturan baru. Yaitu: warga asing tidak bisa memperoleh kartu anggota. Itu berarti, jika tidak punya paspor Jerman, berarti tidak dapat makanan gratis.

Di seluruh Jerman organisasi Tafel (artinya: meja) terdapat di 930 lokasi. Para pekerjanya mengumpulkan makanan dari restoran, dan bahan makanan dari supermarket di dekat lokasi, yang sudah hampir kadaluarsa, dan memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Untuk bisa mendapat kartu anggota dan berhak dapat makanan gratis, setiap orang harus menunjukkan bukti mendapat tunjangan dari pemerintah, misalnya tunjangan pengangguran. Keanggotaan lamanya setahun untuk seluruh keluarga. Dengan kartu keanggotaan mereka bisa mengambil makanan di lokasi dan waktu tertentu.

Baca juga: Natal dalam Kemiskinan

Kepala Tafel: tidak ada xenofobia

Tafel di kota Essen sebenarnya menetapkan peraturan kontrofersial itu Desember lalu, tetapi beritanya kini menyebar setelah media lokal mendengar tentang hal itu. Jumat pagi (23/02) Jörg Sartor, kepala Tafel Essen menyatakan kepada wartasan, ia tidak mengerti mengapa ini jadi heboh. Baik dirinya maupun orang lain di timnya tidak berpandangan xenofobia.

Sementara cabang Tafel di kota-kota lain mengutuk peraturan yang dinilai rasis. Sartor mengatakan, mereka menetapkan peraturan baru, karena 75% orang yang datang untuk mendapat makanan gratis di seluruh Tafel di kota Essen adalah warga asing. Jumlah itu dianggap terlalu tinggi oleh dewan pimpinan.

Tafel di Essen mengeluarkan 1.800 kartu keanggotaan, yang mencakup 6.000 orang. Namun kadang-kadang orang Jerman yang datang hanya sedikit, di antara orang-orang yang hadir, demikian dikatakan anggota dewan pimpinan, Rita Nebel.
Baca juga: Jerman Sokong Pengungsi

"Terlalu banyak saling mendorong"

Sartor dan Nebel mengatakan, jumlah warga asing yang terlalu banyak, terutama pria muda, menyebabkan kesulitan saat penyerahan makanan. Warga lansia Jerman tidak merasa nyaman lagi, dan tidak datang lagi, tambah mereka.

"Saya beberapa kali menerima keluhan, karena terlalu banyak terjadi saling dorong," demikian dikatakan Sartor kepada DW. "Saya ingin agar orang saling bersikap baik," katanya. Jika jumlah warga asing dan warga Jerman tidak seimbang, itu tidak bisa terjadi, demikian Sartor.

Tujuan utama: cegah pemborosan makanan

Horst, seorang pria pensiunan termasuk sekitar 30 orang yang mengantri untuk mengambil bahan pangan di luar Tafel di Essen, Jumat (23/02). Ia sadar, peraturan baru merugikan sebagian orang, tapi ada bagusnya juga.

"Di sini banyak warga Rusia, Polandia dan Afrika," kata Horst. "Mereka kadang kasar, misalnya datang terlambat untuk mengambil makanan yang jadwalnya pukul 12:30. Dan menyerobot antrian yang datang untuk pembagian pada pukul 1:30 siang." Ia mengatakan, sebenarnya semua orang harus berterima kasih bahwa pelayanan seperti ini ada."

Tafel adalah NGO dan tidak berafiliasi dengan pemerintah kota atau pemerintah negara bagian tempatnya berlokasi. Tujuan utamanya adalan untuk menggunakan bahan pangan sebaik mungkin, sehingga tidak dibuang. Semua pengemudi yang menjemput makanan, seperti lainnya yang bekerja di tiap lokasi tafel, adalah pekerja sukarela.

Laranggan hanya sementara?

Tafel bukan satu-satunya badan yang berkewajiban menjamin bahwa tidak seorangpun menderita kelaparan. Demikian dinyatakan Sartor.

"Kami menyokong orang yang membutuhkan bantuan agar mereka bisa menghemat uang, sehingga misalnya bisa sekali-sekali membawa anak-anak berenang atau menonton bioskop." Menurutnya, jika ada orang di Jerman kelaparan hanya karena Tafel tidak eksis lagi, berarti negara tidak berfungsi.

Sartor menyatakan, larang hanya bersifat sementara, sekitar enam atau delapan pekan lagi. Yang jelas tidak lewat dari pertengahan tahun ini, tandasnya.

Sayangnya buat Carole ini tidak menolong. Perempuan Perancis ini membesarkan dua anak tanpa suami. Ia datang ke Tafel dua pekan lalu untuk mendapat kartu anggota, tetapi ia ditolak. Jumat lalu ia datang untuk mengambil bahan pangan untuk temannya yang sedang hamil. "Ini membuat saya sedih," katanya sambil berusaha menenangkan anaknya yang menangis. "Saya tinggal di Jerman sudah bertahun-tahun, dan saya punya paspor Uni Eropa. Tapi saya tidak bisa mendapat makanan."

Carole berharap, larangan akan segera dihapus.

Penulis: Carla Bleiker (ml/ap)