1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

010811 Ramadan Syrien

1 Agustus 2011

Aksi kekerasan militer Suriah terhadap oposisi mungkin dianggap sebagai peringatan, agar tidak memanfaatkan bulan puasa untuk menambah aksi protes. Sebaliknya, oposisi justru ingin meraih lebih banyak massa lagi.

https://p.dw.com/p/127RH
Militer Suriah di HamaFoto: picture alliance/abaca

"Pergilah Bashar. Kami ingin berpuasa dan kami ingin merayakannya." Seruan ini terdengar hari Jumat (29/07) usai shalat Jumat di seluruh Suriah. Para demonstran menuntut sang presiden untuk mengundurkan diri sebelum bulan Ramadhan dimulai. Tetapi Bashar al Assad mengabaikannya. Ia kembali menegaskannya dengan serangan berdarah di Hama. Sejak berbulan-bulan ia terus menekan pihak oposisi dengan kekerasan. Hingga kini dikatakan telah jatuh 1.800 korban tewas.

Alasan utama mengapa rezim Suriah hari Minggu (31/07) menembaki atau menangkapi pihak yang melawan di seluruh negeri adalah bulan Ramadhan. Karena pihak oposisi di Suriah menaruh harapan besar akan dimulainya bulan puasa. Salah seorang pimpinannya mengatakan, "Ramadhan adalah kesempatan besar bagi revolusi Suriah. Di saat itu warga sangat emosional dan setiap hari pergi ke mesjid. Ini satu-satunya tempat bagi kami untuk bertemu setiap hari dalam jumlah besar tanpa terancam bahaya. Kami sangat emosional, kami siap memenangkan revolusi dengan kekuatan penuh."

Aksi protes tidak dilarang di bulan Ramadhan. Rezim Assad sadar akan bahaya yang bisa timbul di beberapa minggu mendatang. Presiden Assad tahu apa artinya, jika setiap hari massa kembali dari mesjid, dalam kondisi lapar, kurang nikotin karena tidak merokok seharian, dan benaknya dipenuhi isi khotbah usai shalat tarawih. Jelas sekali, bahwa Assad ingin mencegah hal tersebut. Demikian menurut pihak oposisi, "Kami mendengar, bahwa rezim berusaha untuk menutup mesjid dengan alasan harus merenovasinya. Ada ketakutan bahwa warga akan pulang dari mesjid dan melakukan aksi protes."

Menutup mesjid adalah usaha untuk menekan kemungkinan terjadinya aksi protes. Hal yang lebih penting adalah melindugi Damaskus, pusat kekuasaan Presiden Assad. Hingga kini di sana cukup tenang. Tetapi jika gelombang protes sampai ke ibukota, maka situasi akan genting bagi rezim. Saksi mata dari Damaskus menggambarkan situasi di awal Ramadhan, "Ada lebih banyak tentara di Damaskus dibandingkan saat aksi protes dimulai dulu. Kota-kota di sekitarnya tampak seperti pendudukan militer. Di mana-mana tampak barikade, bahkan di gang-gang kecil. Militer menunjukkan kekuatannya."

Apa yang akan terjadi di bulan Ramadhan tidak bisa diduga sebelumnya. Tetapi banyak yang yakin, bahwa situasinya akan memburuk. Oposisi akan mencoba untuk menarik warga dari kalangan menengah ke pihaknya. Kadang juga dengan ancaman tersembunyi, "Kami akan terus membela diri dari kediktatoran dan ketidakadilan, juga di bulan puasa. Sejarah akan menunjukkan, bahwa kami akan menang dan sejarah tidak akan mengampunkan mereka yang diam dan menjadi mitra rezim."

Jens Wiening/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Hendra Pasuhuk